“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…. (QS Ali Imron, ayat 110)
Prediket umat terbaik adalah anugerah dari Allah SWT. Anugerah ini tentu harus disyukuri dengan kebaikan-kebaikan tiada henti. Prediket umat terbaik bukanlah prediket yang mengesampingkan umat lain. Sama sekali bukan. Kalau mengesampingkan yang lain, justru terjebak dalam kesombongan, walaupun sepertinya melakukan kebaikan. Prediket umat terbaik adalah yang menjalaninya dengan ketulusan dan keikhlasan sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Tidak ada kekerasan, fitnah, dan caci maki, tetapi yang lahir adalah keteduhan, kedamaian, dan ketentraman.
Generasi nasionalis, dengan demikian, bisa dikategorikan sebagai generasi terbaik (khoiro ummah). Mereka adalah yang berjuang tulus dan ikhlas dalam menegakkan panji-panji NKRI. Mereka mencurahkan semua yang dimiliki untuk kemaslahatan NKRI. Ini senada dalam penjelasan Tafsir ibnu Katsir bahwa makna umat terbaik (khoiro ummah) dalam QS Ali Imron ayat 110 adalah umat yang dilahirkan untuk menebarkan kemanfatan kepada sesamanya. Cirinya adalah amal ma’ruf, nahi munkar dan beriman kepada Allah. Tentu saja, ketiganya mesti dilakukan dengan ukuran dan standar yang sudah dijelaskan dan diteladankan Nabi Muhammad. Pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Athiyah al-Aufi, Ikrimah, Ata, dan Ar-Rabi’ ibnu Anas.
Sejarah mencatat bahwa sosok Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, telah menorehkan etos kemaslahatan dengan berbagai kebijakan bernegara. Mereka menghadirkan kebijakan sebagai pijakan lahirnya kemaslahatan, sehingga lahirlah kedamaian dan ketentraman. Ini juga ditegakkan oleh Bung karno, Bung Hatta, KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan dan para pendiri bangsa lainnya. Mereka hadir sebagai generasi terbaik yang menancapkan keikhlasan da ketulusan bagi masa depan bangsa.
Para pendiri bangsa ini menandaskan bahwa cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Mereka sangat sadar bahwa tanah air adalah tumpah darah yang harus diperjuangkan dengan sepenuh hati. Tanpa tanah air, tak mungkin umat Islam bisa menjadi generasi terbaik yang memberikan kemaslahatan bagi semuanya. Inilah nasionalisme yang sudah ditancapkan, sehingga mereka tidak menghendaki Indonesia sebagai negara agama. Indonesia adalah negara yang damai, yang sangat nyaman untuk menegakkan panji-panji agama.
Menguatkan Pondasi
Menjadi generasi nasioalis sebagai manifestasi dari khoiro ummah, harus mempunyai pondasi yang kuat. Ini sudah dirumuskan arah dan gerakkan oleh Nahdlatul Ulama’ dalam butir-butir “mabadi khoiro ummah”. Ada lima pondasi yang harus dikuatkan.
Pertama, as-Sidqu. Yakni kejujuran / kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan. Kejujuran/ kebenaran adalah satunya kata dengan perbuatan, ucapan dengan pikiran. Apa yang diucapkan sama dengan yang di bathin. Jujur dalam hal ini berarti tidak plin-plan dan tidak dengan sengaja memutarbalikkan fakta atau memberikan informasi yang menyesatkan. Dan tentu saja jujur pada diri sendiri.
Kedua, Al-Amanah wal-Wafa bil ‘ahd. Memuat dua istilah yang saling terkait, yakni al-amanah dan al-wafa’ bil ’ahdi. Yang pertama secara lebih umum maliputi semua beban yang harus dilaksanakan, baik ada perjanjian maupun tidak, sedang yang disebut belakangan hanya berkaitan dengan perjanjian. Kedua istilah ini digambungkan untuk memperoleh satu kesatuan pengertian yang meliputi: dapat dipercaya, setia dan tepat janji. Dapat dipercaya adalah sifat yang diletakkan pada seseorang yang dapat melaksanakan semua tugas yang dipikulnya, baik yang bersifat diniyah maupun ijtima’iyyah. Dengan sifat ini orang menghindar dari segala bentuk pembekalaian dan manipulasi tugas atau jabatan.
Sifat dapat dipercaya, setia dan tetap janji menjamin itegritas pribadi dalam menjalankan wewenang dan dedikasi tehadap tugas. Sedangkan al-amanah wal wafa bil ’ahdi itu sendiri, bersama-sama dengan ash-shidqu, secara umum menjadi ukuran kredebilitas yang tinggi di hadapan pihal lain: satu syarat penting dalam membangun berbagai kerjasama.
Ketiga, Al-‘Adalah. Bersikap adil (al’adalah) mengandung pengertian obyektif, proposional dan taat asas. Bitir ini mengharuskan orang berpegang kepad kebenaran obyektif dan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Keempat, At-Ta’awun. At-ta’awun merupakan sendi utama dalam tata kehidupan masyarakat: manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan pihak lain. Pengertia ta’awun meliputi tolong menolong, setia kawan dan gotong royong dalam kebaikan dan taqwa.
Kelima, Istiqamah. Istiqamah mengandung pengertian ajeg-jejeg, berkesinambungan, dan berkelanjutan. Ajeg-jejeg artinya tetap dan tidak bergeser dari jalur (thariqah) sesuai dengan ketentuan Allah SWT dan rasul-Nya, tuntunan yang diberikan oleh salafus shalih dan aturan main serta rencana-rencana yang disepakati bersama.
Dengan pondasi inilah, generasi nasionalis akan selalu menjaga kedamaian dan ketentraman bagi Indonesia masa depan. Semua harus teguh bersama memegang prinsip ini, sehingga generasi masa depan yang nasionali selalu hadir untuk tegaknya NKRI.