Kamis 14 Januari 2016 jam 10.45 saya dikejutkan dengan sebuah informasi dari teman melalui WA (whatsapp). Informasi serangan teror dilakukab oleh sekelompok orang yang ditengarai berafiliasi dengan Islamic State. Peristiwa ini kemudian menjadi trending topic di media sosial di seluruh dunia. Peristiwa yang menguatkan solidaritas masyarakat Indonesia untuk bersama dalam hastag #KAMITIDAKTAKUT. Terorisme adalah salah satu dari musuh bersama Bangsa Indonesia selain Narkoba, Korupsi dan Kemiskinan.
Ketika itu saya sedang mengajar. Ada pertanyaan besar tehadap jalannya peristiwa Kamis kelabu kemarin yang kemudian disebut BOM THAMRIN (sebelumnya Bom Sarinah). Apa yang bisa kami lakukan untuk mencegah terulangnya kembali peristiwa teror dan mencegah menyebarnya paham radikal teroris? Karena pencegahan melalui pendidikan adalah wilayah kami sebagai guru.
Untuk mengurai hal ini penulis mencoba membuka kembali program yang pernah penulis lakukan bersama Asosiasi Guru Pengajar Agama Islam Indonesia (AGPAII) sebagai organisasi di mana penulis berkhidmat dengan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) selama tahun 2013 sampai 2015 yang lalu.
Program counter radikal terorisme yang menyasar sekolah menengah atas di beberapa provinsi tersebut menghasilkan sebuah proses sosialisasi pemahaman keagamaan yang moderat di kalangan pendidik. Selain itu program tersebut juga menguatkan sistem pencegahan dini (early warning system) tehadap paham radikal terorisme di kalangan pelajar dan pendidik.
Program ini dilakukan mengingat kelompok radikal teroris menyasar kalangan pelajar sebagai jaringan dan anggota mereka. Beberapa peristiwa pemboman sebelumnya mengkonfirmasi bahwa jaringan teroris menggunakan siswa sebagai pengantin untuk bom Hotel JW Marriot dan beberapa peristiwa lainnya. Lalu apa yang bisa dilakukan oleh pendidik dalam upaya pencegahan paham radikal terorisme?
AGPAII sebagai organisasi guru agama memiliki perhatian yang sangat besar untuk mengajarkan dan menanamkan paham keagamaan yang moderat dan toleran. Sebuah tantangan yaang besar dihadapi oleh dunia pendiddikaan di mana siswa memiliki kesempatan yang sangat besar untuk mendapat pemahaman tentang agama selain dari guru agamanya melalui jaringaan internet.
Hal ini bisa terjadi manakala siswa menghadapi “kebosanan” terhadap cara penyampaian, kemampuan menjawab problem aktual dan pilihan metode yang tidak menantang dari guru agama yang dianggap siswa tidak menarik. Sementara selain dari guru agama, siswa mendapat stimulus informasi keagamaan dari kelompok IS melalui berbagai cara, termasuk melalui jaringaan internet.
Visi menanamkan paham keagamaan yang moderat atau Islam Rahmatan Lilalamin inilah yang menjadi titik tolak AGPAII untuk mencegah menyebarnya paham radikal terorisme dan sekaligus menguatkan konstruksi nasionalisme kebangsaan Indonesia. Apa yang harus dilakukan?
Pancasila adalah Counter Radikal Teroris
Dalam konteks pencegahan paham radikal terorisme ada beberapa hal yang harus dilakukan bersama oleh dunia pendidikan. Pertama, penguatan wawasan keberagamaan Guru Agama. Paham radikal berpotensi selalu ada dan akan selalu ada dalam setiap agama.dan itu mungkin berdasarkan kepada interpretasi atas teks-teks agama yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Seperti kedalaman keilmuan agama, pemahan atas teks, pengalaman dan konteks sosial di mana penafsir tersebut berada.
