Pada 16 Juli 2024, genap sudah empat belas tahun Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) didirikan. Selama lebih dari satu dekade, tentu peran BNPT dalam menangani radikal-terorisme sangat signifikan. Banyak pencapaian telah diraih, termasuk melandainya indeks terorisme hari-hari ini—yang puncaknya adalah pembubaran Jama’ah Islamiyah (JI).
Sungguhpun demikian, sebagai refleksi HUT ke-14, penting bagi BNPT untuk menyusun strategi yang tidak sekadar relevan untuk masa kini, tetapi juga adaptif terhadap tuntutan kontekstual, utamanya dalam menyemai komitmen anti-kekerasan pada generasi muda, yakni Gen Z dan Gen Alpha. Pasalnya, BNPT memegang peran penting dalam cita-cita Indonesia Emas: selama radikal-terorisme semarak, masa keemasan hanyalah utopia belaka.
Mengapa Gen Z dan Gen Alpha perlu menjadi perhatian utama dalam kontra-radikalisasi ke depan? Ada tiga alasan. Pertama, Gen Z dan Gen Alpha tumbuh di tengah pesatnya teknologi. Informasi mudah diakses, tetapi juga rentan terhadap penyebaran ideologi ekstremis melalui platform digital. Karenanya, seiring dengan era yang disruptif, Gen Z dan Gen Alpha mesti menjadi objek utama kontra-radikalisasi.
Kedua, Gen Z dan Gen Alpha berada dalam kondisi paradoksal: surplus ghīrah keagamaan namun defisit ilmu agama. Itu kenapa banyak generasi mereka yang terpapar radikal-terorisme. Para radikalis memanipulasi ajaraan keagamaan untuk menyeret Gen Z dan Gen Alpha ke dalam ideologi ekstremis. Kontra-radikalisasi dalam hal ini berorientasi pada penyeimbangan ilmu agama dengan ghīrah keagamaan itu sendiri.
Ketiga, Gen X yang saat ini banyak aktif dalam jabatan politik atau generasi milenial yang tengah menggeluti berbagai karir sosial-politik, pada tahun 2045 mereka berada di usia lanjut atau bahkan telah tiada. Artinya, pada masa Indonesia Emas, yang paling banyak berkiprah dalam politik nasional adalah Gen Z dan Gen Alpha. Jika mereka sejak hari ini terpapar ideologi ekstremis, bisa dibayangkan betapa terancamnya NKRI di masa depan.
Tiga alasan tersebut sangat cukup untuk menjadi refleksi bersama dalam HUT ke-14 BNPT. Misi Indonesia Emas tidak boleh sampai gagal hanya karena generasi bangsa terjerembab dalam ideologi berbahaya. Di situlah kontra-radikalisasi terhadap Gen Z dan Gen Alpha menemukan urgensinya. Dalam hal ini, BNPT mesti berada di garda terdepan karena posisi strategisnya: koordinator penanggulangan terorisme dan katalisator perdamaian.
BNPT; Katalisator Indonesia Damai
BNPT didirikan pada 16 Juli 2010 berdasarkan Perpres No. 46 Thn 2010. Eskalasi aksi teror dan kebutuhan akan koordinasi dan sinergisitas antarlembaga dalam menangani terorisme menjadi latar belakangnya. UU No. 5 Thn 2018 dan Perpres No. 7 Thn 2021 semakin mempertegas posisi BNPT sebagai koordinator stakeholder penanggulangan ekstremisme bersama kementerian/lembaga lainnya.
Secara tupoksi, BNPT berperan menganalisis dan memetakan ancaman terorisme, melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat, dan melakukan deradikalisasi napiter. BNPT juga bertugas membantu penegak hukum dalam proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana terorisme, hingga melakukan rehabilitasi dan reintegrasi terhadap eks-napiter. Tidak hanya itu, BNPT juga berperan di bidang kerja sama nasional dan internasional.
Selama didirikan hingga saat ini, telah banyak teroris ditangkap, banyak kelompok teroris diungkap, dan banyak aksi teror digagalkan oleh BNPT—tentu saja dengan koordinasi bersama Densus 88 dan stakeholder kontra-terorisme lainnya. Pada saat yang sama, melalui mitra strategisnya di daerah, yakni Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT), BNPT ambil peran penting lahirnya duta-duta damai di seluruh Indonesia.
Itulah kenapa BNPT merupakan katalisator Indonesia damai dengan mencakup tiga aspek. Pertama, katalisator pencegahan. BNPT tidak hanya bereaksi terhadap ancaman teror, tetapi juga proaktif dalam mencegahnya. Berbagai program edukasi dan sosialisasi digulirkan untuk menanamkan nilai-nilai toleransi, cinta tanah air, dan perdamaian kepada masyarakat. Namun sasarannya masyarakat umum, tidak fokus hanya untuk generasi muda..
Kedua, katalisator deradikalisasi. Pernah dengar Kawasan Terpadu Nusantara (KTN)? Program BNPT tersebut ditujukan sebagai jalan keluar dari radikal-terorisme. Program deradikalisasi dirancang untuk membantu para eks-napiter kembali ke jalan yang benar, meninggalkan ideologi radikal-teror dan menjadi Muslim yang moderat. Deradikalisasi sendiri merupakan program yang kompleks dan meniscayakan sinergisitas.
Ketiga, katalisator inovasi dan kerja sama dalam penanganan terorisme. Boleh jadi tak banyak yang tahu bahwa BNPT aktif menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, seperti Polri, Densus 88, BIN, dan lembaga intelijen negara lain, untuk berbagi informasi, merumuskan strategi inovatif bersama, dan melakukan operasi integratif dalam menanggulangi radikal-terorisme.
