Dalam sebuah acara dialog yang bertajuk ‘Mewaspadai Ancaman Keutuhan NKRI’ yang bertempat di salah satu lembaga pendidikan keagamaan ternama di sebuah kota yang termasuk padat penduduknya dan maju jumlah lembaga pendidikan keagamaannya, serta tidak sedikit mencetak kader terbaik bangsa; yang memiliki sosok ulama yang intelek dan intelek yang ulama, banyak pula melahirkan kiyai, ulama dan akademisi, seorang siswa sekolah menengah atas mengajukan pertanyaan dan argumentasi yang cukup menarik perhatian saya. Momen ini sebenarnya sudah agak samar di ingatan saya, namun tersebut teringat kembali saat membaca tulisan Ustadz Imam Malik tentang berebut keaslian panji hitam di situs jalandamai.org.
Siswa tersebut bertanya dengan penuh keyakinan, ia mengawali pertanyaannya dengan membacakan terjemahan salah satu hadis tentang datangnya panji-panji hitam. Siswa yang masih belia tersebut tiba pada sebuah kesimpulan bahwa kehadiran Abu Bakar al-Bagdadi –pimpinan kelompok teroris ISIS– beserta pengikutnya, yang menurutnya mengibarkan semangat ‘jihad’ di bawah kibaran panji hitam yang bertuliskan ‘laa ilaaha illa Allah’ dilengkapi dengan khatam (cincin) Rasulullah saw, “menjadi momen yang dinantikan kehadirannya, kita semua harus menyambutnya dan wajib bergabung bersama mereka dalam mewujudkan khilafah”, ungkapnya disertai suara yang lantang, seolah segera setelah bertanya, Ia akan berangkat menuju wilayah para pemberontak yang mengatas namakan agama itu.
Salah satu hadis yang dibacakan oleh siswa tersebut telah dibahas secara apik oleh Imam Malik, seorag aktivis dan akademisi, serta intelektual muda yang produktif menuangkan banyak tulisan dan kegelisahan pemikirannya mengenai perdamaian. Nama Imam Malik mengingatkan saya pada salah seorang ulama Imam mazhab yang menulis kitab yang memuat hadis-hadis, al-Muwatta, yaitu Imam Malik bin Anas. Imam Malik yang bukan bin Anas ini membahas hadis tentang panji hitam dalam ‘Berebut Keaslian Panji Hitam’ (bagian 1 dan 2).
Istilah panji-panji hitam disebutkan sebanyak 7 kali oleh beberapa periwayat hadis, 1 di antaranya berkualitas sahih, yaitu benar dan akurat periwayatannya. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ibn Majah, selainnya, masih perlu dianalisa matan, riwayat dan sanad-nya, di-takhrij istilah dalam ilmu hadis, asbab al-wurud (sebab diriwayatkannya) hadis-hadis tersebut dengan pertimbangan teks hadis secara tersurat, konteks secara tersirat dan setting sosial masyarakat saat hadis tersebut diungkapkan. Tidak lupa pula tentang pesan moral dan kemanusiaan yang tersimpan dalam hadist yang dimaksud, terutama dengan pertimbanganm zaman dan kondisi kehidupan yang jauh berbeda. Namun tetap berangkat dari keyakinan bahwa hadis –dengan beberapa kualitasnya– berfungsi menjelaskan pesan-pesan Tuhan dalam al-Qur’an yang bersifat universal.
Menganalisa matan atau substansi hadis-hadis yang menyebut perihal panji-panji hitam harus dilakuakn secara seksama dan terstruktur dengan baik. Sehingga tidak mudah mengira bahwa segala sesuatu yang ‘ada hitam-nya’ pasti panji hitam yang dinantikan. Apa yang terjadi pada kelompok teroris ISIS misalnya, meski mereka mengusung bendera berwarna hitam plus lafadz La ilaha illallah dan khatam, namun tidak serta merta dapat disimpulkan bahwa mereka adalah kelompok yang dijanjikan kedatangannya. Meskipun mulai mendapat dukungan dari segelintir penggila kekerasan yang tersebar di Eropa, Amerika, Afrika, Asia dan Australia, kelompok ISIS tetap tidak dapat disebut sebagai kelompok yang dinantikan, karena mereka jahat, bukan jihad. Mereka menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan dan mengabaikan indahnya pesan-pesan persaudaraan yang diletakkan fondasinya oleh Rasulullah SAW.
