Sabtu, 27 April, 2024
Informasi Damai
Archives by: Fathur Rohman

Fathur Rohman

0 comments

Fathur Rohman Posts

Mengisi Medsos Kita dengan Keteduhan, bukan Kegaduhan!!

Narasi
Hingga saat ini, kita sedang berperang melawan wabah covid-19. Berbagai ikhtiar kita lakukan. Seperti melakukan physical distancing, memakai masker, cuci tangan dan hingga mengikuti semua aturan protokol kesehatan. Ini menjadi jalan jihad kita bersama-sama. Agar bangsa ini bisa segera hidup normal dengan baik seperti semula. Pada hakikatnya, kita sama-sama merasa bosan dengan pola hidup yang semacam ini. Siapa yang tidak merasakan jenuh ketika aktivitas sehari-hari kita selalu di rumah saja. ...
Read more 0

Ciri Khas Dakwah Nusantara adalah Mengajak, bukan Merusak!

Ciri Khas Dakwah Nusantara adalah Mengajak, bukan Merusak!
Narasi
Dakwah pada hakikatnya adalah mengajak, bukan memaksakan kehendak untuk merusak. Menyampaikan ajaran agama yang penuh cinta, bukan cacian dan kebencian. Menyampaikan ajaran-Nya yang penuh dengan rahmat, bukan mudharat. Menghadirkan petunjuk jalan kebaikan dan kebijaksanaan bukan keburukan dan kebiadaban. Karena basis dari dakwah adalah sebagai perantara untuk mencapai kebenaran-Nya yang penuh cinta dan kasih sayang. Bukan kekejian dan kezhaliman. Sehingga, dakwah yang bernuansa ajakan yang penuh santun tanpa paksaan justru lebih ...
Read more 0

Meneladani Habib Sebagai Ulama yang Berakhlak Seperti Nabi Muhammad SAW

Pada tanggal 21 September 2020 kemarin, sempat viral di jagat maya. Karena ada seorang Habib yang bernama Habib Salim Almansyur. Mencaci, memarahi dan bahkan memukul wajah seorang ustadz yang bernama Ustadz Hasan. Beliau dipukul dengan sepatu yang digunakannya. Hal ini dilatari oleh “buntut masa” pada saat pemilu tahun 2019 kemarin. Karena di sosial media saling sindir satu sama lainnya. Lalu ada yang “membakar api provokasi” tersebut sehingga Habib tersebut marah. Dan pada saat ustadz tersebut berusaha untuk islah dan mengklarifikasi agar bisa damai. Namun, respons Habib tersebut justru tidak mengenakkan dan melakukan tindakan yang sangat disayangkan sekali. Bahkan putrinya juga ikut campur dengan menyirami ustadz tersebut dengan air sambil memaki-maki. Karena ayahnya “seorang Habib” yang harus dihormati. Dalam kasus yang sama, baru-baru ini yang masih cukup panas. Perseteruan Nikita Mirzani dan Ustadz Maheer At-Thuwailibi. Bagaimana Nikita mencoba untuk mengomentari akan kepulangan Habib Rizieq ke Indonesia yang baginya justru hanya bikin kericuhan dan kebencian di mana-mana. Tentu, sontak Ustadz Maheer marah, mencaci dan bahkan tidak segan-segan mengancam Nikita Mirzani. Karena bagi Ustadz Maheer, sungguh tidak pantas “menghina seorang Habib” karena itu akan murka, musyrik dan tidak akan dapat pengampunan dosa. Beragam cacian yang menyakitkan terus dilontarkan kepada Nikita Mirzani. Dua fenomena ini, mulai memperlihatkan di satu sisi “label” kemuliaan seorang habaib atau cicit Nabi yang sepantasnya harus dihormati, disayangi dan bahkan dimuliakan. Tentu sangat benar kita wajib untuk menghormatinya. Tetapi tidak dengan “perilakunya” yang semena-mena dan tidak sesuai dengan akhlak Nabi beserta ucapannya. Sebagaimana garis keturunan Nabi yang harus membentang ke dalam dirinya yang seharusnya pula merefleksikan akan kebaikan dan keramahan-nya. Point ini bukan lantas mendukung seorang Nikita Mirzani yang sejatinya juga akan menyulut provokasi, karena menghina seorang Habib. Pun juga dengan seorang ustadz yang sabar dan mengalah ketika dipukuli, disirami dan bahkan dicaci karena dianggap tidak menghormati seorang Habib. Akan tetapi, point kita saat ini adalah tentang “label” seorang Habib yang sangat mulai dan dijadikan sandungan pembenar untuk melakukan apa saja dan seenaknya. Bahkan memukul dan mencaci orang yang dianggap rendah. Seperti Gus Dur yang dikatakan “buta hatinya” dan “Buta matanya” oleh Habib Rizieq dan itu pantas dilakukan dengan alasan karena dia seorang Habib? Atau keturunan Nabi Muhammad SAW? Jika Habib Rizeq dikritik akan perilakunya. Sehingga, dia menggunakan “label” Habib sebagai senjata untuk menyatakan akan hal itu dianggap menghina seorang Habib? Terang-benderang dari polemik yang semacam ini perlu ada semacam “pemahaman etis”. Bahwa sepantasnya, sewajibnya dan seharusnya seorang Habib yang menyandang gelar keturunan Rasulullah SAW. Mampu menjadi (teladan yang baik) dengan cara menasihati jika ada yang salah, keliru dan menyimpang. Bukan mencaci, menyakiti dan bahkan melakukan tindakan kekerasan dan semaunya. Habib adalah seorang ulama yang garis keturunannya langsung ke Rasulullah SAW, yang sejatinya harus (mencerminkan) segala aspek di dalam berdakwah yang santun, mudah memaafkan, bertutur yang baik dan berperilaku yang sesuai dengan Rasulullah SAW.
Narasi
Pada tanggal 21 September 2020 kemarin, sempat viral di jagat maya. Karena ada seorang Habib yang bernama Habib Salim Almansyur. Mencaci, memarahi dan bahkan memukul wajah seorang ustadz yang bernama Ustadz Hasan. Beliau dipukul dengan sepatu yang digunakannya. Hal ini dilatari oleh “buntut masa” pada saat pemilu tahun 2019 kemarin. Karena di sosial media saling sindir satu sama lainnya. Lalu ada yang “membakar api provokasi” tersebut sehingga Habib tersebut marah. ...
Read more 0

