Pemuda Rohis Makin Asik Berkat Pesantren Jurnalistik

Pemuda Rohis Makin Asik Berkat Pesantren Jurnalistik

- in Narasi
2186
0

Pemuda adalah aset bangsa yang paling berharga, karena di masa mendatang, nasib bangsa ada di tangan mereka. Kemajuan teknologi telah menjadi salah satu kunci bagi maraknya penyebaran informasi, dimana banyak hal penting dapat dengan mudah digali. Namun ibarat obat yang selalu memiliki efek samping, membludaknya informasi di dunia maya tidak jarang malah kerap membuat kita pusing tujuh hingga tiga belas keliling.

Melalui dunia maya, banyak hal baik dapat disampaikan, meski tidak dapat dipungkiri ada banyak pula berita ‘selundupan’ yang malah mengajak pada kekerasan. Karenanya, sebagai generasi muda yang akan menjadi penerus bangsa, nilai-nilai perdamaian dan persaudaraan harus selalu ditanamkan.

Maarif Institute menginisiasi sebuah camp perdamaian bernama “Pesantren Jurnalistik”, dimana mereka mengumpulkan 30 rohis terbaik se-Jawa untuk mengikuti pelatihan intensif tentang jurnalisme damai selama tiga hari mulai tanggal 26-28 Juni ini. “Selama tiga hari ini kami akan memadukan antara kegiatan keagamaan yang khas nuansa Ramadhan dengan kegiatan jurnalistik sebagai bagian inti pelatihan”, ungkap ketua panitia kegiatan ini, Pipit Aidul Fitriyana.

Untuk memastikan bahwa kegiatan ini berjalan secara maksimal, pihak Maarif Institute menggandeng Dewan Pers, Aliansi Jurnalis Indonesia, Jurnalis Harian Umum Kompas, Jurnalis Harian Republika, Gerakan Islam Cinta, ICT Watch dan akademisi pemerhati media. Kegiatan ini juga didukung penuh oleh Direktorat PSMA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Aliansi Jurnalis Indonesia, dan Gerakan Islam Cinta.

Sebagaimana dijelaskan oleh Direktur Program dari Maarif Istitute, Abdullah Darraz, Kegiatan ini mengusung dua tujuan utama; pertama, membekali pelajar tentang media literacy, yakni kemampuan untuk menganalisis berbagai materi informasi yang disuguhkan melalui media online, sehingga bisa dibedakan mana produk jurnalistik dan mana yang bukan produk jurnalistik seperti berita yang mengandung fitnah atau propaganda. Kedua, memperkuat keterampilan menulis para pelajar yang kemudian digunakan sebagai media kampanye Islam damai di media, terutama media sosial.

Karenanya, selama kegiatan berlangsung, para peserta akan dibekali dengan keterampilan untuk membedakan berita-berita bohong “hoax”, pesan berantai, ataupun foto-foto yang telah direkayasa untuk kepentingan propaganda kebencian.

Para ‘santri’ jurnalitik ini kemudian diarahkan untuk mengelola sebuah portal website yang bertujuan untuk menyuarakan pandangan moderat, terbuka, dan non-sektarian,” urai Pipit lagi. “Mereka akan menjadi bagian dari keredaksian online yang mengelola portal berita online,” lanjutnya.

Bagi kita yang mendamba dan berjuang agar kedamaian dapat terus terjaga, kegiatan di atas tentu merupakan angin segar sekaligus pemacu semangat. Perdamaian dan persaudaraan masih terlalu agung untuk diluluh-lantakkan begitu saja dengan berita-berita yang berisi kebencian dan permusuhan. Keep on rolling, fellows!

Facebook Comments