Kisah ini berasal dari mitologi Yunani. Ceritanya, bangsa Yunani frustasi ketika tidak mampu menembus kuatnya benteng Kota Troya. Raja Yunani waktu itu, Raja Agamemnon kemudian menerapkan strategi pura-pura kalah. Ia memerintahkan sebagian kapal pasukannya untuk meninggalkan pantai tempat markas mereka. Bersamaan dengan itu, ia meninggalkan patung Kuda Troya sebagai bentuk tanda kekalahan di pantai. Pemandangan tersebut terlihat oleh mata-mata pasukan Troya yang kemudian melapor kepada raja.
Kabar gembira tersebut disambut suka cita oleh raja dan rakyat Troya. Mereka lalu membawa masuk Kuda Troya ke dalam benteng tanpa memeriksanya terlebih dahulu. Mereka lengah oleh suka cita. Tanpa mereka sadari, di dalam Kuda Troya terdapat para pasukan pilihan Yunani yang siap menerkam. Benar saja, saat tengah malam, pasukan yang ada di dalam kuda keluar diam-diam. Mereka membuka pintu gerbang benteng dan mengirimkan kode kepada pasukan Yunani yang berada di luar benteng untuk menyerang. Dan booom! Pasukan Troya dihancurleburkan oleh pasukan Yunani. Tanpa benteng yang kuat, pasukan Troya tumbang dengan sangat cepat.
Kabar Gembira
Sejenak mari kita tinggalkan kisah perang Troya yang melegenda. Mari kita sambut kabar gembira yang telah muncul. Ya, Kekhalifahan Islamic State Irak and Syria (ISIS) alias Negara Islam Irak dan Syria berhasil dihancurleburkan oleh Pasukan Demokrat Suriah (FDS) belum lama ini. Wilayah pertahanan terakhir ISIS di Baghouz, Suriah berhasil di rebut. Dengan demikian, kekuasaan kelompok teroris tersebut di tanah Irak dan Suriah telah berakhir, (Jawa Pos, 25/3/2019). Sebagaimana diketahui, organisasi yang dipimpin oleh Abu Bakar al-Baghdadi tersebut pernah menguasai 88.000 km persegi atau 34.0000 mil tanah di Suriah dan Irak.
Baca juga :Bersinergi Melawan Penyeban Ideologi Terorisme Pasca ISIS
Sejak diproklamirkan tahun 2013, ISIS menyedot perhatian dunia. Melalui video-video eksekusi sadis terhadap para tahanan, ISIS mulai mengirimkan teror ke seluruh dunia. ISIS menjadi ancaman global yang mengguncang dunia. Pada awal-awal kemunculannya, hampir seluruh media massa dunia memberitakan keberadaan ISIS. Apalagi ISIS mampu menarik para jihadis dari berbagai belahan dunia untuk ikut bergabung menegakkan kekhilafah Islam ala ISIS. Menteri Pertahanan Republik Indonesia Ryamizard Ryacudu mengutip data intelejen, mengatakan jika ada sekitar 31.500 pejuang asing yang bergabung ISIS. Dari jumlah tersebut, ada sekitar 800 WNI yang terlibat di dalamnya.
Pasca ISIS dikalahkan, permasalahan baru muncul kemudian. Masalah itu berkaitan dengan status para jihadis ISIS dan keluarganya serta para simpatisan ISIS yang berasal dari luar Suriah dan Irak, termasuk Indonesia. Pada Februari lalu, Inggris dengan tegas menolak kepulangan warganya yang telah bergabung ISIS. Inggris sepertinya tidak mau ambil resiko, meskipun AS menyerukan agar semua negara masing-masing mengurusi warganya yang jadi jihadis ISIS. Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia masih gamang memutuskan ketika ada WNI ISIS yang ingin meminta pulang ke Indonesia. Kementrian Luar Negeri mengatakan bahwa pemulangan WNI ISIS dari wilayah kofllik ISIS bukan perkara mudah. Pun Kemenlu tidak bisa menjamin WNI yang bergabung dengan ISIS bisa kembali, kapan kembalinya dan bagaimana kembalinya. Semuanya masih buntu.
Dengan Cinta
ISIS memang berhasil dikalahkan, tapi ideologinya akan tetap ada selama para pejuangnya masih bercokol di bumi ini. Dengan kata lain, ideologi tidak akan pernah mati! Itu lah yang dikhawatirkan oleh dunia pasca runtuhnya ISIS, termasuk Indonesia. Tentu, masyarakat Indonesia masih trauma dengan tragedi bom bali yang didalangi oleh para eks-kombatan jihadis Afghanistan yang pulang ke Indonesia tahun 80-an.
Kembali ke strategi kuda troya. Indonesia dan negara-negara lain di dunia patut mewaspadai strategi kuda troya yang sangat mungkin dilakukan oleh ISIS. ISIS boleh saja hancur lebur, tapi para jihadis dan simpatisannya yang telah ikut berjuang bertahun-tahun tentu tidak begitu saja menyerah. Mereka pasti masih menyimpan “bara jihad” di dalam dada mereka. Dan tentu saja, kemungkinan mereka akan membalas kekalahan.
Jika nantinya pemerintah Indonesia mengizinkan WNI simpatisan ISIS kembali pulang, maka segala tindak tanduk mereka harus diawasi. Bisa jadi mereka adalah kuda troya yang sengaja dikirimkan oleh ISIS ke Indonesia. Tentu saja, tidak dengan pengekangan dan pengucilan. Jangan sampai mereka diperlakukan seperti yang pernah di terima anak dan keturunan PKI di negeri ini. Sebab, hal itu akan berdampak buruk pada kondisi psikologis mereka. Lebih dari itu, bisa saja perlakuan semacam itu akan memunculkan kembali “bara jihad” dalam dada mereka.
Strategi yang mungkin bisa digunakan oleh pemerintah Indonesia ketika menerima WNI ISIS kembali pulang dan mencegah tersebarnya ideologi kekerasan ala ISIS adalah dengan menggunakan filosofi asli Nusantara, yakni menang tanpo ngasorake (menang tanpa merendahkan).
WNI ISIS juga seorang manusia. Mereka adalah korban dari pencucian otak ISIS. Jika mereka dizinkan kembali pulang, pemerintah harus memanusiakan mereka. Mereka perlu didampingi dan dibimbing agar tidak menyebarkan ideologi kekerasan. Sentuhlah mereka dengan cinta, karena cinta adalah kekuatan terdahsyat yang kata Rumi–dalam salah satu puisinya–mampu mengubah setan jadi nabi dan mengubah iblis menjadi malaikat. Perangi ideologinya, jangan orangnya! Demikian.