Di era digital yang serba cepat ini, kemajuan teknologi telah membuka berbagai peluang bagi masyarakat untuk berinteraksi secara lebih luas dan tanpa batas. Ruang digital, yang mencakup media sosial, platform berbagi informasi, dan berbagai aplikasi komunikasi, telah menjadi wadah utama bagi orang-orang untuk mengekspresikan diri, berbagi pendapat, dan berkomunikasi dengan satu sama lain mengenai berbagai isu dan topik di negeri ini.
Namun, meskipun ruang digital menawarkan begitu banyak potensi positif, ia juga menjadi lahan subur bagi munculnya konflik, penyebaran hoaks, ujaran kebencian, hingga perpecahan sosial. Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, Indonesia memiliki landasan ideologi yang kokoh yang mampu menjaga keharmonisan dan persatuan di ruang digital, yaitu Pancasila. Kesaktian Pancasila, yang telah terbukti dalam menjaga keutuhan bangsa sejak lama, kini relevan untuk dijadikan sebagai media guna meredam gejolak di dunia maya.
Pancasila, sebagai dasar negara dan ideologi bangsa, bukan hanya menjadi panduan dalam kehidupan bernegara, tetapi juga menjadi pedoman bagi masyarakat dalam berinteraksi di ruang publik, termasuk ruang digital. Nilai-nilai Pancasila yang tercermin dalam lima silanya memiliki peran krusial dalam membentuk perilaku masyarakat di dunia maya. Yang bila diterapkan dengan benar dan diaplikasikan dalam sehari-hari, akan mampu menciptakan ruang digital yang harmonis, inklusif, dan penuh penghormatan terhadap perbedaan bangsa.
Sila pertama, mengajarkan bahwa setiap individu di Indonesia memiliki keyakinan yang harus dihormati. Di ruang digital, ini berarti bahwa setiap orang, tanpa memandang agama atau kepercayaan, harus diberi kebebasan untuk mengungkapkan pandangan mereka dengan tetap menghormati keyakinan orang lain. Salah satu tantangan terbesar di media sosial saat ini adalah munculnya konten-konten yang bersifat provokatif, terutama yang berhubungan dengan agama. Ujaran kebencian berbasis agama sering kali memicu konflik antar pengguna dan berpotensi merusak persatuan. Oleh karena itu, mengedepankan sila pertama dalam setiap interaksi di ruang digital dapat membantu mengurangi ketegangan yang berpotensi muncul.
Sila kedua, menekankan pentingnya perlakuan yang adil dan bermartabat terhadap setiap individu. Di dunia maya, ini diterjemahkan sebagai sikap menghargai perbedaan pendapat dan menghindari perilaku yang merendahkan orang lain. Sayangnya, praktik cyberbullying atau perundungan siber, penghinaan, dan ejekan yang merendahkan martabat kemanusiaan kerap menjadi pemandangan sehari-hari di berbagai platform media sosial.
Orang sering merasa aman di balik anonimitas dunia maya sehingga lebih mudah melakukan serangan verbal yang menyakiti orang lain. Jika masyarakat mampu menginternalisasi nilai kemanusiaan yang adil dan beradab dalam setiap interaksi digital, maka ruang digital akan menjadi lebih inklusif, di mana perbedaan pandangan tidak lagi dilihat sebagai ancaman, melainkan sebagai kekayaan yang harus dihormati bersama.
Sila ketiga, sangat relevan dalam menjaga keutuhan dan persatuan bangsa, di mana sila ini menuntut setiap warga negara untuk tidak hanya menjadi konsumen informasi yang bijak, tetapi juga aktif menjaga persatuan dengan tidak turut serta dalam penyebaran konten yang dapat memecah belah masyarakat kita. Menjaga persatuan di dunia maya berarti memastikan bahwa informasi yang dibagikan bermanfaat dan dapat mempererat solidaritas bangsa.
Sila keempat, sila ini menyoroti pentingnya musyawarah dan kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan. Di ruang digital, ini tercermin dalam cara masyarakat berdialog dan menyampaikan pendapat. Media sosial sering kali menjadi arena debat yang sengit, di mana perbedaan pendapat dapat dengan cepat berubah menjadi konflik yang tidak produktif. Budaya diskusi yang sehat dan musyawarah harus dihidupkan kembali dalam ruang digital, di mana setiap orang merasa didengar dan dihargai, meskipun pandangan mereka berbeda.
Terakhir, sila kelima, yang mana sila ini mengajarkan kita semua untuk berlaku adil, meski di ruang digital yang maya. Sebab, di era di mana yang maya telah bersifat nyata, ketidakadilan di dunia maya, sebut saja diskriminasi, misalnya, juga dapat menimbulkan konflik berkepanjangan di dunia nyata yang harus disadari mengancam keutuhan bangsa.
Ruang digital adalah cerminan dari perilaku kita sebagai individu dan sebagai bangsa. Jika setiap warga negara Indonesia mampu menginternalisasi dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam interaksi mereka di dunia maya, maka potensi konflik, perpecahan, dan ketidakadilan dapat diminimalisir. Pancasila, sebagai fondasi bangsa, tetap sakti dan relevan dalam menjaga keharmonisan, baik di dunia nyata maupun di dunia digital.