Milenial Membela Negara melalui Dunia Siber

Milenial Membela Negara melalui Dunia Siber

- in Narasi
1376
1
Milenial Membela Negara melalui Dunia Siber

Warga negara yang baik tidak hanya hidup dengan menikmati kekayaan Indonesia saja, tetapi juga ikut andil dalam merawatnya. Tidak termasuk sikap yang diharapkan, seorang warga negara apatis terhadap nasib bangsanya, apalagi sampai melakukan tindakan sparatisme yang merusak kesatuan bangsa. Kalaupun kita kecewa dengan kinerja pemerintahan, bukan jalan kekerasan (misal gerakan mau memisahkan diri atau terlibat dalam aksi teror) yang mesti ditempuh, melainkan tindakan yang lebih produktif, seperti membangun sumber daya manusia yang kompeten melalui pendidikan, baik formal, non-formal, maupun informal.

Jika kita cermat, tanggal 19 bulan ini puluhan tahun lalu adalah momen heroik putra bangsa yang dilakukan demi menjaga kedaulatan Indonesia. Waktu itu tahun 1948, di mana Belanda tengah melancarkan agresi militer II, dan tidak mengakui keberadaan Negara Indonesia pasca Proklamasi. Ketika itu, dengan sigap, Presiden Ir. Soekarno memberikan mandat penuh kepada Mr. Syafrudin Prawinegara untuk menjalankan pemerintahan dengan membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Padang, Sumatera Barat, guna menjaga keutuhan NKRI. (polhukam.go.id)

Bisa dibayangkan, jika dulu tidak ada PDRI, boleh jadi Indonesia kehilangan status kemerdekaannya yang diraih dengan peluh dan darah. Sehingga, pembentukan PDRI menjadi babak penting dalam lintasan sejarah bangsa, yang membuktikan kecintaan warga negara kepada bangsanya. Bahwa ada semacam asa kolektif, supaya Indonesia tetap bersatu, dan masing-masing warga negara adalah bersaudara, tanpa dipisahkan sekat SARA.

Sebagai generasi belakangan, sejarah PDRI bisa kita jadikan bahan refleksi diri untuk menilai sejauh mana spirit nasionalisme kita kepada bangsa. Dulu para pendahulu kita getol menyerukan persatuan, sekalipun di bawah bayang-bayang ancaman Belanda-tak-tahu-diri, jangan-jangan kita hari ini berlaku sebaliknya; menghendaki superioritas kelompoknya, dengan begitu juga menghendaki perpecahan?

Zaman telah berganti menjadi lebih modern, dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang kian pesat. Tantangan kita hari ini adalah, merawat nilai-nilai warisan leluhur yang berfungsi untuk menjaga kehidupan bangsa agar tetap damai dan bersatu. Maka dari itu, kita perlu meneguhkan kembali identitas kebangsaan kita, lalu bergerak secara kolektif untuk merawat negara-bangsa supaya tidak bubar. Atau bisa dikatakan, hari ini kita mesti menyadari bahwa bela negara tidak hanya tugas militer, melainkan juga segenap masyarakat yang hidup di bawah kolong langit Indonesia –tentu, sesuai dengan kapasitas masing-masing.

Baca juga :Ketika Al-Quran Bicara Bela Negara

Bila bicara soal generasi, milenial agaknya menempati posisi paling penting untuk ikut andil dalam menjaga negara-bangsa. Pasalnya, generasi inilah yang beberapa tahun ke depan akan mengisi setiap jabatan politik-kemasyarakatan seantero Nusantara. Jika sejak kini milenial bersepakat untuk gerak bersama membela negara tercinta, bukan hal yang mustahil kelak di masa depan, akan terbangun kehidupan yang damai dan perbedaan tidak menjadi musibah, melainkan berkah untuk saling mengenal dan memperkaya diri dengan wawasan-wawasan baru. Dengan apa milenial berjuang, tak lain adalah dengan memanfaatkan teknologi informasi yang kini mulai digandrungi lintas generasi.

