Kebahagiaan dirasakan oleh semua umat Islam di dunia, tak terkecuali masyarakat muslim Indonesia, sebab masih dipertemukan dengan bulan Ramadan. Bulan suci ini dinanti karena di dalamnya terdapat banyak kemuliaan dan pahala melimpah. Dari sidang isbat yang dilaksanakan pada hari Minggu, 10 Maret 2024 Nahdlatul Ulama (NU) menetapkan awal puasa 1445 H/2024 jatuh pada hari Selasa 12 Maret 2024. Hasil isbat ini kemudian menjadi ketetapan resmi pemerintah.
Sementara Muhamadiyah memulai puasa pada hari Senin, 11 Maret 2024. Perbedaan ini karena perbedaan metode penentuan awal bulan yang berbeda. Muhammadiyah menentukan awal Ramadan dengan metode hisab, sementara NU bersama pemerintah menetapkan dengan metode rukyat. Perbedaan hasil ijtihad seperti ini memang kerap terjadi dalam penetapan awal Ramadan setiap tahun. Sama-sama sebagai hasil ijtihad maka tak perlu diperuncing dalam bentuk perdebatan.
Yang lebih penting adalah menjalankan ibadah puasa sebagai kewajiban dan memaknai aktifitas ibadah tersebut secara mendalam. Sebagaimana dinyatakan oleh Nabi “tak sedikit orang yang berpuasa Ramadan hanya sebatas merasakan haus dan dahaga saja”. Alarm peringatan supaya dalam menjalankan ibadah puasa Ramadan umat Islam tidak terbatas pada aktifitas tubuh berupa menahan haus, dahaga dan persetubuhan dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari saja, namun tujuan lain yang lebih baik juga diperhatikan.
Sebagaimana di maklumi, setiap ibadah dalam ajaran Islam memiliki ada tujuan lain sebagai esensi dari ibadah tersebut, yakni mencakup tujuan peribadatan kepada sang pencipta dan nilai-nilai kemanusiaan. Keduanya harus terintegrasi secara menyeluruh dalam setiap aktifitas ibadah. Disaat itu, kesempurnaan ibadah bisa tercapai.
Implementasi Nilai Pancasila dalam Ramadan
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sebagai umat Islam, puasa Ramadan menjadi media mendekatkan diri kepada Allah. Puasa Ramadan merupakan ibadah paling mulia mampu mengantarkan seorang hamba sebagai orang yang bertakwa. Selama sebulan penuh ditempa menahan diri dari rayuan nafsu yang dapat menjerumuskan manusia pada kubangan dosa.
Selain itu, puasa Ramadan merupakan pengakuan seorang hamba terhadap ke esaan Tuhan, sebagai pencipta semesta yang segalanya telah diatur sesuai kehendak-Nya. Satu yang menjadi sunnahnya di alam ini adalah keragaman. Heterogenitas adalah keniscayaan yang tak boleh seorang pun menyangkal, apalagi bermaksud menghapusnya dengan segala daya dan upaya.
Mengakui esensi Tuhan secara mutlak harus mengakui pula sunnah heterogenitas, meliputi agama, bangsa, suku, budaya dan lain-lain. Puasa Ramadan merupakan bulan pemurnian, di mana jiwa manusia dimurnikan dan ruhnya disucikan kembali. Puasa Ramadan mampu menghancurkan ketamakan, kedengkian, keangkuhan, kesombongan dan ke aku an. Memurnikan jiwa dari segala penyakit hati dan belenggu nafsu hewani. Sehingga, mampu mencemerlangian ikatan ruhani dengan Tuhan, membersihkan jiwa sebagai hamba Allah sekaligus menerima segala bentuk takdir penciptaan, termasuk keragaman.
Sila Kemanusiaan yang Beradab
Nilai-nilai kemanusiaan pada sila kedua Pancasila dominan teraktualisasi dalam ibadah puasa Ramadan. Pada bulan suci berbagi takjil diberi imbalan pahala seperti pahala orang yang berpuasa, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikitpun. Demikian pula zakat, sekalipun terlihat sepele hanya dengan 2,5 kg beras atau makanan pokok, namun seremonial zakat mengajarkan makna berbagi dengan sesama, sampai-sampai diperbolehkan membagikan zakat kepada fakir miskin non muslim setelah kelompok fakir miskin muslim terpenuhi.
