Bullying dan Kekesan di Sekolah : Bagaimana Menghadapinya?

Bullying dan Kekesan di Sekolah : Bagaimana Menghadapinya?

- in Narasi
6
0
Bullying dan Kekesan di Sekolah : Bagaimana Menghadapinya?

Kekerasan dan bullying di lingkungan sekolah telah menjadi masalah yang semakin mendapat perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Dalam upaya untuk menanggulangi melawan bullying, sering kali pendekatannya terbatas pada mencegah atau memberikan hukuman bagi pelaku. Menilik dari tragedi di SMA 72, kita belajar bahwa memberikan hukuman tidak cukup untuk dijadikan perjuangan melawan kekerasan dan bullying.

Salah satu hal yang bisa dilakukan dalam perjuangan melawan bullying adalah pendekatan preventif. Bullying sering kali berkembang dari tanda-tanda awal pengucilan sosial, ejekan ringan, atau komentar merendahkan mungkin terlihat sepele, namun jika tidak ditangani dengan baik, hal tersebut bisa berujung pada kekerasan yang lebih serius. Penting bagi sekolah dan komunitas untuk membangun budaya yang menghargai perbedaan dan mengedepankan rasa saling menghormati.

Langkah preventif tersebut dapat dimulai dengan meningkatkan literasi sosial-emosional di kalangan siswa. Literasi sosial-emosional adalah kemampuan untuk mengenali dan mengelola perasaan diri sendiri serta membangun hubungan yang sehat dengan orang lain. Pendidikan karakter yang menekankan pentingnya empati dan toleransi perlu diterapkan di sekolah sejak usia dini, sehingga anak-anak tumbuh menjadi individu yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga sosial dan emosional.

Namun, mencegah bullying tidak cukup hanya dengan membangun budaya yang baik di sekolah. Setelah bullying terjadi, penting untuk menggunakan pendekatan restoratif dalam menangani masalah tersebut. Pendekatan restoratif mengutamakan pemulihan hubungan yang rusak, bukan hanya hukuman bagi pelaku, tetapi lebih kepada perbaikan dari kerusakan yang telah terjadi. Salah satu caranya adalah dengan memberikan dukungan psikologis kepada korban agar mereka dapat sembuh secara emosional dan sosial. Di sisi lain, pelaku bullying harus diberi kesempatan untuk memahami dampak dari tindakan mereka dan bertanggung jawab atas perbuatan tersebut, sambil mendapatkan pembinaan agar tidak mengulanginya di masa depan.

Pendekatan restoratif dalam menangani bullying berbeda dengan pendekatan yang lebih tradisional, yang cenderung berfokus pada pemberian hukuman kepada pelaku. Pendekatan ini lebih menekankan pada pemulihan hubungan yang rusak antara pelaku dan korban serta pemulihan lingkungan sosial yang terdampak oleh tindakan bullying. Dalam pendekatan restoratif, kedua belah pihak, baik korban maupun pelaku, diberikan kesempatan untuk berbicara dan mendiskusikan perasaan mereka, memahami dampak yang ditimbulkan, serta mencari solusi bersama.

Untuk pelaku, pendekatan restoratif memberikan kesempatan untuk merenungkan perilaku mereka dan belajar untuk bertanggung jawab atas tindakannya. Ini bukan soal menghukum, tetapi tentang membantu mereka memahami mengapa perilaku mereka salah dan bagaimana hal itu mempengaruhi orang lain. Pelaku juga diberikan dukungan agar mereka dapat mengubah sikap dan perilaku mereka agar tidak mengulanginya di masa depan. Melalui pendekatan ini, pelaku bisa mendapatkan pembinaan dan pendidikan karakter yang lebih mendalam, yang lebih efektif daripada sekadar hukuman fisik atau pemberian sanksi yang bersifat sementara.

Di sisi lain, korban juga menerima perhatian yang lebih menyeluruh dalam pendekatan restoratif. Alih-alih hanya diakui sebagai pihak yang dirugikan, korban dilibatkan dalam proses penyembuhan dan pemulihan hubungan. Mereka diberi ruang untuk mengungkapkan perasaan mereka secara terbuka dan diberi dukungan psikologis untuk membantu mereka sembuh dari trauma yang dialami. Dengan demikian, pendekatan ini membantu menciptakan ruang yang aman bagi korban untuk pulih tanpa merasa terstigma atau diabaikan.

Pendekatan restoratif ini juga memerlukan keterlibatan berbagai pihak, seperti guru, konselor, orang tua, dan teman sebaya, untuk memberikan dukungan maksimal kepada korban dan pelaku. Proses ini melibatkan komunikasi terbuka dan partisipasi aktif semua pihak yang terlibat untuk mencari penyelesaian yang saling menguntungkan, bukan untuk menyalahkan atau menghukum salah satu pihak saja.

Banyak orang menganggap kekerasan yang tampak ringan, seperti ejekan atau intimidasi verbal, hanyalah masalah sepele yang tidak perlu diperhatikan. Padahal, kekerasan tersebut bisa menjadi benih bagi kekerasan yang lebih besar dan lebih serius. Maka dari itu, kita perlu memahami bahwa setiap bentuk kekerasan, meskipun tampak kecil, harus diwaspadai dan ditangani dengan serius. Hal ini tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah dan guru, tetapi juga orang tua dan komunitas di sekitar. Keamanan bukan hanya soal menghindari tindak kekerasan fisik, tetapi juga meliputi upaya untuk menciptakan lingkungan yang aman secara psikologis bagi semua orang.

Tidak hanya itu, media, terutama media sosial, juga memainkan peran penting dalam upaya melawan bullying. Media sering kali memperburuk masalah dengan menyebarkan narasi yang memicu trauma lebih lanjut bagi korban bullying, sehingga media harus lebih berhati-hati dalam memberitakan kasus bullying atau kekerasan, menghindari sensationalisme yang dapat memperburuk keadaan. Masyarakat juga perlu diajak untuk tidak menghakimi korban, tetapi memberikan dukungan yang mereka butuhkan untuk pulih dan berkembang.

Kasus SMA 72 menjadi pengingat bagi kita bahwa kegagalan dalam menangani bullying dan kekerasan dapat berakibat sangat fatal, baik bagi individu maupun masyarakat luas. Banyak kasus menunjukkan bahwa korban bullying yang tidak mendapatkan penanganan yang tepat bisa berakhir menjadi pelaku kekerasan ekstrem. Untuk itu, perjuangan melawan bullying harus mendefinisikan ulang pendekatannya, dengan menggeser fokus dari hanya menghukum pelaku menjadi menciptakan budaya yang aman dan inklusif, melakukan deteksi dini terhadap tanda-tanda kekerasan, dan memberikan dukungan psikologis yang tepat bagi semua pihak yang terlibat. Dengan langkah-langkah ini, kita dapat mencegah kekerasan yang lebih besar dan menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi generasi mendatang.

Facebook Comments