Mengkolaborasikan Hasrat Nasionalisme di Bulan Oktober

Mengkolaborasikan Hasrat Nasionalisme di Bulan Oktober
Narasi
Catatan hari penting di bulan Oktober, sejatinya ada sebuah lakon yang paling bersejarah dan berharga di dalamnya. Memuat tentang kisah-kisah, tradisi kebudayaan, semangat, perjuangan dan kemanusiaan yang terangkum dalam memori ingatan bangsa ini. Untuk selalu kita pegang, sadari dan dijadikan motivasi yang paling bermakna untuk menumbuhkan hasrat nasionalisme kita agar semakin kuat dan tidak mudah rapuh karena terpaan masalah yang menerjal stabilitas dan keamanan bangsa ini. Bagaimana di mulai pada ...
Read more 0

Melindungi Civitas Akademika dari Populasi Virus Radikalisme Semasa Kuliah Online

Narasi
Akar dari radikalisme dan intoleransi sejatinya bukan lahir dari rahim akademik. Tetapi populasi yang mewabah dan menebarkan propaganda-propaganda ajarannya masuk melalui pintu akademik. Karena di dalamnya ada generasi emas bangsa. Yaitu para mahasiswa baru yang kadang masih egois, benarnya sendiri, tidak terbuka dalam berpikir, tidak mau argumentasinya dikalahkan, serta kualitas pengetahuannya yang terbatas. Dalam kondisi mahasiswa yang semacam inilah dunia akademik semakin terancam. Di tengah populasi virus radikalisme yang menyebar, ...
Read more 0

Delusi Akar Radikalisme Agama

Delusi Akar Radikalisme Agama
Narasi
Jika radikal berarti kembali ke akar (radix). Radikalisme berarti suatu paham untuk kembali ke akar. Maka akar dari seluruh agama sesungguhnya adalah kasih-sayang. Tetapi bagaimana sekarang bisa berubah potensi menjadi kekerasan. Maka adanya fenomena kekerasan yang mengatasnamakan agama itu tegak bukan berdasarkan akar historis agama atau bahkan fenomena yang bersifat agamis. Tetapi delusi yang mereka bangun adalah kisah-kisah “teknis” politik tentang “penaklukan” “kejayaan” dan “Penguasaan” yang masih dijadikan framing kebenaran ...
Read more 0

Hijrah Kebangsaan dan Refleksi “Tiga Simbol” 17 yang Terhubung

Hijrah Kebangsaan dan Refleksi “Tiga Simbol” 17 yang Terhubung
Narasi
Menurut Habib Husein Ja’far Al Hadar, sejatinya ada tiga macam 17 yang tidak boleh dilupakan dan harus selalu kita ingat dan kita wajib mencintainya. Pertama, 17 rakaat sehari, yaitu ibadah Shalat yang harus kita tidak boleh lupa dan harus selalu konsisten untuk beribadah kepada-Nya. Kedua, 17 Ramadhan, yaitu hari bagaimana kitab suci Al-Qur’an diturunkan. Maka kita harus selalu mencintai dan mengamalkan kebaikan yang diajarkan dalam Al-Qur’an. Ketiga, 17 Agustus 1945, ...
Read more 0

Kesiagaan Millennial Menghadapi Para Manipulator Pancasila

Kesiagaan Millennial Menghadapi Para Manipulator Pancasila
Narasi
Telah diridhai oleh para ulama’ dan para pendiri bangsa lainnya, bahwa Pancasila sebagai ideologi bangsa yang mafhum sebagai pandangan hidup masyarakat Indonesia. Menyatukan setiap perbedaan. Membentuk pandangan hidup yang nyaman, adil, persatuan dan penuh dengan kedamaian. Karena puncak harapan terbesar bagi para pendiri bangsa adalah menjaga kemanusiaan untuk tetap direalisasikan dengan baik dari generasi ke generasi berikutnya. Tentunya di era Millennial saat ini. Maka perlu akan kecerdasan untuk berpikir jernih ...
Read more 0