Mengira bahwa kelompok teroris semacam ISIS adalah penggenap janji datangnya sosok Imam al-Mahdi yang dinantikan dengan panji-panji hitamnya tentu merupakan sebuah kesalahan besar, karena panji hitam yang dimaksud dalam hadist adalah datangnya kelompok yang akan menegakkan perdamaian dan kesejahteraan, bukannya malah menghancurkan kemanusiaan dan berlaku kejam penuh kebencian. Kelompok ISIS jelas bukan kelompok ang dinantikan kedatangannya, mereka selalu mempertontonkan aksi biadab mereka dengan membakar dan menggorok manusia yang tidak berdosa. Sungguh! jauh panggang dari api, bertentangan dengan misi utama diutusnya Rasulullah Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW diutus tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menyempurnakan akhlak, ‘inna ma bu’itstu li utammima makaarimal Akhlaak”. (HR. Abu Hurairah dan Anas Ibn Malik). Bahkan Allah SWT mengutus beliau membawa rahmat dan kasih sayang kepada seluruh alam (QS : al-Anbiya 21 ; 107), beliau bukan diutus hanya kepada orang Islam, bangsa Arab atau seluruh manusia saja, akan tetapi beliau dihadirkan oleh Allah SWT untuk seluruh alam. Beliau datang dengan membawa misi persatuan, perdamaian dan persaudaraan, bersaudara karena memiliki keimanan, bersaudara karena satu bangsa dan bahkan bersaudara karena sama-sama manusia.
Kehadiran beliau di tengah komunitas ‘Arab jahiliah’ bukan datang menyempurnakan pendapat, pandangan dan atau aliran dalam beragama, namun beliau diutus menyempurnakan akhlak, prilaku dan tata krama. Akhlak dan tata krama di atas segalanya, bukan paham, bukan pandangan dan bukan pula pendapat dan pendapatan yang harus sama dan seragam.
Banyak kalangan pelajar, pemuda dan mahasiswa serta masyarakat pada umumnya, yang belum memahami secara komprehensif pesan yang diemban Rasulullah Muhammad SAW di atas, sehingga mereka abai bahkan lupa terhadap urgennya persatuan, persaudaraan dan perdamaian. Justru yang dikobarkan, diyakini dan diamalkan adalah pesan yang terdapat dalam hadis mengenai kabar datangnya Imam Mahdi dengan panji hitam, seperti pemahaman siswa yang diuraikan pada awal tulisan ini. Kalau demikian yang terjadi, khususnya pada generasi muda yang nantinya tampil di garda terdepan, sungguh merupakan bencana bagi kelangsungan dan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia.
Banyak organisasi yang menjadikan warna hitam sebagai warna dasar bendera kehormatan dan panji-panji kebesarannay, di antaranya adalah Islamic State of Iraq and Syria, organisasi dakwah dan pendidikan Hizbuttahrir, dan organisasi pencak silat Nahdatul ulama, Pagar Nusa. Kita semua sebaiknya jangan mudah terkecoh, karena tidak semua yang hitam adalah panji hitam. Mari kita peretheli satu-satu kelompok yang mengusung bendera hitam. Pertama, ISIS; mengibarkan bendera hitam namun menyuarakan khilafah secara kejam, tentu sangat bertentangan dengan nilai-nilai Islam. kelompok ini juga bertentangan dengan semangat Pancasila serta nilai-nilai universal kemanusiaan, sehingga sama sekali tidak diharapkan berkembang di Indonesia, atau di pojokan manapun di dunia.
Kedua, Hizbuttahrir: kelompok ini juga mengibarkan panji hitam dan menyuarakan misi khilafah secara lebih beradab, namun sayang, mereka kontra terhadap model pemerintahan NKRI dan memandang demokrasi sebagai barang yang haram. Bagi mereka, syariat Islam harus diformalkan dalam sistem kehidupan bernegara, yang mana sangat bertentangan dengan pancasila, namun ‘ajaib’ karena mereka diakui secara legal formal di Indonesia, ajaib. Ketiga adalah Pagar Nusa, mereka mengibarkan panji hitam, jaringannya juga tersebar ke seluruh pelosok bumi pertiwi, namun mereka justru bertindak sebagai garda terdepan bangsa dalam memelihara keutuhan negara Kesatuan Republik Indonesia.