Preman Berkedok Ormas; Fenomena Hiperkriminalitas di Ruang Publik

Preman Berkedok Ormas; Fenomena Hiperkriminalitas di Ruang Publik

- in Narasi
12
0
Preman Berkedok Ormas; Fenomena Hiperkriminalitas di Ruang Publik

Dibakarnya mobil polisi oleh oknum anggota ormas adalah alarm warning bagi kita semua. Bahwa keberadaan ormas memang kian meresahkan. Memang, ada ormas yang punya kontribusi positif bagi bangsa dan negara. Misalnya ormas keagamaan seperti Muhammadiyah atau Nahdlatul Ulama yang aktif memberdayakan umat dalam hal pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.

Namun, ada pula ormas yang lebih sering membawa mudarat bagi publik ketimbang manfaat. Mereka lebih layak disebut sebagai preman berkedok ormas. Istilah ini tidak berlebihan mengingat sepak terjangnya selama ini yang lebih banyak meresahkan masyarakat. Mulai dari melakukan pungli, melakukan pemerasan pada pelaku usaha, mengganggu ketertiban umum, bahkan berani melawan aparat keamanan.

Fenomena preman berkedok ormas ini menjadi fenomena yang marak di era Pasca Reformasi. Mereka memanfaatkan sistem demokrasi yang memberikan jaminan kebebasan berorganisasi bagi masyarakat. Meminjam istilah Yasraf Amir Piliang, keberadaan preman berkedok ormas ini merupakan representasi dari fenomena hiperkriminalitas di ranah ekonomi, politik, dan sosial.

Hiperkriminalitas adalah fenomena ketika aksi kriminal sampai pada batas yang berlebihan. Aksi kriminal dilakukan terang-terangan, di siang hari bolong, di ruang publik yang bisa dipantau siapa pun, bahkan kerap kali direkam dan di unggah di sosmed. Hiperkriminalitas juga merujuk pada aksi kriminal dimana pelakunya tidak lagi individual, melainkan lembaga atau organisasi yang memiliki struktur kepengurusan rapi, bahkan memiliki izin dan terdaftar secara resmi.

Fenomena hiperkriminalitas ini merambah di nyaris semua sisi kehidupan. Mulai dari ranah ekonomi, sosial, hukum, politik, dan keagamaan. Di ranah ekonomi, fenomena kriminalitas mengemuka pada keberadaan para preman berkedok ormas yang menguasai wilayah-wilayah tertentu dengan maksud mengambil keuntungan finansial.

Para preman berkedok ormas ini menguasai pasar, terminal, dan sejumlah fasilitas umum. Mereka memungut sejumlah uang pada pedadang, supir, atau pelaku usaha lainnya dengan dalih pengamanan. Dalam banyak hal, perilaku seperti ini banyak meresahkan para pelaku usaha. Bahkan, pada titik tertentu keberadaan preman berkedok ormas yang menjamur itu menjadi penghambat bagi perkembangan ekonomi.

Di ranah hukum, hiperkriminalitas mewujud pada perilaku tidak taat hukum bahkan melawan aparat keamanan yang ditunjukkan oleh oknum ormas. Seperti terjadi belakangan ini ketika sejumlah oknum ormas membakar mobil anggota kepolisian. Perilaku tersebut menandai bahwa kriminalitas telah melampaui batasan yang dapat dicerna dengan logika.

Di ranah politik, fenomena hiperkriminalitas tampak pada mobilisasi kelompok ormas dalam gerakan politik praktis seperti Pilpres, Pileg, maupun Pilkada. Sudah menjadi rahasia umum bahwa ormas kerap dilibatkan sebagai mesin politik bagi partai politik atau kandidat calon pemimpin. Sebenarnya hal ini sah-sah saja. Namun, tidak jarang keterlibatan ormas dalam politik praktis itu kerap diwarnai oleh sejumlah penyelewengan. Mulai dari politik identitas, sampai mobokrasi (pengerahan massa untuk tujuan intervensi dan intimidasi).

Di ranah keagamaan, hiperkriminalitas mewujud pada perilaku sejumlah ormas yang merasa dirinya adalah polisi moral. Mereka melakukan aksi-aksi sweeping dan razia terhadap penyelewengan moral di masyarakat. Terutama terkait peredaran alkohol dan perzinahan. Tidak jarang mereka juga mengintimidasi kelompok minoritas non-muslim. Cara-cara seperti ini kian menyuburkan praktik intoleransi dan pada akhirnya justru merusak tatanan kebangsaan.

Hiperkriminalitas yang disponsori oleh preman berkedok ormas adalah tantangan serius bagi bangsa. Di ranah ekonomi, keberadaan preman berkedok ormas menjadi hambatan bagi pembangunan. Di ranah politik, hiperkriminalitas menjadi tantangan serius bagi demokratisasi. Sedangkan di ranah keagamaan, hiperkriminalitas menjadi momok bagi kerukunan umat beragama.

Fenomena hiperkriminalitas yang dilakukan oleh preman berkedok ormas ini bisa dicegah dengan berbagai langkah. Pertama, penguatan lembaga dan aparat keamanan, terutama kepolisian. Sebagai garda terdepan pemberantasan kriminalitas, kepolisian harus memiliki marwah dan wibawa di hadapan masyarakat. Itu artinya, kepolisian tidak boleh kalah oleh para preman berkedok ormas. Apalagi sampai melindungi mereka.

Kedua, pemerintah tidak perlu ragu menindak para preman berkedok ormas. Sikap lunak hanya akan membuat mereka semaki jemawa. Penegakan hukum yang tegas kiranya akan membawa efek jera bagi pelaku. Sekaligus mengirim pesan bahwa negara tidak akan kalah oleh para preman.

Ketiga, pentingnya membangun kesadaran di kalangan masyarakat untuk tidak lagi megglorifikasi preman berkedok ormas sebagai pahlawan. Kerap kali, sebagian masyarakat masih menganggap ormas sebagai penolong atau pahlawan bagi kaum tertindas. Padahal, realitanya tidak demikian. Para preman berkedok ormas itu hanya membela kepentingan kelompoknya sendiri.

Keberadaan preman berkedok ormas tidak diragukan telah merusak citra ormas yang sesungguhnya. Ormas yang selama ini aktif melakukan kerja-kerja sosial-kemasyarakatan pun ikut tercoreng citranya. Tentu masih banyak ormas yang memang berperan sesuai fungsinya, yakni sebagai mitra strategis pemerintah dalam membangun bangsa. Tentu, kita patut mendukung ormas yang bekerja sesuai khittahnya tersebut.

Citra ormas sebagai mitra pemerintah dan penonolong masyarakat harus dipulihkan. Caranya tentu saja dengan menganulir gerakan preman berkedok ormas. Premanisme dengan dalih apa pun harus diberatas dari ruang publik kita.

Facebook Comments