Ulama Sejati Berani Melawan Pandemi; Belajar dari Gus Mus hingga Buya Syafii

Ulama Sejati Berani Melawan Pandemi; Belajar dari Gus Mus hingga Buya Syafii

- in Narasi
1062
0
Ulama Sejati Berani Melawan Pandemi; Belajar dari Gus Mus hingga Buya Syafii

Akhir Juni 2021, covid-19 di Indonesia semakin naik. Berdasarkan laman Kemenkes RI, kasus harian per-27 Juni bertambah 21.342 orang dan angka positif menjadi 2.115.304. Angka kesembuhan 1.850.481, dengan kenaikan 8.021. Beberapa yang meninggal bertambah 409 menjadi 57.138.

Angka-angka tersebut beranjak naik dengan varian baru, varian delta. Pandemi ini masih menjadi perhatian kita semua. Seberapa serius negara dan masyarakat menghadapi pandemi ini.

Meskipun covid-19 di Indonesia sudah berjalan 16 bulan, tapi asumsi masyarakat tentang pandemi ini masih beragam. Ada yang masih beranggapan bahwa pandemi adalah hal biasa, ada yang menganggap pandemi adalah persoalan serius, dan ada yang pro atau kontra terhadap vaksinasi.

Di awal tahun 2020 kita semua menyaksikan bagaimana narasi berkelindan di masyarakat tentang pandemi. Ada yang hingga beranggapan covid-19 adalah konspirasi. Selain itu, ada pula yang beranggapan serangan biologis dari negara asing.

Dari beberapa anggapan yang bergulir, kasus covid-19 semakin naik. Angka kematian akibat covid-19 juga naik. Sebagaimana penjelasan Tompi dalam acara Mata Najwa yang mengisahkan bagaiman seorang anak berstatus dokter yang tidak bisa berbuat apa-apa pada ibunya yang sedang terkena covid-19 hingga meninggal.

Selain kematian yang menimpa ibu Tompi, banyak juga beredar kabar kiai, ulama, atau tokoh agama di Indonesia terpapar covid-19, dan beberapa hingga meninggal dunia. Beberapa kasus covid yang melanda pondok pesantern juga tidak kalah hebohnya. Serta, covid yang masuk ke beberapa sendi kehidupan masyarakat bawah.

Peraturan demi peraturan pun sudah dibuat oleh negara guna menanggulangi pembeludakan kasus ini, meskipun masih ada kelonggaran. Vaksinasi merupakan langkah kongkrit di tengah pandemi ini, terlepas apakah vaksin impor dan lainnya. Negara mencoba memfasilitasi itu semua.

Memang, kita belum bisa melawan pandemi ini dengan senjata biologis yang kita buat. Tapi, apakah kita akan membiarkan banyak orang mati sia-sia dimakan pandemi? Tentu tidak kan. Kita tidak sedang kalah, kita hanya belum sempat menang dalam melawan pandemi dan membuat vaksin.

Sebagaimana kata Pram, “Minimal kita sudah melawan dengan sebaik-baiknya dan sehormat-hormatnya.” Banyak ulama atau kiai yang gencar mengampanyekan gerakan melawan pandemi ini, di antaranya adalah KH. Mustofa Bisri dan Buya Syafii Maarif.

Di momen seperti ini nasihat-nasihat bijak dan damai ala ulama atau kiai sangatlah dibutuhkan. Ulama adalah pawang dari kemaslahatan dan kedamaian bangsa. Jikalau, ulama hanya berdiam diri melihat situasi sulit ini, maka masyarakat pun akan linglung dan kehilangan arah.

Beberapa ulama nusantara yang giat menyuarakan dan mengajak masyarakat dalam meningkatkan kewaspadaan terhadap pandemi ini adalah KH. Mustofa Bisri, alias Gus Mus. Pada postingan instagramnya @gusmusofficial tertanggal 18 Juli 2020 dengan foto memakai masker, Ia mengatakan bahwa saya menghormati dan menyayangi Anda, maka saya memakai masker.

Selain itu, yang terupdate, beberapa hari lalu, 25 Juni 2021, Gus Mus kembali mengupload sebuah quote dengan foto menggunakan masker. Pesannya mengutip dawuh Sayyidina Umar bin Khattab ialah aku tidak pernah sekali pun menyesali diamku, tapi berkali-kali aku menyesali bicaraku.”

Kutipan Gus Mus yang terakhir mengajak kita berefleksi atas apa yang kita ucapkan. Apakah ucapan kita atas asumsi, misalnya tentang covid-19 dengan wacana konspirasi dan peremehannya sudah layak? Itu bisa menjadi refleksi kita semua.

Tidak hanya Gus Mus, ulama dan punggawa Muhammadiyah Buya Syafii Maarif atau yang akrab disapa Buya Syafii juga ikut berperang melawan pandemi. Berdasarkan postingan di akun instagramnya @buyasyafii tertanggal 20 Juni 2021 tertulis: Para sahabat yang budiman. Karena serangan covid-19 semakin dahsyat, mohon tingkatkan kewaspadaan yang lebih tinggi lagi. Negara sudah hampir kewalahan, rumah sakit sudah tidak bisa menampung pasien lagi. Musibah ini memang luar biasa sekali. Kita tidak tahu apa rencana Tuhan di balik cobaan yang sangat menakutkan ini.

Ditambah pada 4 hari lalu, 24 Juni 2021, Buya Syafii juga berpesan, “Hidup harus bermakna, bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga orang lain. Sebagai tanggung jawab sosial dan kemanusiaan.”

Belajar dari Gus Mus dan Buya Syafii pasti kita akan tercerahkan. Bahwa pandemi ini adalah musibah yang harus ditangani dengan pikiran terbuka dan hati yang lapang. Pandemi ini mengajak manusia untuk sadar, bertanggung jawab, dan meningkatkan rasa kemanusiaan satu sama lain.

Oleh karenanya, di situsi seperti ini kita butuh banyak ulama atau kiai yang ikut menyuarakan kewaspadaan terhadap pandemi. Masyarakat juga harus bergandeng tangan lebih untuk saling mengingatkan dan meningkatkan kewaspadaan. Karena dengan itu kemaslahatan dan keselamatan akan tercapai. Sebagaimana visi islam yang memberikan rahmat untuk semua makhluk.

Facebook Comments