Yang Diskriminatif adalah yang Jahiliyah

Yang Diskriminatif adalah yang Jahiliyah

- in Narasi
3
0
Yang Diskriminatif adalah yang Jahiliyah

Islam melarang sikap diskriminasi, hal ini tercermin dalam firman Allah pada ayat ke-13 surat al-Hujurat:

Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.

Suku-suku dan bangsa-bangsa yang berbeda diciptakan oleh Allah swt. agar kita semua bisa saling mengenal satu sama lain. Saling mengenal ini tentunya dengan tujuan baik, sehingga kita saling tahu apa yang membuat senang kenalan kita dan kita bisa membuatnya senang. Kita juga bisa tahu apa yang membuat mereka tidak suka, sehingga kita perlu menghindari hal itu.

Dari awal, memang kita berbeda dan tidak perlu dipermasalahkan. Sikap diskriminasi merupakan penyakit diri yang muncul dari kesombongan diri. Ayat tersebut dibacakan oleh Rasulullah saw. pada momen yang bisa membuat orang muslim pada saat itu bisa menjadi sombong, yaitu pada hari pembebasan kota Makkah. Hal tersebut diriwayatkan oleh Ibn hibban dan Tirmidzi.

Rasulullah saw. melakukan tawaf di atas untanya yang telinganya tidak sempurna (terputus sebagian) pada hari Fatḥ Makkah (Pembebasan Makkah). Lalu beliau menyentuh tiang Ka‘bah dengan tongkat yang bengkok ujungnya. Beliau tidak mendapatkan tempat untuk menderumkan untanya di masjid sehingga unta itu dibawa keluar menuju lembah lalu menderumkannya di sana. Kemudian Rasulullah memuji Allah dan mengagungkan-Nya, kemudian berkata, “Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah menghilangkan pada kalian kesombongan dan keangkuhan Jahiliah. Wahai manusia, sesungguhnya manusia itu ada dua macam: orang yang berbuat kebajikan, bertakwa, dan mulia di sisi Tuhannya. Dan orang yang durhaka, celaka, dan hina di sisi Tuhannya. Kemudian Rasulullah membaca ayat tersebut.

Diskriminatif adalah corak khas orang Jahiliyah

Pada masa jahiliyah, masa-masa sebelum Islam muncul membacawa cahaya peradaban. Banyak sekali prakti-praktif diskriminatif yang terjadi. Misalnya adalah pendangan mereka terhadap perempuan. Perempuan pada masa jahiliyah dipandang sebagai makhluk yang rendah. Bahkan tidak jarang, mereka membunuh bayi perempuan mereka. Praktik-praktik ini akhirnya dihapuskan oleh Islam.

Pada masa kepemimpinan Umar r.a. sebagai khalifah, ada seorang perempuan yang dipekerjakan sebagai pengawas pasar Madinah, karena keterampilannya dalam administrasi publik. Peran-peran perempuan mulai di anggap penting saat Islam datang.

Pada masa jahiliyah, sering kali terjadi diskrimasi terhadap suatu suku tertentu. Beberapa terjadi karena perebutan sumber daya kehidupan. Orang-orang yang tertindas terkesan direndahkan oleh orang-orang yang berkuasa. Orang Arab pada masa itu memang mengedepankan kesukuan. Kebenaran diukur oleh kesukuan semata tidak seperti Islam yang membawa kebenaran universal.

Selain itu, pada masa jahiliyah, kesenjangan sosial sangat terlihat. Orang miskin seakan-akan tidak mempunyai kehormatan di sistem sosial mereka.Sehingga orang-orang miskin tersebut sering dikucilkan dan menerima perlakuan yang diskriminatif.

Jika kita melihat praktik-praktik tersebut masih terjadi pada masa kita ini. Berarti kita masih menganut sistem jahiliyah, hanya saja kita mengaku bersikap Islami. Bukankah itu aneh?

Kisah Kiai Umar yang Tidak Diskriminatif

Bapak Mugisi dulunya seorang Tionghoa yang tidak memeluk agama Islam. Ia tinggal di Solo, bekerja sebagai tukang tagihan Listrik PLN ke rumah-rumah warga. Ia kadang merasa tidak enak terhadap pandangan beberapa warga kepadanya yang menyiratkan sikap diskriminasi terhadapnya. Namun, setiap ia berada di Pondok Pesantren Mangkuyudan Solo, ia merasakan ketenangan.

Saat itu, Pondok Pesantren Mangkuyudan Solo dipimpin oleh seorang kiai yang kharismatik dan bijaksana, KH. Ahmad Umar Abdul Mannan (1917-1980). Kiai Umar penuh dengan kasih dan toleransi. Ia selalu respek terhadap siapa saja, termasuk kepada non-muslim Tionghoa seperti Bapak Mugisi. Oleh Sebab itu, Pak Mugisi, selalu suka jika menagih tagihan Listrik di rumahnya Kiai Umar. Di dalam rumah tersebut, Pak Mugisi selalu dijamu dan disambut hangat oleh Kiai Umar lengkap dengan makanan dan minuman.

Semakin lama Pak Mugisi semakin tertarik terhadap Islam karena melihat perilaku dari Kiai Umar yang tidak memandangnya sebelah mata. Pak Mugisi merasa Kiai Umar sangat berbeda dengan sebagian orang Solo dalam memandang orang-orang etnis Tionghoa. Akhirnya Pak Mugisi memutuskan untuk masuk Islam yang nantinya diikuti oleh anggota keluarganya. Pak Mugisi kemudian diberi nama baru, Muhammad Salim.

Kisah Kiai Umar dan Muhammad Salim merupakan kisah yang menarik, yang bisa dijadikan pelajaran oleh siapa saja. Bahwa sikap tidak diskriminasi adalah sikap yang disukai oleh fitrahnya manusia. Dan hal itu bisa menjadi salah satu senjata dalam berdakwah.

Facebook Comments