Menyembelih Egoisme adalah Kurban Terbaik di Masa Darurat Pandemi

Menyembelih Egoisme adalah Kurban Terbaik di Masa Darurat Pandemi

- in Narasi
1317
0
Menyembelih Egoisme adalah Kurban Terbaik di Masa Darurat Pandemi

Pemerintah resmi memperpanjang PPKM Darurat se-Jawa dan Bali hingga 25 Juli. Itu artinya, perjuangan kita melandaikan grafik penularan Covid-19 masih panjang. PPKM Darurat memang kebijakan dilematis. Pemerintah berada di persimpangan antara kepentingan menyelamatkan nyawa masyarakat dengan menjaga ketahanan ekonomi nasional.

Dan, pemerintah telah mengambil keputusan yang tepat yakni lebih mengedepankan kepentingan keselamatan jiwa masyarakat. Kebijakan ini juga sesuai dengan ajaran agama (Islam) dimana unsur menjaga nyawa manusia merupakan tujuan pokok syariat yang krusial dan sama pentingnya dengan menjaga agama.

Sayangnya masih ada masyarakat yang kontra kebijakan PPKM Darurat. Pada momen perayaan Idul Adha kemarin misalnya, banyak masjid di kawasan zona merah yang menggelar sholat Id berjamaah tanpa menerapkan protokol kesehatan. Di sejumlah wilayah juga dijumpai kerumunan penyembelihan hewan kurban. Fenomena ini menandai kegagalan sebagian umat Islam dalam mengkontekstualisasikan makna Idul Adha dan kurban di masa darurat pandemi ini.

Sebagian umat Islam masih menganggap Idul Adha dan penyembelihan hewan kurban sebagai seremoni atau ritual. Idul Adha yang dipahami sebagai sebuah seremoni mensyaratkan adanya perayaan yang gegap gempita, riuh dan dipenuhi suasana suka-cita berlebihan. Sedangkan kurban yang dipahami semata sebagai ritual akan terjebak pada simbolisme keagamaan yang nir-makna.

Di luar masa pandemi, seremoni Idul Adha dan ritualisme kurban barangkali bisa ditoleransi. Namun, tidak halnya di masa darurat pandemi ini. Kerumunan akibat perayaan Idul Adha dan penyembelihan hewan kurban potensial menjadi kluster baru penularan Covid-19. Jika itu terjadi, maka perjuangan kita menaklukkan pandemi akan semakin panjang.

Tiga Egoisme di Masa Darurat Pandemi

Di masa darurat pandemi ini, Idul Adha dan ibadah kurban idealnya dipahami lebih dari sekadar seremoni dan ritual. Kurban tidak harus dipahami dalam paradigma lama, yakni sebagai “kendaraan menuju surga” dan mitos lainnya. Sebaliknya, kurban harus dikembalikan ke makna dasarnya sebagai upaya membunuh egoisme yang merusak prinsip kemanusiaan. Dalam pemahaman yang demikian ini, hewan kurban hanyalah simbol dari sifat kebinatangan manusia.

Setidaknya ada tiga wujud egoisme di masa darurat pandemi ini yang wajib kita sembelih. Pertama, ego untuk abai protokol kesehatan dan aturan PPKM Darurat. Kita semua tentu bosan dan cemas karena harus berada di dalam rumah selama PPKM Darurat. Bosan karena tidak mendapat hiburan, dan tidak bisa bertemu dengan handai-taulan dan sebagainya. Cemas karena khawatir akan masa depan yang tidak menentu.

Namun, di masa darurat pandemi ini, kehendak untuk keluar rumah, apalagi hanya untuk sekadar mencari hiburan ialah bentuk egoisme yang berdampak serius pada penanganan pandemi. kita seharusnya melihat perjuangan di garis depan penanganan pandemi oleh dokter, perawat dan relawan. Mereka tidak hanya mengorbankan kenyamanan, namun juga mempertaruhkan nyawa. Dibandingkan mereka, pengorbanan kita untuk berdiam diri di rumah jelas tidak ada apa-apanya.

Kedua, ego untuk menyebarkan minsinformasi tentang pandemi yang berpotensi menurunkan kesadaran publik pada protokol kesehatan dan aturan PPKM Darurat. Salah satu tantangan berat menghadapi pandemi gelombang kedua ini selain dari ganasnya virus varian Delta ialah maraknya misinformasi yang tersebar luas di media sosial. Berbagai misinformasi tentang pandemi yang tidak bisa dipertanggunjawabkan dari sisi keilmuan maupun etika itulah bentuk egoisme yang harus kita sembelih bersama-sama.

Ketiga, ego untuk memprovokasi dan mengadu-domba publik dengan narasi menyesatkan ihwal penanganan pandemi oleh pemerintah. Belakagan ini, muncul narasi yang menuding pemerintah gagal mengendalikan pandemi. Narasi itu disuarakan kelompok tertentu, terutama kaum radikal dan oposisi. Narasi ini tentu kontraproduktif pada upaya pengendalian pandemi yang diupayakan pemerintah secara maksimal. Provokasi dan adu-domba tidak lain merupakan bentuk egoisme kelompok yang harus disembelih.

Di masa darurat pandemi ini, menyembelih egoisme pribadi dan kelompok ialah kurban terbaik, kepada Allah maupun kepada sesama manusia. Allah pada dasarnya tidak membutuhkan daging kurban, alih-alih sikap ketakwaan dan kepasrahan kita kepada-Nya. Apa artinya kita menyembelih hewan kurban terbaik jika di hati kita masih tersisa kerak-kerak egoisme?

Facebook Comments