Bela Negara, Milenial, dan Dunia Siber

Bela Negara bisa diartikan sebagai sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945, dalam upaya melangsungkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Upaya tersebut sebagai nilai dasar bela negara mencakup cinta tanah air, sadar berbangsa dan bernegara, yakin pada Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban, serta memiliki kemampuan awal bela negara. (polhukam.go.id/2017)

Penjabaran tersebut dengan tegas menjelaskan, bahwa bela negara, nilai-nilainya didasarkan pada, setidaknya, Pancasila. Lima sila yang terkandung di dalamnya merupakan prinsip dasar bagi segenap warga negara dalam upaya membela negara dari serangan apapun, baik fisik maupun non-fisik, seperti ideologi makar.

Mengingat potensi generasi milenial, upaya untuk mempertahankan negara-bangsa mesti juga menjadi misi besar generasi tersebut. Tentu hal pertama yang mesti dilakukan adalah melakukan penyadaran kepada generasi milenial. Sepanjang lintasan sejarah bangsa, pewarisan nilai luhur kebangsaan selalu diwariskan dari generasi yang lebih tua kepada yang lebih muda. Begitu juga, generasi tua mesti mampu mewariskan nilai-nilai luhur yang memancar dari Pancasila, baik dalam bentuk teladan maupun nasihat, kepada segenap milenial. Begitu juga dengan milenial, mesti aktif dalam menggali sejarah-sejarah bangsa yang sarat pelajaran. Hal ini penting, karena mekanisme sejarah adalah seperti roda; berputar, dan dalam perputaran itu, jangan sampai kita yang melek sejarah terjatuh di lubang yang sama.

Di samping potensi sumber daya manusianya (SDM), kemudahan akses ke dunia siber juga menjadi pertimbangan selanjutnya untuk melakukan upaya bela negara. Milenial sebagai ‘pribumi’ dunia siber, mesti diberdayakan untuk mengarah ke situ. Ambil satu contoh, misalkan musuh negara yang belakangan sempat membuat resah negara-bangsa adalah radikalisme-terorisme, yang menggunakan saluran daring untuk menanamkan bibit-bibit kebencian kepada warganet yang tidak hati-hati.

Maka dari itu, milenial mesti cerdas dalam merespon fenomena tersebut. Dikutip dari liputan6.com, bahwa ada tiga hal yang bisa dilakukan warganet (terutama milenial) jika mendapati konten radikalisme-terorisme di media sosial. Pertama, jangan ikut komentar, tapi langsung laporkan. Boleh jadi, begitu kita membaca konten-konten terorisme, emosi langsung terpancing dan jika tidak dikontrol, akan mengomentari hal tersebut dengan ujaran kebencian. Maka dari itu, karena media sosial kini menyediakan fasilitas ‘laporkan’, maka pencetlah tombol tersebut, dan jangan lupa mengajak teman-teman, supaya bisa segera ditindak oleh pemilik platform media sosial.

Kedua, mention pihak berwajib. Di era digital, banyak instasi-instasi pemerintahan yang memiliki akun media sosial. Hal ini tentu akan memudahkan kita untuk melapor, jika sewaktu-waktu ada interaksi mencurigakan di media sosial. Ketiga, laporkan lewat aplikasi pesan instan. Kominfo telah menghadirkan akun @aduankonten yang bisa dimanfaatkan warganet untuk melaporkan temuan radikalisme-terorisme di akun media sosial.

Sementara sebagai pungkasan, selain langkah ‘penindakan’, warganet, terutama milenial yang memiliki daya kreativitas tinggi (berbasis IT), bisa menyebarkan konten positif. Konten positif, misal memuat ajaran universal agama dan bangsa, lalu direproduksi dalam berbagai media (tulisan, gambar, grafis, video), dan disebarkan ke jagat maya. Sehingga, bisa mengcounter konten-konten negatif.

Cukup sederhana bukan, untuk ikut andil dalam proyek jangka panjang bela negara? Saatnya milenial bersuara, demi menjaga kesatuan negara-bangsa Indonesia tercinta. Kuasai dunia siber, dan jadikan wahana untuk menebarkan benih-benih perdamaian.

Facebook Comments