Dalam konteks penguatan-penguatan keber-agama-an guru adalah memberikan kesempatan kepada guru agama khususnya untuk mendiskusikan dan mendialogkan teks-teks ajaran agama dalam berbagai pandangan. Dilandasi dengan visi ajaran Islam yang rahmatan lil alamin itulah yang sebenarnya disampaikan, ditanamkan dan diikuti oleh siswa. Karena itulah, menjadi penting guru agama memilik cara pandang yang benar dan toleran.
Kedua, pengelolaan kegiatan Rohani Islam atau ROHIS. Dilihat dari sisi usia, psikologi anggota rohis adalah kader yang sangat potensial kehausan mencari dan mengamalkan ajaran serta perspektif agama yang dianggap benar. Dalam hasrat, dorongan dan semangat menjalankan ajaran agama ini, mereka membutuhkan panutan dan nilai yang mereka yakini. Karena itulah, menjadi penting bagi sekolah, dan guru agama untuk bisa mengelola organisasi Rohis agar tidak dimanfaatkan oleh kelompok yang memiliki paham radikal teroris. Artinya sekolah dan guru agama serta pemerintah membuat atau menyepakati kriteria seorang mentor Rohis, siapa yang berhak mengelola kegiatan rohis, materi yang di berikan serta membuat kriteria perilaku atau paham yang dianggap condong terhadap suatu paham radikal. Kriteria perilaku atau paham ini sebagai pertahanan diri dan sekaligus deteksi dini terhadap masuknya paham radikal terorisme.
Langkah ketiga adalah mengajak siswa dan guru untuk sering bertemu dan berdialog dengan kelompok agama, suku atau kepercayaan lain untuk membangun pentingnya menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebab dengan semangat persatuan dan visi NKRI lah kewajiban kita menjaga Indonesia tetap damai. Pertemuan wacana budaya serta menciptakan ruang sosial yang positif antar kelompok adalah penting untuk membangun kesepahaman menjaga NKRI.
Terakhir adalah penguatan terhadap pemahaman dan interpretasi Pancasila. Mengajak guru dan siswa untuk.memahami Pancasila dengan sederhana dan dengaan caraanya memberikan manfaat yang sangat besar. Dengan pendekatan tersebut guru mampu menyisipkan nilai nilai yang ada dalam sila-sila Pancasila dalam proses pembelaajarannya. Pendekatan ini juga memungkinkan Pancasila sebagai sebuah ideologi dan dasar negara bisa terimplementasi dalam proses pendidikan.
Memahami Pancasila dengan pendekatan yang sesuai dengan siswa penting dilakukan untuk mengenalkan Pancasila lebih dini. Tag line yang bisa dibuat adalah “memahami Pancasila dengaan caraku” adalah salah. Satu model pendekatan yang bisa di berikan kepada siswa. Memahami Pancasila dengan caraku adalah mendorong siswa untuk menggali, mendialogkan dan mendiskusikan Isu-isu aktual dan mencoba memahaminya dalam konteks nilai-nilai Pancasila. Sebagai contoh untuk memahami nilai-nilai pada sila pertama Pancasila, siswa bisa mendiskusikan tentang kasus bom Thamrin. Kasus ini juga bisa dihubungkan sikap keadabaan.sebagai seorang manusia Indonesia. dan tentu masih banyak contoh dan pendekatan lainnya.
Sekali lagi penulis menegaskan bahwa apa yang disampaikan dalam tulisan ini sebagai bagian dari upaya untuk melakukan pencegahan paham radikal terorisme masuk ke dalam dunia pendidikan. Upaya pencegahan menjadi penting melihat massifnya aksi-aksi radikal terorisme belakangan ini. Sebab paham radikal terorisme adalah paham yang berbahaya untuk kelangsungan eksistensi sebuah bangsa, mengikis nasionalisme dan sama bahayanya dengan narkoba dan perilaku koruptif. Karena itu mari bergandeng tangan cegah paham radikal terorisme. Wallahu alam.