2023 : Bebas dari Narasi Intoleransi dan Radikalisme di Tahun Politik?

2023 : Bebas dari Narasi Intoleransi dan Radikalisme di Tahun Politik?

- in Editorial
571
0
2023 : Bebas dari Narasi Intoleransi dan Radikalisme di Tahun Politik?

Lembaran baru tahun 2023 telah dibuka. Banyak kisah di tahun sebelumnya yang penuh suka dan duka. Dalam potret satu aspek kehidupan berbangsa terkait intoleransi, radikalisme dan terorisme, tahun 2022 merupakan tahun yang hanya sedikit mengalami guncangan. Modal yang baik itu tentu sangat berharga dijadikan pijakan untuk melangkah ke tahun 2023 yang banyak diprediksi penuh guncangan.

2023 adalah tahun politik sebagai landasan pijak bagi tahun kontestasi 2024. Prediksi beberapa pengamat cenderung memperlihatkan kekhawatiran terkait suasana politik di tahun ini. Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko, misalnya, menyebut radikalisme akan diprediksi meningkat pada tahun politik.

Dasar pijakan dugaan Moeldoko adalah Survei dari BNPT tahun 2020 yang di saat kondisi anomaly pandemi, tingkat radikalisme mencapai 14 persen. Dengan adanya kontestasi politik yang ketat dan potensi permainan politik identitas yang mengerikan, diprediksi radikalisme akan meningkat di tahun politik.

Lembaga yang beririsan dengan Pemilu 2024, Bawaslu, memang telah memperingatkan agar kontestan politik dan masyarakat secara umum tidak bermain api dengan isu politik identitas. Secara nyata, permainan isu politik identitas ini telah merusak tatanan harmoni kehidupan berbangsa dan bernegara.

Begitu pun Presiden Joko Widodo, dalam beberapa kesempatan kerap mengingatkan agar masyarakat tidak bermain dan terjebak dalam permainan politik identitas. “ Saya ingatkan, jangan ada lagi politik identitas. Jangan ada lagi politisasi agama. Jangan ada lagi polarisasi sosial”, tegas Jokowi.

Hasil Survei Nasional Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) memperingatkan bahwa tahun 2023 bakal menjadi tahun yang berat dan gelap. Banyak tantangan yang akan dialami bangsa ini dari persoalan krisis ekonomi dunia, instabilitas pasar keuangan, inflasi dunia, resiko stagflasi hingga instabilitas nasional seperti ancaman radikalisme, terorisme dan separatism Papua.

Terkait dengan politik identitas, Survei tersebut memperlihatkan keyakinan responden terhadap peningkatan permainan politik identitas di tahun 2023. Sebanyak 67, 75 persen responden yakin politik identitas menguat di tahun ini. Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi dan yang paling kuat adalah faktor ideologi 31, 8 persen dan politik 28, 33 persen. Sementara terkait, penyebaran ideologi radikal berbasis agama responden meyakini akan meningkat di tahun 2023 dan menjelang tahun 2024.

Terkait dengan potensi ancaman tersebut, Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar menegaskan bahwa BNPT selalu siaga dan mensiapsiagakan masyarakat dalam melakukan pencegahan (mitigasi) penyebaran paham radikal. Peringatan KSP dibaca sebagai warning dan peningkatan awarenesskita bersama dalam mengantisipasi potensi individu dan kelompok yang menghalalkan segala cara termasuk kekerasan dalam mencapai tujuan politik.

Potensi radikalisme dengan menguatnya politik identitas memang patut diwaspadai di tahun 2023. Jalinan antara kepentingan politik dan pemanfaatan narasi keagamaan untuk mencapai tujuan politik memang menjadi karakter dan ciri khas kelompok radikal. Sebaran hoax, fitnah, adu domba dan hate speech akan berbaur dengan kampanye hitam yang dapat memecah belah masyarakat.

Karena itulah, tahun 2023 seluruh lapisan masyarakat harus bekerjasama membangun ketahanan ideologis, politik, sosial, dan budaya agar mampu melangkah di tahun ini bebas dari kebencian, intoleransi dan radikalisme.

Facebook Comments