Tahun 2045, Indonesia akan mencapai ulang tahun yang ke 100. Kita menyebutnya sebagai Indonesia emas. Indonesia emas adalah tahap ketika anak-anak muda saat ini, yaitu generasi Z dan Alpha mencapai puncak kariernya. Diharapkan, pada masa Indonesia emas banyak orang Indonesia telah menciptakan banyak produk dan ilmu pada berbagai bidang seperti teknologi, ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya.
Tak dapat dipandang enteng, penguatan komitmen anti kekerasan bagi gen z dan alpha juga penting untuk digelorakan. Kementerian Agama pun pada tahun lalu, 2023, mengambil langkah penguatan karakter melalui Buku Saku Moderasi Beragama bagi Gen Z. Buku tersebut berisi pedoman dan petunjuk bertumbuh menjadi generasi yang toleran dan moderat.
Berbagai media nasional juga bergerak melakukan penguatan literatur perdamaian seperti jalan damai yang diterbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Banyak media-media penting lain juga seperti islami.co, gusdurian.net, nu-online, website Kemenag, dan lain sebagainya. Media-media tersebut berjuang menyebarkan narasi damai bagi publik untuk mencapai Indonesia Emas.
Melihat pentingnya penguatan komitmen anti kekerasan generasi z dan alpha, saya menguraikan dan menawarkan tiga jalan untuk mencapai Indonesia Emas. Utamanya, bentuk penguatan jalan anti kekerasan. Sebagai pemuda yang masuk dalam kategori gen Z, saya memahami kendala anak-anak saat ini oleh karena itu saya memahami jalan keluar seperti apa yang penting kita galakkan demi mencapai Indonesia Emas 2045.
Jalan Literasi (Digital)
Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Prof. Suyitno, mengatakan Buku Saku Moderasi Beragama bagi Generasi Z sudah cukup memadai. Namun beliau meyakini bahwa buku saku hanyalah satu model dari literasi yang ada. Berbagai model literasi digital juga perlu diperbanyak. Jalan literasi digital dapat ditempuh melalui kehadiran media kampanye anti kekerasan seperti contohnya jalandamai.org, gusdurian.net, katolik.org, dan berbagai media digital lainnya.
Menurut Prof. Suyitno, anak-anak muda saat ini sangat menguasai teknologi digital. Oleh karena itu, melibatkan peran anak muda sebagai duta perdamaian menjadi penting. Menurut saya, pandangan Prof. Suyitno benar adanya. Anak-anak muda saat ini lebih akrab dengan suara media daripada kelompok di dunia realitas. Jalan digital, pendidikan dunia maya menjadi penting untuk meningkatkan kualitas karakter generasi z dan alpha untuk menyadari dan mempelajari pendidikan perdamaian melalui bantuan teknologi digital.
Jalan Pendidikan
25 April 2024, Prof. Dr. Mustofa Kamil menulis sebuah artikel menarik berjudul Pendidikan Tinggi, Gen Z dan Metaverse. Dalam artikel itu, Prof. Mustofa mengatakan bahwa perguruan tinggi memiliki peran penting dalam mempersiapkan gen z berpikir dalam skala global (metaverse). Dunia saat ini saling terhubung dan terkait satu sama lain, sebagai akibat langsung dari globalisasi.
Menjadi generasi emas berarti mampu melihat tantangan dunia dan menyikapinya seperti isu perubahan iklim (climate change) dan politik global. Sampai saat ini, isu Palestina masih menjadi perhatian kita. Isu tersebut berpengaruh langsung pada relasi dan mental generasi Z dan alpha saat ini. Oleh karena itu, perguruan tinggi perlu menggalakkan pendidikan anti kekerasan bagi generasi z. Pendidikan tersebut dapa hadir melalui berbagai bentuk seperti pendidikan tertulis dan literasi digital.
Menurut saya, penekanan penting dari Dr. Mustofa adalah pemanfaatan sistem pendidikan pada berbagai lini, mulai dari keluarga, sekolah, pemerintah, dan masyarakat. Ana generasi z dan alpha tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri, kami membutuhkan tuntunan banyak pihak melalui banyak media, termasuk kebijakan dan peran perguruan tinggi.
Oleh karena itu, kalimat penting dari Dr. Mustofa bahwa ‘pendidikan menyediakan cara pandang dan pola tindakan yang tepat bagi anak muda untuk menyambut Indonesia Emas 2045.’ Kalimat tersebut menegaskan bahwa pendidikan juga berperan penting bagi penguatan komitmen anti kekerasan bagi anak muda untuk siap menjadi motor perubahan Indonesia di 2045.
Jalan Mobilisasi Gerakan
Yang terakhir, saya menawarkan mobilisasi gerakan. Kita sekarang hidup di zaman kolaborasi. Orang bekerja sama untuk mencapai sebuah tujuan. Sebagai contoh, bidang ilmu sekarang bergerak dalam model interdisipliner. Artinya, dunia tidak lagi dipahami dalam satu kacamata saja. Oleh karena itu, peran pendidikan anti kekerasan mesti melibatkan banyak pihak.
Dalam pengalaman dari kota pendidikan Jogjakarta, saya melihat bahwa mobilisasi gerakan anak muda menjadi kekuatan utama menekan angka kekerasan di Jogjakarta. Di kota Jogja, hadir berbagai organisasi anak muda yang bergerak pada isu relasi umat beragama seperti Gusdurian dan YIPC, Srikandi Lintas Iman. Jadi, kolaborasi antar organisasi anak muda menjadi penting untuk mendukung penguatan komitmen anti kekerasan bagi generasi z dan alpha demi mencapai Indonesia Emas 2045.