Puasa yang memiliki aspek spiritual berdimensi horizontal mendidik seseorang memiliki kemuliaan akhlak di lapangan sosial. Yakni, sebagai hamba yang memberi Rahmat bagi sekalian alam semesta. Ia memiliki kasih sayang, tidak saja kepada sesama manusia, namun juga terhadap seluruh makhluk. Sikap demikian menumbuhkan sifat adil, serta memiliki naluri kemanusiaan yang bebas dari sekat agama dan sebagainya.
Sila Persatuan Indonesia
Indonesia sebagai negara yang diberi nikmat berupa keragaman keniscayaan rakyatnya untuk hidup saling menghargai. Puasa yang berkualitas akan dengan sendirinya menghargai heterogenitas. Sebab salah satu ajaran dalam agama Islam adalah titah Tuhan yang secara tegas mengatakan: “Kalau saya mau, niscaya manusia beriman semuanya”. Artinya, keragaman memang sengaja diciptakan oleh Allah di bumi untuk melihat, bagaimana manusia menghargai perbedaan tersebut dalam bingkai persaudaraan dan persatuan.
Diantara nilai-nilai luhur puasa Ramadan yang berkontribusi membentuk ketakwaan adalah kejujuran, inklusifitas, anti hoaks dan tolong menolong. Semuanya tidak dikerjakan atas dasar satu agama saja, lebih dari itu, kepada sesama manusia dan bahkan terhadap semua ciptaan Tuhan.
Puasa Ramadan mengajarkan bahwa Tuhan memerintahkan umatnya supaya memiliki sifat inklusif, terapan dari perintah ini adalah terbentuknya pribadi yang terbuka, saling menghormati, toleran dan meletakkan persatuan sebagai pondasi utama dalam kehidupan. Hal ini karena kedamaian merupakan cita-cita agung sebagaimana dikatakan oleh Nabi, hal paling bahagia adalah ketika terbangun di pagi hari mendapati keluarga dalam kedamaian.
Kedamaian hanya bisa tercipta oleh adanya sikap terbuka, toleran, dan meletakkan persatuan sebagai pondasi kehidupan berbangsa. Berbohong dan menyebar kebencian sebagai sumber perpecahan tidak diperbolehkan dilakukan saat berpuasa. Didikan tersebut mengisyaratkan agama Islam sangat membenci perbuatan menghasut, adu domba, dan sejenisnya yang dapat mengoyak persatuan.
Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan
Prinsip musyawarah dalam sila keempat ini tercermin dari sikap umat Islam pada penetapan hari pertama bulan Ramadan. Setelah proses rukyatul hilal berlangsung dibeberapa titik di seluruh Indonesia, masyarakat muslim selanjutnya menyerahkan kepada kepada keputusan Sidang Isbat Kementerian Agama Republik Indonesia.
Puasa mengajarkan ketaatan untuk menghargai hasil musyawarah. Umat Islam akan sesegera menggelar shalat tarawih setelah penetapan pemerintah melalui Sidang Isbat. Demikian pula ketika penetapan hari kemenangan, setelah diberitakan secara resmi oleh Kementerian Agama Republik Indonesia bulan puasa telah berakhir, umat Islam secara otomatis melakukan persiapan shalat Idul Fitri.
Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Nilai-nilai pada sila ke lima ini banyak sekali diajarkan dalam puasa Ramadan. Kewajiban zakat, anjuran berbagi takjil, penyajian makanan serta minuman setelah shalat tarawih di masjid maupun mushalla, sebagai bukti madrasah Ramadan mendidik umat Islam untuk peka lingkungan, peka kepada mereka yang kekurangan dan sikap solidaritas antar sesama umat manusia.
Puasa sendiri tidak lain melatih ruhani manusia dengan memperbanyak menyerap sifat-sifat Tuhan. Diantara sifat tersebut adalah sifat rahman dan rahim, sikap welas asih tanpa pandang bulu, terutama kepada mereka yang tergolong mustadh’afin.
Kesimpulannya, orang yang menjalankan puasa Ramadan dengan makna hakikinya akan menemukan dirinya berada dalam kemuliaan akhlak, memiliki nurani kemanusiaan yang tinggi dan memiliki sikap yang di Indonesia diterjemahkan dalam ideologi Pancasila.