Dalam kurun waktu satu tahun ke depan, kita mungkin akan melihat panasnya gemuruh peperangan politik 2024. Kita tahu, kontestasi politik tidak sekadar melahirkan dialog-dialog argumentatif.
Panasnya politik 2024 tampaknya akan banyak melahirkan “pelarian” yang kita kenal politik identitas. Gejala yang semacam ini sering-kali kita temukan di mimbar-mimbar agama. Maka, hal yang penting bagi kita saat ini adalah membersihkan reputasi mimbar agama itu.
Persaingan politik lewat ceramah keagamaan yang berakhir ke dalam politik identitas. Fakta yang semacam itu selalu menjadi problem penting demokrasi kita tak benar-benar sehat dan kondusif. Peperangan “dalil” demi reputasi “oknum calon” yang saling menjatuhkan semakin membangun skala permusuhan.
Kondisi ini bukan berarti kita men-stagnan-kan mimbar keagamaan agar terlepas dari segala persoalan sosial-kemanusiaan. Mimbar agama tidak bisa kita biarkan stagnan ke dalam ranah ubudiah semata. Persoalan politik identitas di mimbar agama perlu kita sterilkan.
Saya lebih tertarik menjadikan mimbar agama sebagai paradigma alternatif memberantas skandal politik identitas itu. Saya rasa kita bisa mengubah paradigma demokrasi kita agar lebih sehat dan kondusif.
Mengajak para pemuka agama, ustadz atau Kyai agar merangkul umat ke dalam paradigma politik yang sehat. Menjauhi segala kepentingan politik memperalat agama. Sebab, dalam beberapa tahun terakhir, klaim pemimpin “panutan umat” dan “representasi agama” selalu menjadi penghakiman atas kelompok lain.
Apa tujuannya di dalamnya? Tentu tidak ada kepentingan lain, selain ingin “mengemis” suara masyarakat yang terbungkus dalam spirit keagamaan. Saya rasa, siklus politik 2024 ini tidak akan terlepas dari skandal politik identitas yang semacam itu. Hal yang demikian telah menjalar di dalam kehidupan sosial-masyarakat.
Maka, dari sinilah pentingnya bagi kita untuk membersihkan mimbar-mimbar keagamaan dari politik identitas. Dengan menggantikannya spirit mimbar agama yang bisa membangun dampak baik atas demokrasi yang sehat dan kondusif. Bersih dari perpecahan dan permusuhan.
Mimbar agama perlu kita bangun untuk menghindari segala perilaku arogansi, anarkisme dan bahkan konflik sosial dengan skala masa yang sangat besar. Fasilitas umum sering-kali menjadi korban, pertengkaran antar tetangga demi pilihan telah menjadi kebiasaan. Fanatisme terhadap calon pilih sering-kali menjadi masalah penting di negeri ini.
Mimbar agama perlu menjernihkan kesadaran yang fanatik terhadap calon yang sudah dianggap merepresentasikan agama. Sebab, hal yang semacam itu jauh lebih berbahaya dan akan membawa dampak perpecahan/konflik dan permusuhan yang secara nyata. Kita harus menyadari bahaya politik identitas lewat ceramah keagamaan itu.
Dalam konteks yang semacam ini, Saya rasa perlu kita menumbuhkan spirit mimbar keagamaan sebagai jalan kondusifitas dan sehatnya pesta demokrasi kita. Ini akan menjadi peluang penting bagi kita untuk membawa tahun politik ke dalam tujuan-tujuan yang sebenarnya.
Kebencian, fitnah, kebohongan, provokasi pemecah-belah dan persaingan secara tidak sehat harus kita bungkam di mimbar agama. Mimbar agama harus kita jadikan paradigma di dalam men-service umat dengan basis keagamaan dalam berpolitik yang kokoh pada tujuan-tujuan maslahah bangsa.
Maka, di sinilah pentingnya mimbar agama untuk mereduksi segala bentuk politik identitas. Dengan membangun spirit ceramah keagamaan yang mengharamkan segala bentuk politik identitas. Sebab, politik identitas di mimbar agama selalu membawa dampak perpecahan.
Kebiasaan yang semacam ini harus kita lawan. Ini bukan tentang kebaikan dalam sebuah majelis ilmu agama. Sebab, di dalamnya hanya berkaitan dengan aktivitas politik yang dibungkus oleh agama. Kita harus menyadari hal yang semacam itu akan membawa dampak perpecahan dan konflik yang berkepanjangan di dalam masyarakat.