Aku Mau Hijrah : Membaca Fenomena Hijrah Kaum Milenial

Aku Mau Hijrah : Membaca Fenomena Hijrah Kaum Milenial

- in Narasi
1466
0
Aku Mau Hijrah : Membaca Fenomena Hijrah Kaum Milenial

Hijrah, sebuah kata yang nampaknya mulai populer di tengah populisme dan revivalisme Islam kekinian. Sebelumnya tidak ada istilah ini digunakan untuk menyebutkan diri dalam rangka pertaubatan. Ingin memperbaiki diri dan menyesali perbuatan masa lalu. Itulah arti taubat.

Istilah hijrah kadang lebih populer dari kata taubat. Esensi yang ingin diraih dalam perjalanan hijrah dewasa ini adalah meninggalkan hal buruk yang pernah dialami menuju tampilan baru. Terkadang tampilan inilah yang ingin membedakan dengan yang belum hijrah. Karena merasa beda dan benar, yang berhijrah seolah paling sah disebut muslim.

“Aku Mau Hijrah” bukan lagi sekedar keinginan dari niat untuk merubah diri dalam arti taubat. Namun, hijrah milenial lebih menjadi gerakan, selebrasi hingga kapitalisasi event-event hijrah di berbagai daerah. Bukan sekedar perubahan dari aspek religiositas, tetapi telah menjadi makanan empuk di sektor ekonomi.

Lihatlah kaos hijrah begitu laku dipasarkan. Hijrah Fest misalnya menjadi gaya hidup baru anak milenial untuk mengikuti gerak promosi ini. Hijrah yang pada mulanya bersemangat agama untuk memulai perubahan diri menjadi sangat selebrasi dan tidak memiliki esensi. Memang perubahan yang lebih baik harus didukung tetapi ketika perubahan itu hanya seremonialis dan dimanfaatkan kepentingan pragmatis, sejatinya niat hijrah pun menjadi melenceng.

Ketika kepentingan pragmatisme atau mungkin ideologis yang bermain di balik gerakan hijrah, lalu ia kehilangan makna yang esensial. Hijrah menjadi nampak di permukaan hanya perubahan fisik dan tampilan, tetapi bukan sikap dan mindset. Tampilan menjadi berubah sehingga layak dikatakan hijrah. Lalu, muncul gerakan hijrah yang seolah menutup diri dari lingkungan sekitar.

Hijrah bukan dengan cara membedakan diri, tetapi merubah diri. Dengan berubah bukan seseorang harus menjadi menjauh dari komunitasnya, apalagi sudah berani menyalahkan yang berbeda. Hijrah adalah menerapkan cara niat, cara pandang dan cara sikap yang islami. Karena itulah, perlu gerakan hijrah ini kembali pada semangat hijrah Rasulullah.

Kembali pada Semangat Hijrah Rasulullah

Pertama kali harus disadari bahwa fenomena hijrah adalah ingin mengambil dan meniru gerakan hijrah yang monumental dalam sejarah Rasulullah. Sejarah yang mampu membangkitkan umat Islam dari kondisi yang tertindas menuju kondisi aman. Lalu, umat diperkenalkan dengan suasana damai di tengah perbedaan.

Hijrah dengan demikian ingin menjadi lebih islami dalam beribadah dan lebih islami dalam bersikap dengan cara menghargai perbedaan. Aku Mau Hijrah berarti ingin berubah dari pandangan yang sempit menuju pandangan yang terbuka yang multikultural. Hijrah bukan semakin menjauhkan diri dari keragaman.

Gerakan hijrah milenial ini tidak hanya patut didukung, tetapi juga patut didampingi. Bukan mereka yang punya kepentingan yang memanfaatkan gerakan ini tanpa mempertimbangkan aspek esensial dari hijrah. Pendampingan hijrah dilakukan para ulama untuk memberikan arti dan semangat hijrah yang sebenarnya.

Hijrah milenial harus menjadi gerakan anak muda yang ingin memperbaiki dirinya secara keagamaan dan secara sosial. Secara keagamaan ia harus mampu belajar agama yang mendalam bukan sekedar tampilan dan halal haram semata. Ada etika dalam Islam yang juga menjadi landasan etis dari hijrah.

Secara sosial hijrah harus membangun pandangan anak muda untuk membangun ukhuwah di tengah perbedaan. Berhijrah bukan semakin menutup diri dari yang berbeda. Hijrah berarti siap secara keagamaan untuk menerima yang berbeda dan membangun persaudaraan. Jika hijrah semakin menutup diri itu bukan hijrah yang sebenarnya.

Sudahkah kamu siap berhijrah?

Facebook Comments