Sejak awal muncul, Islam memiliki karakter agama yang wasatiyah alias moderat. Islam adalah agama yang memadukan antara dimensi teosentrisme dan antroposentrisme. Hal itu tercermin ke dalam konsep hablum minallah dan hablum minannas. Di dalam Islam, konsep teologis yang ingin dibangun adalah pengakuan terhadap keesaan Tuhan dan penghargaan terhadap hak-hak dasar manusia.
Karakter wasathiyah alias moderat sebagai khittah Islam ini juga tercermin dalam sejumlah ayat Alquran. Setidaknya ada empat ayat dalam Alquran yang bisa menggambarkan watak Islam sebagai agama wasathiyah. Pertama, Alquran Surat Al Baqarah ayat ke-143 yang artinya “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil, dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”.
Konsep ummatan wasathon dalam ayat tersebut adalah konsep kehidupan beragama yang toleran, tidak ekstrem, dan adaptif pada kemajemukan. Konsep wasathiyah secara epistemologis artinya memadukan pendekatan tekstual dan pendekatan kontekstual sehingga melahirkan tafsir keagamaan yang relevan dengan kondisi zaman.
Sedangkan secara teologis, makna wasathiyah adalah beragama dengan proporsional tanpa berlebihan. Rasulullah melarang umatnya menjalankan laku keberislaman dengan ekstrem, kaku dan tidak kontekstual. Misalnya, Rasulullah pernah melarang tiga pemuda yang ingin menghabiskan umurnya untuk beribadah total, berpuasa seumur hidup, dan tidak menikah. Di dalam Islam, umat terbaik adalah yang menempatkan urusan dunia dan akhirat dalam porsi yang seimbang.
Islam Melarang Sikap Ekstrem
Kedua, Alquran Surat Al Isra ayat 19 yang bermakna “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannyakarenaitu kamu menjadi tercela dan menyesal”. Menurut Quraish Shihab, tafsir ayat ini adalah tentang larangan bersikap berlebihan dalam kehidupan, termasuk dalam beragama. Sikap berlebihan, termasuk dalam beragama merupakan perilaku yang dibenci Islam lantaran berpotensi melahirkan tindakan tercela.
Dalam konteks kekinian, sikap keberagamaan yang berlebihan itu mewujud pada paham dan gerakan ekstremisme. Yakni gerakan yang berusaha menjadikan agama sebagai satu-satunya sumber hukum positif negara. Ekstremisme beragama harus diakui telah menjadi akar bagi suburnya fenomena terorisme dan kekerasan di dunia Islam belakangan ini.
Ketiga, Alquran surat Al Isra ayat 110 yang berbunyi “Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan jangan pula merendahkannya. Carilah jalan tengah di antara kedua itu”. Ayat ini memuat pesan bahwa beragama yang ideal adalah mengedepankan jalan tengah. Dalam konteks sekarang, ketika lanskap keberislaman kita diwarnai tarik menarik kepentingan antara kaum kiri yang sekuleris dan kaum kanan yang konservatif, maka corak beragama yang ideal adalah konsep Islam jalan tengah alias moderat.
Sikap keberagamaan moderat artinya tidak condong pada ideologi kiri yang sekuleris, namun juga tidak terjebak pada nalar konservatif yang tertutup. Keberislaman moderat adalah corak keberagamaan yang adaptif pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan oleh daya pikir manusia sembari tetap memegang teguh tradisi dan teks sebagai pedoman hidup.
Prinsip Islam Rahmatan lil Alamin
Keempat, Alquran Surat Al Qashash ayat ke-77 yang artinya “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah Swt kepada (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi. Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
Ayat ini bermakna bahwa Islam hadir sebagai ajaran yang rahmatan lil alamin. Di dalam Islam, kepentingan untuk menegakkan kebenaran agama harus berbanding lurus dengan kepentingan untuk menjaga keharmonisan kehidupan. Artinya, jangan sampai kepentingan memperjuangkan tegaknya kebenaran agama itu justru menimbulkan kerusakan di muka bumi.
Ironisnya, hari ini Islam terkesan menyokong ekstremisme. Akibat ulah segelintir umat yang menafsirkan ajaran Islam secara kaku dan tertutup, citra Islam sebagai agama moderat pun luntur. Wajah Islam di dunia Internasional kerap dipersepsikan dengan ekstremisme bahkan terorisme.
Adalah tanggung jawab kita untuk mengembalikan khittah Islam sebagai agama moderat. Caranya dengan membumikan ayat-ayat wasathiyah itu di kalangan umat. Dalam konteks ini peran penceramah atau da’i tentunya sangat vital. Da’i memiliki posisi strategis sebagai penyampai risalah agama di satu sisi dan penjaga pilar bangsa di sisi lain. Sebagai penyampai risalah agama, da’i berkewajiban menjadi penerus para nabi (warasatul anbiya) yang menjaga perilaku masyarakat agar tidak menyimpang dari norma agama.
Sedangkan sebagai penjaga pilar bangsa, para da’i berkewajiban untuk menanamkan prinsip bernegara dan berbangsa pada umat. Dalam konteks keindonesiaan, peran da’i sebagai penjaga pilar bangsa ialah merawat komitmen umat pada NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan Bineka Tunggal Ika.