Idealnya, dengan melihat tiga aspek katalisasi Indonesia damai oleh BNPT tersebut, radikal-terorisme tak lagi menjadi ancaman di negara ini. Namun, faktanya tidak demikian. Gen Z dan Gen Alpha tetap berada dalam arus radikalisasi, dan apa yang BNPT lakukan seolah berperan signifikan terhadap Gen X dan milenial semata. Karena itulah, ke depan, sebagai katalisator Indonesia damai, kontra-radikalisasi bagi generasi muda menjadi keniscayaan.
Kontra-Radikalisasi Bagi Generasi Muda
Ada berita yang cukup meresahkan hari-hari ini yang dapat dijadikan titik tolak kinerja BNPT ke depan. Kelompok teror ISIS diketahui menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) untuk meningkatkan propaganda mereka. Tekniknya beragam. ISIS menggunakan AI untuk membuat karakter animasi atau avatar yang menyampaikan pesan propaganda. Kontennya lebih menarik terutama bagi Gen Z dan Gen Alpha.
Selain itu, ISIS menggunakan AI untuk menerjemahkan konten propaganda mereka ke berbagai bahasa sehingga menjangkau audiens global. Tidak hanya suara dan bahasa yang diglobalisasi, ke depan bahwa ISIS dikhawatirkan akan menggunakan wajah palsu (deepfake) untuk melakukan radikalisasi. Cara yang terakhir ini cukup mengkhawatirkan, apalagi generasi muda gemar menelan informasi instan tanpa verifikasi lanjut.
Jangkauan, kredibilitas, dan personalisasinya efektif sehingga radikalisasi menjadi kerentanan yang cukup mengkhawatirkan. BNPT boleh jadi belum memiliki sarana untuk mengonter hal tersebut, maka sekaranglah saatnya untuk bertindak. Para generasi muda, Gen Z dan Gen Alpha, yang mudah termakan propaganda radikal-terorisme lebih berbahaya daripada eks-napiter yang diradikalisasi BNPT selama ini.
Mengapa demikian? Jawabannya: karena generasi muda hari ini adalah harapan negara-bangsa di masa depan. Mereka mesti dijadikan prioritas. Untuk merespons propaganda seperti yang ISIS lakukan untuk meradikalisasi generasi muda, BNPT dapat melakukan kontra-radikalisasi dengan cara moderasi media sosial secara ketat, menciptakan AI anti-deepfake, atau yang paling umum ialah mengedukasi masyarakat.
Namun, dalam konteks Indonesia, kontra-radikalisasi bagi generasi muda yakni Gen Z dan Gen Alpha boleh jadi lebih kompleks. Hal itu karena para radikalis di negara ini tidak monolitik. Sebagian mempropagandakan Khilafah Tahririyah seperti HTI, dan sebagian lainnya mempropagandakan Daulah Islam seperti JI dan JAD. Gen Z dan Gen Alpha ditarik ke beragam ideologi berbahaya, yang penanganannya juga tentu saja berbeda.
Yang jelas, generasi muda merupakan kunci. Mereka adalah target utama kontra-radikalisasi, sebagai upaya strategis merealisasikan Indonesia Emas di masa depan. Mereka yang berada di tampuk kekuasaan atau yang bergelut di bidang sosial-politik di masa mendatang haruslah generasi yang sedari sekarang memegang teguh pilar-pilar kebangsaan dan ideologi negara. Prospek Indonesia Emas berada di tangan generas muda: Gen Z dan Gen Alpha.
Prospek Indonesia Emas
Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi negara maju dengan sumber daya alam yang melimpah dan generasi bangsa yang cerdas, inovatif, dan cinta tanah air. Namun, radikalisasi adalah tantangan Indonesia Emas 2045 yang tidak boleh disepelekan. Dengan strategi kontra-radikalisasi yang masif dan kontekstual, tantangan tersebut pasti dapat diatasi. Tentu saja BNPT menjadi stakeholder kunci untuk langkah-langkah strategis ke depan.
Di situlah BNPT—dengan sinergisitas yang ekstensif—mesti terus berinovasi dalam mengembangkan program kontra-radikalisasi itu sendiri. Upaya pencegahan radikalisasi terhadap Gen Z dan Gen Alpha wajib menjadi prioritas untuk mencapai visi Indonesia Emas. Hal itu jelas tidak hanya akan melindungi generasi muda, tetapi juga memastikan mereka tumbuh menjadi agen perubahan dalam pembangunan nasional masa depan.
Literasi digital kontra-radikalisasi merupakan upaya yang tidak bisa ditawar. Dalam hal ini, BNPT telah melakukan berbagai strategi yang efektif, misalnya melalui website Pusat Media Damai, yakni jalandamai.org. Strategi Pentahelix juga telah dilakukan dan mesti dijalankan secara berkelanjutan, karena Gen Z dan Gen Alpha berada dalam pengaruh keluarga, guru, lingkungan, dan sosial-politik yang rentan radikalisasi.
BNPT harus terus melangkah dalam menanggulangi terorisme. Sebagaimana prestasi-prestasi yang telah tercapai dalam eksistensinya selama lebih dari satu dekade, kontra-radikalisasi ke depan dengan segala tantangannya berada dalam tanggung jawab BNPT. Prospek Indonesia Emas mesti disambut dengan optimisme, sekaligus mesti diikuti upaya menjaga generasi bangsa dari radikal-terorisme sang penghambat kemajuan dan keemasan itu sendiri.
Wallahu A’lam bi ash-Shawab…