Demokrasi tidak akan pernah mati. Pemilu 2024 adalah proses pembelajaran kita bersama di dalam menciptakan culture demokrasi yang semakin matang ke depan.
Demokrasi yang matang adalah bentuk kesadaran kolektif kita. Untuk bisa saling menyadari, bahwa setiap kita memiliki hak yang sama secara sosial di negeri ini. Untuk bisa saling menghargai dan tetap jaga kerukunan atas segala bentuk perbedaan.
Demokrasi akan terus hidup di dalam membangun cita-cita bangsa secara bersama-sama. Sebab, bentuk aktivitas demokrasi sejatinya tidak hanya perkara pemilu yang diselenggarakan 5 tahun sekali itu. Demokrasi berkaitan dengam segala aspek di dalam kehidupan berbangsa kita.
Demokrasi akan menjadi suplement bagi mekanisme pemerintahan yang baru ke depan. Kita diwadahi hak dalam menyampaikan aspirasi, kritikan yang konstruktif dan gagasan-gagasan yang idealis demi kebaikan bangsa. Ini bagian dari kebebasan demokrasi yang akan terus membawa maslahat bagi bangsa ini.
Begitu juga, demokrasi akan menjadi orientasi sosial di dalam menyikapi keragaman agama, etnis atau suku. Sebagai bagian dari pemenuhan atas hak-hak bersama secara sosial. Jadi, menghargai perbedaan, menjaga keharmonisan dan menjaga persatuan sebagai bagian dari orientasi demokrasi akan terus hidup sebagai cultur kita yang egalitarian.
2 Penyebab Kematian Demokrasi yang Harus Kita Hindari Ke depan
Pertama, politisasi agama sebagai alat politik adalah bentuk dari problem kematian demokrasi yang harus kita hindari. Misalnya, membawa legitimasi hukum, bawah memilih salah satu kandidat tertentu hukumnya wajib dan haram tidak memilih.
Secara orientasi, ini telah mematikan hak demokrasi kita. Dengan membangun penghakiman secara destruktif terhadap pilihan politik. Bahkan, ini akam cenderung membuat hak demokrasi tidak etis karena cenderung membawa sentiment dan persinggungan sosial bernuansa kebencian berbasis agama.
Kedua, kematian demokrasi ditandai oleh perilaku diri yang gemar mencaci, menghina, membenci secara personal lalu mengatasnamakan kebebasan. Tentu tak hanya dalam hal pemilu. Dalam kehidupan sosial, perilaku semacam itu termasuk bagian dari perilaku demokrasi yang destruktif.
Perilaku semacam itu adalah mereduksi eksitensi manusia lain dengan tindakan mencaci, menghina atau memusuhi. Ini bagian dari bentuk kematian demokrasi. Utamanya dalam aktivitas di sosial media yang harus kita pahami problem kematian demokrasi yang datang dari sentimen personal itu.
Menghidupkan Etika Demokrasi yang Saling Menghormati Satu-Sama Lain
Demokrasi lebih mengacu kepada etika sosial. Sebab, di dalam demokrasi, kebebasan itu sebagai bagian dari entitas untuk bisa memberi hak keamanan dan kenyamanan bagi orang lain. Termasuk etika menghormati segala kemajemukan di negeri ini.
Yang paling penting dari demokrasi adalah: Segala hal bisa diselesaikan dengan prinsip kebersamaan yang solutif, konstruktif dan disepakati bersama. Jadi di sinilah logika etisnya, demokrasi itu tidak hanya berkaitan dengan pemilihan pemimpin. Tetapi juga berkaitan dengan (kemaslahatan) NKRI yang harus didasari oleh prinsip-prinsip yang demokratis yang begitu kuat.
Hakikat demokrasi pada dasarnya membangun basis kebersamaan yang demokratis. Kesadaran yang demokratis pada hakikatnya dapat membuat kita cenderung berpikir yang tidak egois dan lebih mengedepankan ego bersama dalam segala persoalan yang harus diselesaikan dengan basis keharmonisan.
Jadi, sangatlah keliru ketika menganggap demokrasi akan mati pasca pemilu 2024. Sebab, demokrasi akan terus hidup. Karena kebersamaan yang harmonis adalah bagian dari kesadaran diri yang demokratis untuk kita jaga setiap saat.