Suara Damai dari Pilar Bangsa: Peran Krusial Ormas Mengamplifikasi Moderasi

Suara Damai dari Pilar Bangsa: Peran Krusial Ormas Mengamplifikasi Moderasi

- in Narasi
8
0
Suara Damai dari Pilar Bangsa: Peran Krusial Ormas Mengamplifikasi Moderasi

Dalam berbagai epos dan hikayat peradaban, seringkali dikisahkan bagaimana nasib sebuah masyarakat ditentukan oleh kelompok-kelompok di dalamnya. Ambil contoh Mahabharata, di mana narasi kebenaran (dharma) yang diusung Pandawa harus berjuang keras melawan kekuatan besar Korawa yang penuh muslihat.

Kemenangan Pandawa, meski diraih dengan susah payah, menunjukkan bahwa suara kebenaran dan kebaikan, jika diartikulasikan dan diperjuangkan secara kolektif, dapat mengalahkan kekuatan destruktif, sekalipun tampak dominan. Analogi ini bergema kuat dalam konteks Indonesia modern, di mana Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) memegang peran vital. Mereka bisa menjadi penyambung lidah kebaikan dan moderasi, atau sebaliknya, membiarkan narasi perpecahan mendominasi.

Peran Ormas dalam mengamplifikasi pesan damai merupakaan sebuah tugas krusial untuk memberdayakan mayoritas masyarakat yang kerap kali diam (silent majority) dalam menghadapi gelombang intoleransi dan ekstremisme.

Organisasi Kemasyarakatan di Indonesia, dalam segala bentuk dan warnanya, adalah fondasi penting masyarakat sipil. Mereka berfungsi sebagai wadah aspirasi, agen perubahan sosial, mitra kritis pemerintah, dan penjaga nilai-nilai luhur bangsa.

Di era digital yang penuh disrupsi informasi, tantangan polarisasi sosial, maraknya berita bohong (hoax), dan menguatnya politik identitas, peran Ormas menjadi semakin mendesak. Mereka tidak lagi hanya berperan dalam advokasi kebijakan atau pelayanan sosial konvensional, tetapi juga sebagai benteng pertahanan nilai-nilai kebangsaan seperti toleransi, gotong royong, dan Bhinneka Tunggal Ika. Keaktifan dan arah gerak Ormas sangat menentukan sehat atau tidaknya iklim sosial dan demokrasi di negeri ini.

Salah satu fenomena mengkhawatirkan di era ini adalah apa yang sering disebut sebagai silent majority. Ini merujuk pada kondisi di mana sebagian besar masyarakat yang sesungguhnya menganut pandangan moderat, cinta damai, dan toleran, cenderung pasif atau tidak bersuara di ruang publik. Sebaliknya, kelompok-kelompok kecil yang vokal menyuarakan pandangan ekstrem, intoleran, atau provokatif, seringkali mendominasi diskursus, terutama di media sosial.

Dominasi suara minoritas vokal ini bisa menciptakan persepsi keliru seolah-olah pandangan mereka mewakili mayoritas, atau setidaknya merupakan kekuatan yang signifikan dan terus berkembang. Keheningan mayoritas moderat ini, meski mungkin tidak disengaja, secara tidak langsung memberi ruang bagi narasi negatif untuk tumbuh subur dan memengaruhi opini publik.

Di sinilah peran strategis Ormas menjadi sangat krusial: sebagai pengeras suara (amplifier) bagi pesan-pesan damai dan moderasi. Ormas, dengan struktur organisasi, jaringan anggota yang luas, dan sumber daya yang dimiliki, memiliki kapasitas unik untuk melawan fenomena silent majority ini. Pertama, Ormas dapat secara aktif menciptakan dan menyebarkan kontra-narasi yang positif dan menyejukkan.

Melalui seminar, lokakarya, publikasi, kampanye media sosial, hingga dakwah atau penyuluhan, Ormas dapat secara sistematis mempromosikan nilai-nilai persaudaraan, saling menghargai perbedaan, dan pentingnya persatuan nasional. Pesan-pesan ini harus dikemas secara kreatif dan relevan agar mudah diterima oleh berbagai lapisan masyarakat.

Kedua, Ormas dapat menjadi platform bagi suara-suara moderat untuk tampil ke depan. Dengan menyelenggarakan dialog lintas iman atau lintas budaya, forum diskusi publik, atau memberikan ruang bagi tokoh-tokoh moderat untuk berbicara, Ormas membantu menunjukkan bahwa pandangan damai dan toleran itu ada, kuat, dan didukung oleh banyak pihak. Ini penting untuk membangun kepercayaan diri di kalangan mayoritas yang diam, mendorong mereka untuk tidak lagi ragu menyuarakan pandangan moderat mereka.

Aksi-aksi nyata seperti bakti sosial bersama antar kelompok berbeda, perayaan hari besar keagamaan yang inklusif, atau advokasi kebijakan yang melindungi kelompok minoritas, adalah bentuk amplifikasi pesan damai yang sangat efektif karena bersifat konkret dan kasat mata.

Ketiga, Ormas dapat memainkan peran edukasi publik tentang literasi digital dan berpikir kritis. Mengingat medan pertempuran narasi saat ini banyak terjadi di dunia maya, membekali masyarakat dengan kemampuan untuk memilah informasi, mengenali hoaks, dan tidak mudah terprovokasi oleh konten negatif adalah bagian penting dari upaya menangkal radikalisme dan intoleransi. Ormas kepemudaan, pendidikan, atau keagamaan memiliki posisi strategis untuk menjalankan program-program literasi digital ini hingga ke tingkat akar rumput.

Urgensi peran Ormas dalam mengamplifikasi pesan damai ini tidak bisa ditawar lagi. Membiarkan narasi kebencian dan perpecahan mendominasi ruang publik sama saja dengan membiarkan fondasi kebangsaan kita tergerus. Indonesia dibangun di atas keberagaman, dan merawat keberagaman itu membutuhkan kerja aktif dari seluruh komponen bangsa, terutama Ormas sebagai pilar masyarakat sipil. Kegagalan dalam memainkan peran ini dapat berakibat pada meningkatnya gesekan sosial, diskriminasi, bahkan potensi konflik kekerasan yang mengancam keutuhan NKRI.

Sebagai kesimpulan, Ormas di Indonesia mengemban tugas sejarah yang sangat penting di era ini. Lebih dari sekadar menjalankan fungsi tradisionalnya, Ormas kini dituntut untuk menjadi garda terdepan dalam mengamplifikasi suara kedamaian, toleransi, dan persatuan.

Dengan secara proaktif menyuarakan narasi positif, menyediakan platform bagi kaum moderat, dan mengedukasi publik, Ormas dapat memberdayakan silent majority untuk bersama-sama melawan arus intoleransi dan ekstremisme. Hanya dengan kerja kolektif dan kesadaran akan peran urgen inilah, Ormas dapat membantu memastikan bahwa Indonesia tetap menjadi rumah yang ramah dan damai bagi seluruh warganya, sesuai dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika.

Facebook Comments