Dalam kurun tahun 2023-2024 memang berita serangan aksi terorisme sudah bersih dan berkurang. Hal ini seharusnya tidak membuat kita lengah dalam aksi teror selanjutnya. Sebab biasanya serangan-serangan teror besar atau kecil dirancang dengan sedemikian rahasia. Kita boleh berbangga namun tetap harus waspada.
Kenapa kita harus waspada? Sebab kampanye untuk berpartisipasi dalam aksi teror, sekarang dibungkus dengan kemasan yang menyenangkan. Saya sebenarnya tidak mau berburuk sangka terhadap komentar-komentar seperti, “aku bangga dengan manhaj salaf” dan perkataan-perkataan yang senada dengan hal itu. Mohon maaf, bukan berarti saya tidak suka terhadap keilmiahan mereka. Hanya saja, jika ketika melihat aksi-aksi teror di tahun-tahun sebelumnya, para pelaku beraliran madzhab salafi-wahabi.
Gerakan yang kita kenal sebagai Wahabi adalah gerakan yang meresahkan. Mulai dari aksi-aksi mereka yang menyalahkan perilaku-perilaku yang sebenarnya berdasar dalil al-Quran dan sunnah dan bahkan ada yang mengkafirkan orang-orang yang berbeda pandangan dengan mereka, juga tidak tanggung-tanggung mereka diduga sampai berani memalsukan karya-karya ulama.
Aksi mereka ini bahkan sudah terekam ratusan tahun yang lalu. Dalam Ḥāsyiyah al-Shāwī `alā Tafsīr al-Jalālain, ketika memberikan hasyiah dalam Surat al-Fāthir ayat tujuh, Syekh ash-Shawi menuliskan:
وقيل هذه الآية نزلت في الخوارج الذين يحرفون تأويل الكتاب والسنة ويستحلون بذلك دماء المسلمين وأموالهم كما هو مشاهد الآن في نظائرهم وهم فرقة بارض الحجاج يقال لهم الوهابية يحسبون أنهم على شيئ ألا إنهم هم الكاذبون استحوذ عليهم الشيطان فأنساهم ذكر الله أولئك حزب الشيطان ألا أن حزب الشيطان هم الخاسرون نسأل الله الكريم أن يقطع دابرهم.
“Menurut satu pendapat, ayat ini diturunkan berkaitan dengan kaum Khawarij, meraka adalah orang-orang yang mendistorsi penafsiran Al-Qur’an dan Sunah. Mereka menghalalkan darah dan harta benda orang-orang Islam, sebagaimana yang terjadi dewasa ini pada golongan mereka, yakni kelompok yang berada di negeri Hijaz yang disebut dengan aliran Wahabiyah. Mereka mengira bahwa diri mereka adalah orang-orang yang terkemuka, padahal mereka adalah para pendusta. Setan telah memperdaya mereka sehingga lalai mengenal Allah. Mereka adalah golongan setan, dan sungguh golongan setan itu orang-orang yang merugi. Kita berdoa kepada Allah yang Mahamulia, semoga menghancurkan pondasi mereka.”
Kitab ini kemudian menjadi korban dari aksi yang diduga merupakan ulah mereka. Kalimat yang menjelaskan tentang Wahabi dihapus. Untuk lebih lengkapnya mengenai pengubahan kitab ini bisa merujuk ke artikel di website NU Online dengan judul Salafi Wahabi dan Pemalsuan Kitab Kuning.
Mereka Mengaku Bermadzhab Hadis Sedangkan Imam Bukhari Melakukan Bid’ah
Dengan menggunakan metode praduga tidak bersalah, anggap saja memang salafi-wahabi ini memang benar-benar menginginkan kemurnian akidah dan kemurnian Islam. Namun, jika memang begitu maka mereka sebenarnya telah menyalahi kesucian-kesucian Islam yang sejati. Islam yang mengusung rahmatan lil alamin, menjadi ternoda oleh perilaku dan aksi mereka.
Gerakan dan aksi mereka ini bermacam-macam. Ada yang membuat resah di bidang fikih dengan cara membidahkan hal-hal yang mereka tidak tahu dalilnya. Mereka bahkan membantah teori bid’ah hasanah dan bid’ah sayyiah. Dengan berdalil bahwa lafadz kullu dalam kalimat kullu bid’atin dlalaalatun mempunyai makna menyeluruh tidak ada yang terkecuali. Padahal di dalam bahasa arab lafadz kullun ini ada yang mempunyai makna sebagian. Mereka hanya mengambil mentah makna kesukaan mereka. Dalam hadis yang disahihkan oleh Albani, disebutkan: kullu ainin zaaniyatun yang kalau kita ikuti kaidah penerjemahan dari mereka, maka hadis ini bermakna “semua mata berzina”. Padahal tidak begitu kan? Mungkin ini yang dimaksud dengan mendestorsi makna-makna Quran dan hadis.
Mereka membidahkan amalan seseorang yang tidak sepaham karena mereka tidak tahu dalilnya. Dan jika mereka diberi tahu, mereka akan mengatakan bahwa Rasulullah saw. tidak pernah melakukan hal itu. Dan mulai bertanya: “Apakah kamu merasa lebih baik daripada Rasulullah?”. Mereka berpegangan pada hadis shahih Bukhari. Padahal kita semua tahu, cerita terkenal dari Imam Bukhari yang selalu melakukan shalat dua rakaat sebelum menulis hadis. Apakah Rasulullah pernah melakukan apa yang dilakukan oleh Imam Bukhari panutan mereka?
Slogan Kemurnian Akidah yang Semu dan Rancu
Dalam bidang akidah, misalnya dalam perdebatan istiwa’nya Allah. Sebenarnya yang mereka tuduh sebagai kaum yang menolak kalamullah karena mentakwil lafadz yastawi adalah kaum yang juga sepakat bahwa Allah istiwa’ ‘alal arsy. Jadi kaum muslim sepakat bahwa Allah itu ber-istiwaa’ ‘alal arsy. Metode-metode kaum salaf dalam mengambil firman Allah ini dengan dua cara, yang pertama adalah tafwidl. Artinya, menyerahkan makna dan apapun pengertiannya kepada Allah.
Jadi tafwidl yang benar adalah tidak menerjemahkan dalam bahasa apapun. Maka, adalah hal rancu, jika mereka mengaku tafwidl namun menerjemahkan lafadz istawa ataupun yastawi dengan kata ‘bersemayam’. Karena tujuan metode ini sebenarnya adalah menghindari tashawwur (penggambaran dalam fikiran) tentang makna yang kita ketahui. Jadi kalau diterjemahkan ya sama saja dengan takwil. Dan mereka menggembor-gemborkan metode tafwidl?
Sebagaimana tafwidl, takwil adalah usaha menghindari tashawwur yang bisa menyebabkan kita menyamakan Allah dengan makhluk. Maka dilakukanlah takwil. Dan takwil-takwil tidak sembarangan. Banyak alat dan bahan yang digunakan untuk menghasilkan takwil. Kemudian apakah mentakwil artinya menafikan firman Allah?
Allah berfirman:
إن الله على كل شيء قدير
“Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”
Dari firman tersebut bisa muncul pertanyaan, apakah Allah mampu menghancurkan dirinya sendiri? Maka perlu kajian lebih dalam, tentang lafadz kullun dan ayat-ayat al-Quran. Makanya dari awal, dalam pelajaran tauhid kita diajarkan tiga hukum dasar, yaitu wajib, mustahil dan jaiz, agar tidak terperangkap oleh pemikiran sesat kita sendiri. Wallahu a’lam.