Agar Tidak Mudah Terpedaya, Generasi Muda Wajib Kenali Narasi dan Strategi Neo-HTI

Agar Tidak Mudah Terpedaya, Generasi Muda Wajib Kenali Narasi dan Strategi Neo-HTI

- in Narasi
161
0
Agar Tidak Mudah Terpedaya, Generasi Muda Wajib Kenali Narasi dan Strategi Neo-HTI

Setelah dibubarkan pada tahun 2017, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bukan berarti mati. Mereka terus bergerilya dengan mengganti nama dan pola gerakan menyasar masyarakat khususnya generasi muda. Di berbagai negara termasuk di negara-negara muslim di Timur Tengah, HT dilarang. Baru-baru ini Inggris malah menetapkan HT sebagai organisasi teroris.

HTI adalah organisasi politik, bukan organisasi keagamaan, pendidikan dan lembaga sosial. Dalam gerakannya, ia memilih jalur ekstra politik resmi melalui dakwah, pengkaderan dan mobilisasi massa. Tujuan utamanya adalah mendirikan negara Islam yang tergabung dalam khilafah global. Gerakan ini bercorak transnasional dengan tidak mengakui sistem yang ada dalam suatu negara.

Di Indonesia, HTI masuk sekitar 1980an melalui gerakan dakwah di masjid, kampus, perkantoran, dan pemerintahan. Pada tahun 2007, tepatnya bulan Agustus ribuan massa HTI memenuhi Stadion Gelora Bung Karno dengan menggelar Konferensi Khilafah Internasional. Ini pertama kali mereka unjuk gigi secara formal yang kebetulan waktu itu diliput dengan meriah oleh stasiun plat merah.

Gerakan mereka anti demokrasi, Pancasila dan undang-undang yang ada. Mereka menganggapnya sebagai sistem kafir Barat yang harus dirubah dengan memberlakukan syariat Islam. Namun, dalam gerakannya mereka kerap berlindung dari nyamannya demokrasi dan memanfaatkan kecanggihan teknologi Barat. Tentu saja, karena HTI adalah organisasi politik. Semua adalah bagian dari strategi politik.

Mengapa gerakan ini tetap eksis hingga hari ini meskipun di berbagai negara termasuk di Indonesia telah melarangnya? Ada dua corak yang membuat mereka eksis, yakni corak gerakan politik dan ideologisasi agama. Dua hal ini lah yang menjadikan mereka bertahan. Mereka secara narasi selalu menggunakan narasi keagamaan dan pendekatan sejarah untuk menguatkan argumentasi gerakan mereka.

Dalam aspek strategi, pertama hal yang harus dipahami, strategi HTI memang bersidat inklusif dengan merekrut seluruh lapisan masyarakat dari teknokrat, mahasiswa, akademisi, ilmuwan, ulama, dan pengusaha. Terutama anak muda adalah incaran utama sebagai basis kaderisasi mereka dari tingkat sekolah hingga kampus. Kaderisasi mereka sangat terstruktur dan masif dengan doktrin khilafah yang membuai. Banyak anak-anak muda yang dengan kemampuan agama yang dangkal tetapi memliki jiwa aktivisme terpikat dengan ide-ide mereka.

Kedua, gerakan ini bersifat ekstra parlementer tidak terikat dengan partai politik yang ada dengan memfokuskan pada pendidikan dan penyuluhan. Mereka menganggap sistem demokrasi adalah haram dan kufur, sehingga mereka bergerak di jalur kaderisasi yang masif dan terstruktur. Kegiatan mereka masuk dalam berbagai lini sosial masyarakat, tak terkecuali di level pemerintahan.

Ketiga, kritisisme terhadap sistem yang ada dengan memperjuangkan cita-cita tegaknya khilafah. Mereka kerap membangun narasi kebobrokan sistem yang ada terutama tentang demokrasi, kapitalisme hingga Pancasila. Kritik ini mereka sebarkan melalui berbagai ceramah, publikasi offline dan onfline untuk membangun ketidakpercayaan publik terhadap sistem yang ada.

Keempat, penguatan jaringan dan mobilisasi massa. Kekuatan HTI berikutnya adalah pengerahan massa yang cukup sukses. Mereka menggelar konferensi, festival, kegiatan populer, dan demonstrasi untuk menunjukkan eksistensi sekaligus membangun koalisi di tengah masyarakat.

Generasi muda merupakan sasaran utamanya. Jika melihat gerakan ini dari tahap sekolah hingga kampus mereka membangun jaringan yang kuat. Ideologisasi agama menjadi corak yang membuat anak-anak muda terpukau dengan mimpi khilafah yang diimpikan. Anak-anak muda diajari dan didoktrin gerakan politik berdasarkan cita-cita mereka.

Karena itulah, di level lembaga pendidikan formal dan non formal anak-anak muda wajib aware dengan narasi dan strategi mereka. Kedok kegiatan mereka apalagi setelah dibubarkan memang sangat halus. Narasi hijrah, berislam secara kaffah, kebangkitan pemuda Islam seringkali menjadi tema yang diangkat untuk menarik anak-anak muda perkotaan. Sebutan aktivis Islam, aktivis dakwah dan semacam kerap menjadi identitas yang dilekatkan sebagai kamuflase mereka.

Caranya cukup mudah untuk mengenali, jika ada narasi yang terus tanpa henti membangun kritisisme terhadap demokrasi, kapitalisme hingga membuat ketidakpuasaan dan ketidakpercayaan terhadap sistem yang ada patut dicurigai. Karena pada tahap berikutnya, hanya ada satu solusi bagi mereka yakni menegakkan khilafah.

Facebook Comments