Implementasi RAN PE dan Upaya Pemberantasan Terorisme-Separatis

Implementasi RAN PE dan Upaya Pemberantasan Terorisme-Separatis

- in Narasi
1183
0
Implementasi RAN PE dan Upaya Pemberantasan Terorisme-Separatis

Beberapa saat lalu, pemerintah resmi mengkategorikan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua sebagai teroris. Sebuah keputusan yang tentu patut diapresiasi. Pelabelan KKB Papua sebagai teroris sudah tepat, mengingat sepak terjangnya yang selama ini lekat dengan praktik kekerasan, teror dan intimidasi baik terhadap aparat keamanan, pegawai pemerintah maupun masyarakat sipil.

Dari segi yuridis, keputusan ini sesuai dengan UU No. 5 Tahun 2018 Tentang Terorisme. Di sana disebutkan bahwa teroris ialah siapa pun yang merencakan, menggerakkan dan mengorganisasikan terorisme. Sedangkan terorisme sendiri ialah perbuatan kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas.

Sedangkan dari perspektif sosiologis, KKB Papua layak dilabeli sebagai teroris lantaran mereka sama berbahayanya dengan organisasi teroris berbasis agama seperti JAD, JAT, MIT yang notabene berafiliasi dengan ISIS. KKB Papua juga pantas dikategorikan sebagai teroris-separatis karena jaringannya yang kian luas. KKB Papua tidak berhenti merekrut anggota dan simpatisan baru, utamanya dari kalangan anak muda. Di atas itu semua, KKB Papua menghadirkan ancaman yang sama bahayanya dengan organisasi teroris berbasis agama.

Sedangkan Rabu pekan lalu, Perpres RAN PE resmi diluncurkan. Peluncuran RAN PE kiranya juga menjadi stimulus penting bagi penanggulangan KKB Papua yang dikategorikan sebagai teroris-separtis. Tujuan RAN PE ialah menghadirkan rasa aman publik dari ancaman kekerasan dan ekstremisme serta menjaga stabilitas nasional. Salah satu caranya ialah dengan melibatkan seluruh elemen bangsa, mulai dari lembaga pemerintah sampai masyarakat sipil dalam pencegahan serta deteksi dini radikal-terorisme.

Sinergi Negara dan Masyarakat

Seperti kita tahu, gerakan separatisme baik yang berbasis agama maupun kesukuan merupakan duri dalam daging bagi NKRI. Para pendiri bangsa ini sudah susah payah memerdekaan wilayah NKRI dari jajahan asing. Kemerdekaan Indonesia dan kedaulatan wilayah Indonesia merupakan hal final yang harus tetap dijaga sampai titik darah penghabisan. Segala anasir yang mengancam keutuhan NKRI, termasuk gerakan terorisme-separatis sudah selayaknya dianggap sebagai musuh bersama.

Ironisnya memang masih ada sesama anak bangsa yang justru mendukung gerakan terorisme separatis ini. Mereka menjadikan isu ketidakadilan dan ketimpangan di Papua sampai pelanggaran HAM sebagai argumen untuk menjustifikasi dukungan terhadap KKB Papua. Tindakan yang demikian ini tentu tidak bisa ditoleransi. Masyarakat sipil, dari beragam latar belakang identitas dan kepentingan, idealnya satu suara mendukung pemerintah dalam memberantas teroris-separatis di Papua.

Sejarah lepasnya Timor Timur dari pangkuan NKRI akibat intervensi asing tentu tidak boleh sampai terulang kembali. Pemerintah dan masyarakat sama-sama berkewajiban untuk mempertahankan tiap jengkal wilayah NKRI dari ancaman disintegrasi. Ini adalah amanah konstitusi sekaligus pesan dalam sila ketiga Pancasila, yakni Persatuan Indonesia. Makna persatuan dalam sila tersebut tidak hanya dalam konteks sosiologis, namun juga dalam konteks geografis atau teritorial.

Diperlukan sinergi dan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sipil untuk mengatasi problem terorisme-separatisme di Papua. Di satu sisi, pemerintah wajib memastikan bahwa akar atau sumber persoalan separatisme di Papua bisa diatasi dengan segera. Selama ini, banyak pihak menyebut bahwa akar persoalan kekerasan dan teror di Papua ialah ketidakpuasan segelintir kalangan atas pemerintahan pusat. Kekecewaan itulah yang lantas melahirkan gerakan separatisme.

Waspadai Intervensi Asing

Pemerintah sebenarnya tidak tinggal diam menyikapi persoalan tersebut. Seperti kita lihat, di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, pembangunan di Papua begitu gencar. Tidak hanya sarana-prasarana fisik, namun juga pembangunan manusianya. Hanya saja memang, ada anasir-anasir asing yang menginginkan Papua lepas dari wilayah Indonesia. Sebagai wilayah dengan sumber daya alam yang melimpah, Papua tentu menjadi magnet bagi negara-negara besar di dunia, termasuk Amerika Serikat dan Australia.

Intervensi asing itu pula yang patut mendapatkan perhatian serius pemerintah. Maka, lobi dan diplomasi internasional untuk mencari dukungan atas kedaulatan (wilayah) Indonesia mutlak harus dilakukan. Sekali lagi, jangan sampai kita kecolongan layaknya kasus Timor Timur pada awal era Reformasi.

Di sisi lain, masyarakat sipil juga diharapkan ikut mengawal isu Papua ini dengan nalar kritis dan obyektif. Kita perlu melawan setiap narasi yang digaungkan oleh para pendukung KKB Papua di media digital. Masyarakat perlu bersama-sama memahami dan menyadari bahwa aksi-aksi kekerasan yang dilakukan KKB Papua ialah kejahatan kemanusiaan luar biasa yang mengancam keutuhan bangsa. Masyarakat wajib memahami bahwa dalam sistem demokrasi, ada ruang dimana masyakat bebas menyampaikan pendapatnya, bahkan kritik terhadap pemerintah.

Namun, sistem demokrasi tidak memberikan ruang apalagi menoleransi tindakan separatisme apalagi sampai mengarah pada terorisme seperti yang dilakukan oleh KKB Papua. Separatisme bersenjata yang menebar kekerasan dan teror ialah pemberontakan yang melawan otoritas negara. Dan di negara mana pun, bahkan di negara yang mengaku paling demokratis sekali pun pasti akan ditumpas.

RAN PE merupakan amunisi baru untuk menumpas habis terorisme, baik yang berlatar agama maupun berlatar separatisme, sampai ke akar-akarnya. Kini yang harus dilakukan ialah membangun sinergi antara pemerintah dan masyarakat agar persoalan teroris-separatis KKB Papua ini tidak hanya menjadi persoalan negara. Apalagi hanya mengandalkan militer dan polisi untuk menyelesaikannya.

Facebook Comments