Menuju awal tahun 2024, indeks terorisme terus mengalami penurunan. Tercatat di tahun 2023, potensi terjadinya terorisme terus mengalami penurunan. Recap indeks potensi serangan terorisme pada tahun 2023 menurun sekitar 56%, jika dibandingkan dengan tahun 2022. Hal ini menjadi pertanda baik untuk kelangsungan pemberantasan terorisme di Indonesia.
Meskipun indeks terorisme mengalami penurunan, namun tidak menutup kemungkinan terorisme akan mengalami peningkatan kembali. Apalagi ditambah beberapa tantangan yang semakin nyata di tahun 2024, seperti halnya kontestasi Pemilu 2024, Konflik Israel-Palestina, isu senimen etnis, dan beberapa konflik kemanusiaan yang mungkin saja beredar.
Maka ada 3 hal yang harus digarisbawahi dari fenomena turunnya indeks terorisme di tahun 2023. Pertama, penurunan indeks potensi terorisme tidak selalu menunjukkan penurunan ideologi ekstrem dalam masyarakat. Mungkin saja, kelompok teroris sedang merencanakan kegiatan rahasia atau mengadopsi strategi baru yang sulit terdeteksi. Dalam konteks ini, penurunan tersebut seharusnya dianggap sebagai tantangan baru dalam memahami perkembangan dinamika terorisme.
Kedua, pergeseran fokus dari tindakan teror langsung ke serangan siber merupakan ancaman yang signifikan dan tidak boleh dianggap remeh. Di era kecerdasan buatan seperti sekarang, taktik gerilya terorisme beralih ke dunia maya untuk menargetkan infrastruktur, pemerintahan, bahkan masyarakat digital. Ketiga, dampak pandemi masih menjadi pemicu potensial. Ketegangan horizontal yang muncul akibat krisis ekonomi dan ketidakpastian sosial memberikan peluang bagi indoktrinasi.
Waspada Konten Radikal di Dunia Maya
Yang harus diperhatikan adalah dunia maya yang makin dijadikan lumbung untuk memupuk laju terorisme. Hal ini senada dengan temuan data dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) menemukan adanya 2.670 konten radikal yang terindikasi menyebarkan propaganda radikalisme dan terorisme sepanjang 2023. Temuan ini ditindaklanjuti oleh BNPT RI dengan menghapus 1.992 konten digital yang terindikasi materi intoleransi, radikal, dan ekstremisme.
Beberapa aplikasi media sosial yang biasanya digunakan adalah Facebook dan Instagram. Konten yang digunakan oleh kelompok radikal biasanya disasarkan kepada Gen Z, yang oleh mereka nanti akan menjadi anggota aktif menyebarkan konten di media sosial. Dan dengan adanya mereka di kubu kelompok radikal, maka penyebaran radikalisme semakin meluas.
Mengingat dampak besar yang dapat ditimbulkan oleh propaganda radikalisme di dunia maya, kerja sama antara pemerintah, lembaga intelijen, dan platform media sosial sangat penting. Perlu dikembangkan langkah-langkah yang efektif dalam mendeteksi, melaporkan, dan mengatasi konten yang berpotensi merugikan. Selain itu, edukasi masyarakat, khususnya Generasi Z, tentang bahaya radikalisme online juga harus diperkuat untuk membangun keberdayaan mereka terhadap propaganda yang dapat meracuni pemikiran.
Keberlanjutan tindakan pencegahan terorisme di dunia maya juga menuntut regulasi yang memadai dan adaptasi cepat terhadap perkembangan teknologi. Pemerintahan dan lembaga terkait perlu memiliki kebijakan yang proaktif dalam menanggapi perubahan perilaku dan taktik kelompok radikal di dunia maya. Dengan demikian, langkah-langkah preventif dapat terus diperkuat untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat secara online maupun offline.
Langkah Nyata Memberantas Terorisme di Tahun 2024
Di tahun 2024, upaya memberantas terorisme memerlukan langkah-langkah nyata dan terukur untuk menjaga keamanan dan ketertiban dunia. Pemerintah dan lembaga keamanan harus memprioritaskan kerjasama internasional dalam pertukaran informasi intelijen. Kolaborasi ini menjadi krusial untuk mengidentifikasi dan menanggapi ancaman terorisme secara efektif, terutama dalam menghadapi kelompok-kelompok yang semakin canggih dalam menggunakan teknologi dan media sosial untuk merencanakan aksinya.
Penguatan keamanan siber juga merupakan langkah penting mengingat pergeseran terorisme ke dunia maya. Pemerintahan di seluruh dunia harus bekerja sama dengan sektor swasta dalam mengembangkan kebijakan dan teknologi keamanan siber yang mampu mendeteksi, mencegah, dan menanggapi serangan siber teroris. Peran ahli keamanan siber menjadi semakin penting dalam mengantisipasi taktik yang terus berkembang dari kelompok teroris.
Pendidikan dan pemberdayaan komunitas juga harus menjadi fokus utama dalam upaya memberantas terorisme. Membangun kesadaran masyarakat tentang bahaya radikalisme, ekstremisme, dan intoleransi adalah kunci untuk mencegah rekrutmen dan penyebaran ideologi berbahaya. Program pendidikan yang mendalam dan inklusif dapat membentuk generasi yang tangguh dan tahan terhadap propaganda terorisme.
Pemberdayaan dalam hal ini juga mencakup peningkatan akses masyarakat terhadap sumber daya ekonomi dan pendidikan. Krisis ekonomi dan ketidakpastian sosial dapat menjadi faktor pemicu bagi potensi terorisme. Oleh karena itu, langkah-langkah konkret dalam menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan sosial, dan mengurangi disparitas ekonomi dapat menjadi solusi yang efektif dalam menanggulangi akar penyebab terorisme.