3 Strategi Menghapus Intoleransi di Dunia Pendidikan

3 Strategi Menghapus Intoleransi di Dunia Pendidikan

- in Narasi
435
0
3 Strategi Menghapus Intoleransi di Dunia Pendidikan

Intoleransi di dunia pendidikan telah menjadi masalah yang serius di Indonesia. Diskriminasi, pelecehan, bahkan kekerasan atas dasar perbedaan latar belakang budaya, agama, dan etnis semakin sering terjadi di berbagai institusi pendidikan di Indonesia. Hal ini mengancam hak atas pendidikan yang setara dan bermartabat bagi seluruh warga negara.

Survei yang dilakukan oleh Lembaga Survey Indonesia (LSI) pada tahun 2020 menunjukkan bahwa 75,3% responden menyatakan pernah mengalami atau menyaksikan intoleransi di masyarakat. Survei ini dibuktikan dengan rentetan kasus intoleransi yang belakangan mewabah di dunia pendidikan.

Pada tahun 2018, Sekolah Islam Terpadu Nurul Fikri di Bogor menuai kontroversi karena menolak menerima siswa yang beragama non-muslim. Hal ini menimbulkan kecaman dari berbagai pihak, termasuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yang mengecam diskriminasi dan menekankan pentingnya pendidikan inklusif di Indonesia.

Kemudian tahun 2019, seorang siswa Kristen tidak diizinkan mendaftar di salah satu sekolah Islam di Jakarta. Kasus ini menimbulkan kecaman dari masyarakat dan pihak berwenang, dan akhirnya siswa tersebut diterima di sekolah yang lebih inklusif.

Dan tahun 2020, SMA Negeri 1 Bantul di Yogyakarta juga menuai kontroversi karena memisahkan siswa berdasarkan agama di kelas yang berbeda. Kebijakan ini dianggap tidak menghargai keragaman dan dapat menimbulkan konflik antar agama di sekolah.

Rentetan kasus tersebut membuktikan bahwa intoleransi di dunia pendidikan masih menjadi penyakit yang serius. Intoleransi belum sepenuhnya hilang dan masih menghantui siswa dalam melaksanakan pembelajaran.

Penyebab Tumbuhnya Intoleransi di Dunia Pendidikan

Intoleransi pendidikan merupakan sebuah masalah yang sering terjadi di masyarakat, termasuk di Indonesia. Intoleransi pendidikan dapat terjadi akibat perbedaan dalam berbagai aspek, seperti agama, suku, ras, gender, orientasi seksual, dan lain sebagainya.

Akan tetapi, faktor utama yang mempengaruhi intoleransi di dunia pendidikan adalah sistem pendidikan itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh fokus, metode pembelajaran, dan kurikulum dalam dunia pendidikan yang belum sepenuhnya mengarah pada praktik-praktik toleransi.

Beberapa kurikulum pendidikan masih terfokus pada satu agama atau budaya tertentu, sehingga siswa cenderung hanya mempelajari nilai-nilai dan budaya dari kelompok tertentu saja. Hal ini dapat memperkuat stereotip dan memperburuk intoleransi pendidikan di dalam lingkungan sekolah.

Selain itu, metode pembelajaran yang hanya menekankan pada pemahaman teori juga dapat memperburuk intoleransi pendidikan. Siswa hanya dihadapkan pada pemahaman teori dan tidak memperoleh pengalaman langsung yang dapat memperkuat pemahaman tentang perbedaan. Dalam hal ini, siswa perlu diberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan siswa dari kelompok lain, sehingga mereka dapat belajar tentang nilai-nilai, kebiasaan, dan budaya dari kelompok lain.

Fokus pada identitas tertentu juga dapat memperburuk intoleransi pendidikan di dalam lingkungan sekolah. Misalnya, jika sebuah sekolah hanya fokus pada agama tertentu atau kelompok etnis tertentu, maka hal ini dapat memperkuat stereotip dan memperburuk intoleransi pendidikan di lingkungan tersebut.

Meskipun begitu faktor lain seperti pengajar, individu, dan perbedaan ras, suku, dan budaya juga tidak kalah penting untuk diperhatikan. Maka dalam upaya mengatasi intoleransi di dunia pendidikan, menjadi masalah yang kompleks yang semuanya harus terselesaikan berbarengan.

3 Strategi Atasi Intoleransi di Dunia Pendidikan

Intoleransi dalam dunia pendidikan masih menjadi masalah yang serius di banyak negara di seluruh dunia. Namun, ada beberapa strategi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah ini.

Pertama, mengembangkan kurikulum inklusif. Salah satu strategi paling efektif untuk mengatasi intoleransi di dunia pendidikan adalah dengan mengembangkan kurikulum yang inklusif. Kurikulum inklusif harus memperhitungkan keberagaman siswa, termasuk latar belakang budaya, agama, dan gender. Kurikulum ini harus mencakup materi yang bervariasi dan relevan dengan berbagai kelompok siswa.

Menurut sebuah survei yang dilakukan oleh UNESCO, pada tahun 2020, 84% responden dari 35 negara berpendapat bahwa kurikulum inklusif adalah kunci untuk mengatasi intoleransi di dunia pendidikan. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Indonesia telah mengembangkan kurikulum inklusif untuk mengatasi intoleransi.

Kedua, pelatihan untuk guru dan staf sekolah. Pelatihan untuk guru dan staf sekolah juga merupakan strategi yang efektif untuk mengatasi intoleransi di dunia pendidikan. Pelatihan harus meliputi pengembangan keterampilan antarbudaya, manajemen konflik, dan kesetaraan gender.

Ketiga, membangun program inklusif untuk siswa. Membangun program inklusif untuk siswa juga dapat membantu mengatasi intoleransi di dunia pendidikan. Program inklusif harus memperhitungkan kebutuhan siswa dari berbagai kelompok budaya, agama, dan gender.

Serangkaian upaya tersebut bisa dijadikan alternatif positif untuk memperoleh khazanah yang positif di dunia pendidikan. Menjadikan pendidikan lebih ramah tanpa adanya intoleransi didalamnya. Dan menjadikan pendidikan sebagai tempat ternyaman untuk belajar dan mengetahui banyak hal.

Facebook Comments