Khutbah Wada’ Rasulullah: Tonggak Sejarah Peradaban Manusia

Khutbah Wada’ Rasulullah: Tonggak Sejarah Peradaban Manusia

- in Narasi
1672
0

Setelah sukses menjalankan misi Madinah, Nabi Muhammad saw melaksanakan ibadah haji pada tahun ke 10 Hijriyah, yang pertama kali dan untuk yang terakhir. Inilah momentum haji yang nantinya akan menjadi tonggak sejarah peletakan dasar peradaban manusia di dunia.

Apa yang disampaikan Nabi Muhammad saw di Arafah itulah yang disebut khutbah wada’ atau pidato perpisahan. Dinamakan demikian karena tidak lama setelah itu, kira-kira tiga bulan kemudian Nabi wafat. Dalam pidato khutbah wada’ ini Nabi menegaskan kalau istilah sekarang (kontemporer) hak asasi manusia, beliau bersabda; “Sesungguhnya darahmu, hartamu, dan kehormatanmu itu haram, artinya suci tidak boleh diganggu, sebagaimana haramnya harimu ini, bulanmu, dan tempatmu ini”.

أيها الناس, ان دماءكم وأموالكم حرام عليكم الى أن تلقوا ربكم كحرمة يومكم هذا في شهركم هذا في بلدكم هذا

Khutbah itu diperuntukkan manusia secara umum, tidak hanya sebatas orang Arab saja. Dengan terbukti diawali dengan wahai manusia (ayyuhan nas). Nah di sini jelas Nabi ingin menegaskan bagaimana pentingnya menjunjung tinggi harta, kehormatan dan nyawa. Bahwa terkait dengan tiga hak mendasar itulah yang harus dijaga dan dilindungi oleh negara dan agama. Maka, kalau kita cermati dan hayati Nabi sangat cinta damai dan persaudaraan dengan seluruh umat manusia. konsekuensinya jelas, kalau kita rindu dan cinta Nabi, harus cinta perdamaian dan persaudaraan.

Al-Quran menyatakan bahwa martabat dan hak asasi manusia harus dijunjung tinggi: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak adam” (Q.S. 17: 70). Dengan begitu, menjaga martabat manusia lebih penting dari semua hambatan rasial, sosial, atau religius yang mengotak-ngotakkan kemanusiaan. Spirit altruistik (keumatan) ini akan sangat bermakna apabila kita hayati dan dijalankan.

Inilah ajaran Islam yang terbuka, moderat dan toleran (ummatan wasathan) untuk membangun peradaban yang unggul, sesuai dengan firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah/2:143. Berkenaan dengan ayat ini, Nurcholish Madjid berpandangan sebagai berikut; ummatan wasathan (umat yang ada dalam pertengahan) adalah umat yang pada waktu mendatang akan dapat memimpin merubah peradaban dan memimpin peradaban dunia. Sebagai kelanjutan dari konsep ummatan wasathan adalah umat dimana proses demokrasi dan pluralisme dapat diaplikasikan secara menyeluruh dan adil.

Spirit dakwah Nabi sangat futuristik (jauh ke depan) sehingga dalam mengemban dakwah beliau bisa kita simpulkan seperti ini, beliau berhasil menjalin ukhuwah Islamiyah di Makkah, ukhuwah madaniyah di Yastrib, dan ukhuwah insaniyah di haji wada’. Jelas, kalam kehalifahan manusia dan reformasi bumi telah beliau emban secara baik dan berhasil.

Maka dari itu sudah saatnya kita menghayati secara mendalam ajaran dan teladan Nabi Muhammad saw. Para ulama sebagai pewaris keilmuan dan kebijaksanaan Nabi, harus kembali kepada spirit perjuangan beliau. Jangan sampai ulama kita bisa diadu domba hanya karena berita yang belum pasti benarnya. Karena sekarang ini era modern, ditandai dengan era dunia maya, kalau tidak difilter secara baik, banyak berita bohong (hoax) bertebaran di media maya. Tentu ini sangat berbahaya bagi kehidupan kebangsaan dan kebhinnekaan kita.

Makanya Imam al-Ghazali mengingatkan, “Sesungguhnya, kerusakan rakyat disebabkan oleh kerusakan penguasa, dan kerusakan penguasa disebabkan oleh kerusakan ulama, sedangkan kerusakan ulama disebabkan oleh cinta harta dan kedudukan.”

Coba kita renungkan sejenak, amaliah wajib kita sehari-hari, ketika kita shalat diawalai dengan takbiratul ikhram dan salam. Di situ jelas makna yang terkandung dalam sholat, bahwa ketika kita sudah menghadap kepada Allah, dengan mengucap takbiratul ikhram, kita harus melepaskan semua urusan, hanya ada satu titik puncak yaitu kepada Allah. Maka sholat akan diakhiri dengan salam, tengok kanan dan kiri. Nah, ini artinya selesai kita beribadah kepada Allah, kita harus melihat realitas duniawi (hablum minannas). Jadi, hubungan dengan Allah (hablum minallah) dan hubungan dengan sesama (hablum minannas) harus seimbang. Itulah yang dinamakan dengan keseimbangan iman dan amal shaleh. Sesuai dengan hadis Nabi; yang paling banyak menyebabkan manusia masuk surga adalah taqwa kepada Allah dan budi pekerti yang luhur.

Tentu kita menjadi rakyat Indonesia, harus selalu menjaga dan merawat semangat kebangsaan. Kekuatan civil society harus terus disemaikan, kontribusi ide segar, gagasan dan terobosan di tengah kegelapan harus ada. Inilah sejatinya negara sesuai yang dikatakan Hegel, bahwa negara merupakan penjelmaan dari pikiran. Kalau pikiran rakyat dan stackholders dapat tersambung secara sinergis, saya yakin Indonesia akan maju dan tercipta tatanan kebangsaan sosial politik dan keagamaan secara damai dan humanis.

Dengan begitu sangat jelas, marilah kita semua memupuk tali persaudaraan lintas batas sesuai yang diajarkan Rasulullah. Persatuan dan kedamaian akan terwujud jika seluruh anak bangsa, yang terdiri dari macam suku, ras, agama dan budaya, bersatu padu meneguhkan kebhinnekaan dan kesatuan NKRI. Dengan begitu Indonesia akan kuat, solid serta damai dan siap menjadi negara maju. Wallahu a’lam

Facebook Comments