Pendidikan berbasis karakter adalah fondasi penting dalam membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara emosional dan moral. Di Indonesia, di mana keberagaman budaya, agama, dan sosial sangat kuat, pengajaran nilai-nilai moral dan etika harus menjadi bagian integral dalam sistem pendidikan. Guru bukan hanya pengajar materi akademik, tetapi juga pembimbing moral dan karakter siswa.
Namun, seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan munculnya kecerdasan buatan (AI), muncul pertanyaan yang mendalam: apakah AI dapat menggantikan peran guru dalam mengawal pendidikan berbasis karakter? Saya berpikir bahwa meskipun AI dapat mendukung pendidikan, peran guru dalam membentuk karakter yang melibatkan interaksi sosial, empati, dan pengajaran moral tidak dapat digantikan oleh teknologi.
Salah satu aspek yang membedakan guru dengan AI adalah kemampuan empati dan pemahaman emosional. Guru dapat membaca ekspresi wajah, bahasa tubuh, serta suara siswa untuk menilai apakah mereka merasa cemas, bingung, atau bahkan bahagia. Melalui keterampilan pemahaman tersebut, guru dapat memberikan dukungan emosional yang dibutuhkan siswa dan memberikan rasa aman dalam lingkungan belajar.
Pemahaman sikap sangat penting untuk mencegah perkembangan sikap ekstremis, yang sering kali muncul dari rasa ketidakpahaman, ketegangan sosial, atau kekurangan dukungan emosional. AI, meskipun dapat mengenali pola tertentu, tidak memiliki kemampuan untuk merasakan atau memahami perasaan manusia dengan kedalaman yang sama. Oleh karena itu, AI tidak bisa memberikan rasa empati atau menanggapi secara emosional ketika siswa mengalami kesulitan atau kebingungan.
Peran Adab dalam Mengatasi Ekstremisme
Selain itu, pendidikan berbasis karakter sangat bergantung pada interaksi sosial dan pengajaran nilai moral. Sebagaimana disebutkan dalam pepatah Arab “Al Adabu Fauqol Ilmi” (adab lebih tinggi dari ilmu), pengajaran tentang moral dan etika jauh lebih penting daripada sekadar menyampaikan informasi atau pengetahuan. Ini adalah ajaran penting dari tradisi filsafat pendidikan Islam yang mengutamakan integritas karakter dan adab dalam proses pembelajaran. Adab di sini mengacu pada sikap yang baik, pengendalian diri, penghormatan terhadap orang lain, dan kemampuan untuk hidup berdampingan dalam keberagaman.
Pengajaran karakter tidak hanya melibatkan pengajaran di dalam kelas, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari, di mana siswa belajar dari sikap, perilaku, dan teladan yang diberikan oleh guru mereka. Guru yang mengajarkan nilai-nilai adab akan membentuk individu yang tidak hanya terampil secara akademik, tetapi juga memiliki integritas, sikap positif, dan tanggung jawab sosial. Hal ini menjadi kunci dalam mencegah radikalisasi dan ekstremisme yang sering kali lahir dari ketidaktahuan atau ketidakpahaman terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang sejati.
Meskipun karakter yang dibentuk oleh guru sangat penting, namun, pengaruh informasi melalui internet tetap menjadi tantangan besar. Informasi ekstremis dapat dengan mudah diakses oleh siapa saja, tanpa ada filter yang memadai. Banyak anak muda yang mungkin lebih mudah terpengaruh oleh konten-konten tersebut yang tidak melalui proses pembelajaran etis atau moral yang mendalam.
Namun, karakter yang dibentuk oleh guru yang membimbing siswa untuk berpikir kritis dan mengajarkan pentingnya moralitas dan toleransi akan menjadi benteng yang kuat dalam menghadapi pengaruh buruk dari dunia maya. Guru yang mengajarkan nilai-nilai kebijaksanaan, toleransi, dan keadilan dapat membantu siswa untuk menilai informasi dengan bijak, mengidentifikasi konten yang merugikan, dan mengembangkan sikap kritis terhadap informasi yang mereka terima.
Membangun Karakter untuk Menghadapi Ekstremisme Digital
Namun, pengaruh dunia maya memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Teknologi dan internet bisa sangat memengaruhi cara berpikir dan pandangan seseorang. Pendidikan yang berbasis karakter harus terus diperkuat dengan pendekatan yang lebih holistik, yang melibatkan keterampilan berpikir kritis dan pemahaman yang lebih baik tentang dampak sosial dari konten yang beredar di internet. Di sini, peran guru sebagai pembimbing moral, yang menanamkan nilai-nilai etika dalam setiap pembelajaran, akan sangat penting dalam membentuk karakter siswa agar tidak mudah terpengaruh oleh paham ekstremis.
Meskipun AI bisa memainkan peran pendukung dalam pendidikan, peran guru dalam membentuk karakter siswa tetap sangat penting dan tidak bisa digantikan oleh teknologi. Guru memiliki kemampuan untuk menanamkan nilai-nilai moral dan etika yang sangat penting dalam membangun pribadi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bermoral.
