Pelajaran Penting dari Ide Demokrasi Jurgen Habermas untuk Keberagaman dan Partisipasi Publik di Indonesia

Pelajaran Penting dari Ide Demokrasi Jurgen Habermas untuk Keberagaman dan Partisipasi Publik di Indonesia

- in Narasi
104
0
Pelajaran Penting dari Ide Demokrasi Jurgen Habermas untuk Keberagaman dan Partisipasi Publik di Indonesia

Demokrasi adalah sebuah konsep yang sudah sangat tua. Kira-kira, 2300 tahun lamanya. Pencetus demokrasi berasal dari pemikir/filsuf di Athena. Demokrasi adalah pemerintahan yang dibangun oleh rakyat dan demi rakyat itu sendiri.

Dalam perkembangannya, demokrasi mengalami banyak evolusi sebab perkembangan zaman dan konteks keberagaman manusia itu sendiri. Teori demokrasi yang terbaru adalah demokrasi deliberatif dari Jurgen Habermas. Demokrasi deliberatif jurgen Habermas menempatkan diskursus sebagai jantung dari kesepakatan atau yang disebut konsensus. Diskusus adalah metode dialog yang mengutamakan kesekapatan yang mengakomodasi suara keberagaman sebagai tujuan untuk memenuhi kepentingan bersama (Hardiman, 2017). Artinya, setiap pihak yang berdialog wajib menunjukkan asas ‘umum’ dari ide yang diusulkan. Misalnya, orang atau pihak tertentu mengusulkan tentang penambahan dana pendidikan bagi komunitas A. untuk mencapai konsensus tentang pendidikan, maka komunitas A mesti menunjukan bahwa penambahan dana pendidikan akan bermanfaat bagi setiap orang di ruang publik.

Dalam konteks Indonesia, diskursus sebenarnya bukan baru saja terjadi pada era reformasi. Diskursus sudah ada sejak penetapan Pancasila. Pancasila adalah konsensus dari pendiri bangsa di era kemerdekaan. Saat menetapkan Pancasila, para pendiri bangsa melewati diskursus yang sangat alot. Yang pada akhirnya menetapkan dasar negara Indonesia yaitu Pancasila ( Magnis Suseno, 2019).

Dalam Pancasila, kita bisa melihat warna dan spirit keberagamaan Indonesia. Dari sila pertama sampai sila kelima, ada semangat menghormati dan menghargai keberagamaan. Pancasila menaungi sekaligus merepresentasikan keberagamaan Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Pancasila adalah contoh nyata dari konsensus yang bersifat publik. Dalam Pancasila, setiap ide keberagamaan bermanfaat bagi semua orang. Misalnya saja pada bunyi sila kedua ‘Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.’ Sila menunjukkan ‘ide kebaikan’ di ruang publik karena kemanusiaan yang adil dan beradab adalah impian semua orang.

Sampai saat ini, setiap manusia menginginkan keadilan yang beradab. Keadilan adalah sikap menempatkan penghormatan pada keberagaman setiap orang tanpa menyamaratakan semua orang. Keadilan adalah jawaban dari sifat intoleran dan radikalisme. Orang yang intoleran tidak mau adanya keberagaman. Mereka menuntut agar semua orang sama dengan mereka. Ini adalah bentuk ketidakadilan karena setiap manusia memiliki keberagaman masing-masing. Oleh karena itu, sila kedua adalah bukti bahwa konsensus adalah unsur penting dari Pancasila sebagai ide yang relevan di ruang publik Indonesia.

Sampai di sini, bagaimana ide demokrasi Habermas dapat bermanfaat bagi partisipasi publik orang Indonesia dalam menjaga dan merawat Pancasila sebagai spirit persatuan?

Pertama, ada tiga hal penting demokrasi deliberatif dari Jurgen Habermas yang harus selalu kita pegang teguh yaitu; diskursus, konsensus, dan ruang publik (Menoh, 2014; Magnis Suseno, 2021). Demokrasi Habermas adalah konsep yang menyatakan bahwa setiap gagasan atau ide yang ditawarkan di dalam demokrasi harus bermanfaat bagi semua orang. Ada alasan rasional yang menunjukkan bahwa usulan berdampak bagi semua orang. Misalnya pada Pancasila, kita bisa melihat bahwa Pancasila mengayomi keberagaman dan ikut dirasakan manfaatnya oleh seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, dapat kita katakan bahwa ‘diskursus Pancasila’ adalah konsensus yang bermanfaat bagi ruang publik. Di dalam Pancasila, ada ruang bagi partisipasi publik seluas mungkin.

Dalam terang demokrasi Habermas, kita kemudian dengan tegas dapat menyatakan penolakan terhadap radikalisme, intoleransi, dan berbagai isme-isme lain yang merusak ruang partisipasi publik. Radikalisme dan intoleransi, seperti ISIS dan gerakan trans-nasional, adalah dikursus yang merusak ruang publik. Dari paham-paham tadi, orang diajak untuk merusak keberagamaan yang berbuntut pada menyempitnya ruang publik bagi sebagian orang. Ideologi radikal dan intoleransi membuka ruang bagi satu golongan tertentu. Hal ini tentu tidak relevan dengan Indonesia yang memiliki keberagaman kebudayaan dan agama yang sangat luas. Indonesia memiliki kekayaan budaya dan keanekaragaman hayati yang harus terus dijaga. Oleh karena itu, Pancasila selalu menjadi konsensus penting yang tak akan tergantikan oleh paham radikal lainnya.

Kedua, demokrasi Habermas memberi ruang untuk terjadinya proses komunikasi/diskursus di ruang publik. Di Indonesia, budaya komunikasi adalah metode yang umum dipakai untuk menyelesaikan berbagai masalah. Di awal kemerdekaan, para pendiri bangsa menggunakan musyawarah dalam merumuskan dan memutuskan ide Pancasila. Musyawarah adalah salah satu bentuk diskursus tua di Indonesia yang masih terus dipakai hingga sekarang.

Dalam konteks lokal, metode serupa diskursus seperti kumpul keluarga, dialog adat, dialog antar umat beragama amat sering kita praktikan. Itu artinya, diskursus pada dasarnya adalah budaya Indonesia. Diskusus sudah menjadi tradisi dan strategi para pendiri bangsa dan masyarakat Indonesia yang digunakan untuk menyelesaikan berbagai pokok persoalan dalam relasi antar bermasyarakat.

Berdasarkan dua alasan tadi, kita melihat bahwa Demokrasi deliberatif yang ditawarkan Habermas bermanfaat bagi menjaga keutuhan dan partisipasi publik bangsa Indonesia. Sejauh, demokrasi kita selalu mengutamakan dialog dan konsensus yang bersifat publik bagi kita semua. Demokrasi deliberatif juga memberi ruang bagi suara publik tanpa memandang identitas. Demokrasi dari Habermas juga bermanfaat agar kita selalu mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan kelompok kita yang sempit dan bersifat ekslusif.

Facebook Comments