Aksi terorisme kembali terulang di bumi Indonesia. Sejumlah bom secara massif meledak dan menimbulkan korban jiwa. Masyarakat pun dibuat ketakutan, khawatir aksi itu bukan akhir sebuah teror. Jangan-jangan –na’udzu billahi min dzalik– aksi tersebut baru permulaan. Tentu saja kekhawatiran ini mendasar.
Bagi bangsa Indonesia, aksi terorisme dalam dua dasawarsa terakhir bukanlah barang baru. Sejak bom natal pada tahun 2000, tak hanya sekali dua kali rakyat terancam dan ketakutan. Bom-bom berskala besar sebagaimana bom Bali, bom Kuningan, bom Marriot, dan sebagainya telah menumbangkan ratusan korban jiwa tak berdosa.
Masyarakat pun bertanya-tanya, karena apa mereka menjadi sasaran aksi teror? Apalagi dalam sejumlah kasus terdahulu aksi-aksi terorisme tersebut melibatkan orang-orang yang mengaku sedang menjalankan perintah agama (Islam). Padahal semua orang sudah mafhum bahwa Islam merupakan agama kasih sayang bagi semesta alam. Dalam ajaran agama ini, tak pernah ditemukan satupun anjuran untuk membunuh warga sipil apapun alasannya.
Karena itu bisa dipastikan jika para pelaku terorisme itu nyata dan jelas keluar dari ajaran Islam yang sebenarnya. Mereka hanyalah sekelompok manusia biadab tak beriman yang mencari-cari legitimasi agama atas kekejian dan kekejaman yang mereka sebarluaskan. Seakan-akan kekejaman itu dilakukan atas dasar menjalankan perintah Tuhan. Padahal, sifat paling utama yang wajib dimiliki Tuhan adalah Rahman dan Rahim, kasih dan sayang kepada semua hamba-Nya.
Dalam perspektif umat Islam, aksi terorisme seperti yang terjadi di depan gedung Sarinah Thamrin adalah sebuah ujian dan musibah. Karena dalam perspektif agama ujian itu datang kepada manusia dalam wujud ketakutan, kelaparan, ataupun kemiskinan. Ujian-ujian tersebut hanya bisa dilalui oleh mereka yang sabar.
Sabar dalam menghadapi ujian bukanlah dengan pengertian menahan diri tidak melakukan sesuatu (passif). Sabar dalam hal ini haruslah sabar yang bersifat progressif dan aktif. Masyarakat Indonesia harus bersabar dalam arti saling bekerjasama mengembalikan suasana aman tanpa teror seperti sedia kala. Umat Islam pun harus bersabar dalam arti berupaya mengembalikan citra positif agama yang telah dicoreng oleh kelompok teroris. Negara pun juga bersabar dalam arti berupaya keras memberi perlindungan maksimal kepada warga negara agar keamanan terus terjaga.
Sabar dalam perspektif bangsa Indonesia yang tengah dirudung teror haruslah menjadi bara positif sebagai bahan bakar penambah semangat. Bangsa Indonesia harus bahu membahu melawan terorisme secara aktif dan massif. Rakyat harus kuat melawan para perusuh. Terorisme sudah tidak bisa lagi dilawan lewat dialog dan tindakan preventif belaka. Terorisme harus dilawan dengan cara pro aktif dan massal.
Negara pun tidak lagi boleh menampilkan kelalaiannya menghadapi terorisme. Negara yang baik harus mampu tampil di hadapan warga negaranya sebagai pengayom dan pelindung masyarakat. Karena dalam perspektif hukum Islam, fungsi hukum yang direpresentasikan oleh negara (maqashid syariah) adalah menjamin keselamatan jiwa dan raga warga negara. Mari berantas terorisme!!!