“Seribu orang tua bisa bermimpi.Satu orang pemuda bisa mengubah dunia”.Demikian ungkapan fenomenal Bapak pendiri bangsa, Ir. Soekarno. Perubahan dunia yang digerakkan pemuda tersebut tentunya tergantung pada idelologi yang mendorongnya. Hasilnya akan negatif jika ideologinya menyesatkan. Sebaliknya akan membuahkan hasil memuaskan semua umat manusia jika ideologi dan jalannya lurus sesuai nilai kemanusiaan.
Tantangan pemuda di era milenial kini kian kompleks. Dunia sedang menghadapi permasalahan besar terkait terorisme dan radikalisme global. Pemuda rentan menjadi sasaran penyebaran guna diperdaya sebagai pelaku. Di sisi lain pemuda memiliki potensi besar dalam upaya menangkalnya. Sedangkan kini juga sedang terjadi bonus sekaligus ledakan demografi. Anak muda mesti memiliki perencanaan matang dalam menghadapi hidup agar berkualitas termasuk menyiapkan pendidikan dan regenarasi antiradikalisme.
Strategisnya Pemuda
Definisi pemuda berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun.
BPS (2020) merilis bahwa jumlah pemuda di Indonesia adalah 64 juta orang atau 23,69 persen dari total jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 270,2 juta orang. Indonesia secara demografis juga akan menikmati suatu era yang langka yang disebut dengan Bonus Demografi pada tahun 2020 sampai 2035. Era ini ditandai dengan jumlah usia produktif Indonesia yang diproyeksikan berada pada grafik tertinggi. Angka yang diproyeksikan mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk Indonesia sebesar 297 juta jiwa.
Pemuda Indonesia merupakan lapisan kaum muda dan kader potensial yang menginisiasi dan mengisi formasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pemuda juga mewarnai dan menandai transisi dan konfigurasi kepemimpinan di berbagai lini. Pergumulan dan tantangan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia merupakan pergumulan dan tantangan pemuda Indonesia (Daeli, 2017).
Kepemudaan atau konsep asy-syabab juga tidak luput dari bahasan teologi Islam. Wahyuningtiyas (2008) mengemukakan setidaknya pemuda memiliki tiga sifat dan sikap. Pertama, berani merombak dan bertindak revolusioner terhadap tatanan sistem yang rusak. Seperti kisah pemuda (Nabi) Ibrahim.
Kedua, memiliki standar moralitas (iman), berwawasan, bersatu, optimis dan teguh dalam pendirian serta konsisten dalam dengan perkataan. Seperti tergambar pada kisah Ash-habul Kahfi atau para pemuda penghuni gua. Ketiga, seorang yang tidak berputus-asa, pantang mundur sebelum cita-citanya tercapai. Seperti digambarkan pada pribadi pemuda (Nabi) Musa As.
Milineal Antiradikal
Nilai strategis pemuda di atas mesti dioptimalkan dengan strategi aktualisasi yang optimal. Termasuk dalam upaya menangkal terorisme dan radikalisme global. Strategi tersebut penting dikembangkan mengikuti dinamika zaman kekinian/
Pertama, aktualisasi fungsi pemuda. Pemuda memili tiga fungsi utama yaitu cadangan keras (iron stock), agen perubahan (agent of change), dan penyeru kebenaran. Spirit ketiganya mesti terus menggelora dan berbuah aksi nyata dari diri pemuda. Cadangan keras dapat diaktualisasikan dengan pemahaman ideologis dan idelisme yang kuat terkait nasionalisme dan penolakan terhadap radikalisme. Agen perubahan dapat dikembangkan dengan aksi perubahan bagi diri sendiri maupun lingkungan kepemudaannya khususnya dalam upaya deradikalisasi. Sedangkan penyeru kebenaran diterapkan dengan memasifkan propaganda anti-terorisme dan anti-radikalisme. Termasuk di dalamnya adalah berkontribusi dan menuntut upaya penganggulangan terorisme dan radikalisme yang proporsional dan profesional.
Kedua, strategi virtual. Era sekarang sudah dikuasai teknologi informasi dan komunikasi berbasis virtual. Media virtual seperti media sosial, media online, dan lainnya pennting dioptimalkan dalam aplikasi menangkal penyebaran hingga aksi radikalisme global. Jaringan terorisme dan radikalisme juga melancarkan rancangan aksi, belajar, hingga menyebarkan pemahamannya menggunakan media virtual. Upaya menangkalnya mesti juga diimbangi bahkan melebihi kemampuan mereka dalam mengoptimalkan media virtual. Jagad maya mesti dikuasai oleh pelopor deradikalisasi dan paham anti terorisme dan radikalisme.
Ketiga, strategi kreatif. Sasaran empuk jaringan terorisme dan radikalisme global adalah kalangan pemuda. Pemuda memiliki ciri dan karakter khas yang menyukai kreasi dan suasana santai. Untuk itu kreasi merebut simpati pemuda penting dikembangkan. Sosialisasi dan aplikasi deradikalisasi dapat dikreasikan melalui berbagai media yang digandrungi kaum muda. Misalnya melalui film, musik, komunitas, dan lainnya.
Berencana Menuju Deradikalisasi
Adagium umum mengajarkan “gagal merencanakan sama dengan merencanakan gagal”. Pemerintah memiliki program khusus berupa “Generasi Berencana” atau GenRe. GenRe merupakan salah satu program dari BKKBN. Sasarannya terdiri dari remaja yang berusia 10-24 tahun tapi belum menikah, mahasiswa/mahasiswi yang belum menikah, keluarga, dan masyarakat yang peduli terhadap kehidupan para remaja.
Tujuan dikembangkannya program Genre untuk menyiapkan kehidupan berkeluarga bagi para remaja. Penyiapan tersebut antara lain dalam hal jenjang pendidikan yang terencana, berkarir dalam pekerjaan yang terencana, dan menikah dengan penuh perencanaan sesuai dengan siklus kesehatan reproduksi. Urgensi GenRe dapat ditambahkan satu muatan lagi yaitu perencanaan deradikalisasi berbasis keluarga.
Anak muda memiliki gaya dan cita rasa tersendiri. Pendekatannya pun harus sesuai secara sosial budaya. Model kegiatan yang santai dan gaul penting diupayakan dalam implementasinya. Anak-anak muda bisa diajak melihat kiprah generasi sebayanya di tempat lain maupun contoh-contoh dari figur publik yang diidolakan remaja.
GenRe penting dimasyarakatkan dengan bahasa kaum muda alias bahasa gaul. Simbol-simbol kegaulan dapat dioptimalkan untuk menjadi teladan dalam membentuk GenRe. Misalnya saja mengajak artis, model, seniman, dan lainnya yang digandrungi kawula muda. Atau melalui kegiatan-kegiatan gaul, semisal pentas musik, pentas seni, olah raga, atau lainnya. Selanjutnya sasaran-sasaran GenRe ini mesti didaulat menjadi duta GenRe yang menyebarluaskan kepada teman-temannya. Begitu seterusnya.
Kesuksesan upaya membudayakan GenRe adalah ketika Genre sudah menjadi gaya hidup. Puncaknya setiap remaja mesti tertanam semboyan dalam jiwanya bahwa “bukan anak milineal yang gaul kalau nggak jadi Genre”.
Pemuda milineal merupakan harapan masa depan bangsa. Termasuk dalam upaya menangkal terorisme dan radikalisme global. Dominasi generasi milenial penting diberdayakan untuk melaksanakan upaya tersebut. Pendekatan milenial menjadi keniscayaan di era kekinian yang mesti menjadi bagian perencanaan.