Dari total populasi Indonesia saat ini yang berjumlah 276,4 juta, menurut Digital 2023 Indonesia – We are Social sebanyak 77% atau 212,9 juta merupakan pengguna internet dan sebanyak 60,4% atau 167 juta orang merupakan pengguna media sosial yang aktif. Jumlah pengguna internet yang semakin tinggi tersebut tentu memiliki dampak positif dan negatif, diantaranya adalah potensi ekonomi yang mendukung kemajuan Indonesia.
Menurut studi Google Temasek, Bain & Company, nilai ekonomi digital Indonesia pada tahun 2022 sebesar USD 77 miliar atau tumbuh 22% (yoy) dan diprediksi akan meningkat hampir 2 kali lipat hingga USD 130 miliar pada tahun 2025. Untuk mengimbangi antara potensi ekonomi digital dan bonus demografi, pemerintah juga telah berupaya mengatasi tantangan kesenjangan dalam literasi dan keterampilan digital melalui berbagai program seperti Program Kartu Prakerja, Gerakan Nasional Literasi Digital, Digital Talent Scholarship, Digital Leadership Academy, hingga Sea Labs Academy.
Program-program pemerintah lintas kementerian itu merupakan upaya membekali generasi muda Indonesia untuk dapat ambil bagian dalam memanfaatkan internet yang semakin berkembang dan menawarkan potensinya untuk Indonesia dan dunia melalui jaringan internet global. Dengan adanya internet, peluang kerja generasi muda Indonesia tidak hanya terbatas di dalam negeri saja tetapi mampu meluas hingga mancanegara. Hal ini telah terbukti dengan semakin banyaknya generasi muda Indonesia yang mampu menawarkan produk digitalnya hingga luar negeri seperti menjual desain, lagu, hingga produk barang dari Indonesia.
Misinformasi, Disinformasi, dan Malinformasi
Namun, bak keping uang yang memiliki dua sisi, internet dan media sosial juga memiliki dampak negatif, salah satunya adalah penyebaran hoax atau informasi sesat: misinformasi, disinformasi, dan malinformasi. Menurut Panduan Melawan Hasutan Kebencian (2019), secara sederhana, misinformasi berarti salah informasi. Informasinya sendiri salah, tapi orang yang menyebarkannya percaya bahwa informasi itu benar. Penyebaran informasi dilakukan untuk tujuan baik alias tak ada tendensi untuk membahayakan orang lain.
Berbeda dengan misinformasi, dalam disinformasi si penyebar informasi tahu kalau informasinya memang salah. Namun sengaja disebarkan untuk menipu, mengancam, bahkan membahayakan pihak lain. Sementara itu dalam malinformasi, informasinya sebetulnya benar. Sayangnya, informasi itu digunakan untuk mengancam keberadaan seseorang atau sekelompok orang dengan identitas tertentu. Malinformasi bisa dikategorikan ke dalam hasutan kebencian. Targetnya bisa pemeluk agama minoritas atau mereka yang memiliki orientasi seksual berbeda.
Hoax atau informasi sesat di Indonesia adalah masalah serius yang telah menjadi perhatian masyarakat, pemerintah, dan media dalam beberapa tahun terakhir. Hoak atau informasi sesat dapat dengan mudah menyebar melalui berbagai platform media sosial, pesan instan, dan situs web yang kurang dapat dipercaya. Hal ini dapat menyebabkan dampak negatif yang signifikan, seperti kepanikan publik, perpecahan sosial, dan kerugian ekonomi.
Beberapa faktor yang menyebabkan maraknya data hoax di Indonesia adalah:
- Keterbatasan literasi digital: Banyak orang di Indonesia belum memiliki literasi digital yang memadai untuk membedakan informasi yang benar dari yang palsu. Ini membuat mereka lebih rentan terhadap penyebaran hoax.
- Ketidakpercayaan terhadap media tradisional: Sebagian masyarakat mulai meragukan media tradisional dan lebih mengandalkan sumber informasi yang tidak terverifikasi, seperti grup WhatsApp dan media sosial.
- Motivasi politik dan ekonomi: Beberapa pihak dengan motif politik atau ekonomi tertentu sengaja menyebarkan hoax untuk mencapai tujuan tertentu, seperti mempengaruhi pemilihan umum atau menguntungkan bisnis mereka.
- Kurangnya regulasi: Regulasi terkait penyebaran hoax masih terbatas dan sulit diterapkan secara efektif di dunia maya. Ini membuat penyebaran hoax menjadi lebih mudah.
Untuk mengatasi masalah hoax di Indonesia, perlu upaya bersama dari pemerintah, media, dan masyarakat. Langkah-langkah yang dapat diambil diantaranya adalah: Peningkatan literasi digital melalui pendidikan dan kampanye publik, masyarakat dapat diajarkan untuk lebih kritis dalam memeriksa kebenaran informasi sebelum membagikannya; Pemerintah perlu mengembangkan regulasi yang memadai untuk mengatasi penyebaran hoax dan memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku penyebaran hoax; Media harus berperan aktif dalam memverifikasi informasi sebelum mempublikasikannya dan menghindari sensasionalisme; Platform media sosial juga perlu berperan dalam mengidentifikasi dan menghapus konten hoax serta membatasi penyebaran informasi palsu. Dengan upaya bersama dari semua pihak, diharapkan masalah hoax di Indonesia dapat diatasi, dan masyarakat dapat lebih mampu menghadapi tantangan informasi palsu di era digital ini.