“Marilah kita bangun bangsa dan kita hindarkan pertikaian yang sering terjadi dalam sejarah. Inilah esensi tugas kesejahteraan kita, yang tidak boleh kita lupakan sama sekali”. (Gus Dur)
Bangsa Indonesia merupakan bangsa mutikultural dimana ratusan bahkan ribuan kebudayaan menghiasi disetiap pelosok Indonesia. Perbedaan suku, agama, ras dan antar golongan (Sara) menjadi nikmat yang luar biasa karena kita dapat mengenal dan memahami perbedaan yang ada untuk saling bersinergi menguatkan persatuan. Namun terkadang perbedaan tersebut menjadi lahan empuk bagi pihak yang ingin memecah belah persatuan Indonesia dengan mengadu domba menggunakan isu-sisu Sara agar sesama saudara yang berbeda saling bertikai.
Ungkapan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di atas menjadi salah satu ungkapan yang anmat penting untuk kita renungi bersama. Gus Dur mengajak kita untuk membangun sebuah bangsa dan menghindarkan bangsa tersebut dari pertikaian yang sering terjadi dalam sejarah. Karena keduanya merupakan esensi dari tugas kesejahteraan kita yang tidak boleh kita lupakan sama sekali.
Masih ingatkah kita dengan kasus konflik Tahun 1998 tentang perbedaan etnis di Indonesia, kasus konflik antar agama di Ambon Tahun 1999, kasus konflik antar suku di Sampit Tahun 2001, konflik antar golongan Ahmadiyah dan Syiah di Tahun 2000an, dan kasus konflik antar golongan dan pemerintah (GAM, RMS, dan OPM). Lima kasus tersebut menjadi salah satu kasus yang berbau Sara terbesar yang pernah dialami oleh bangsa Indonesia. Dari kasus tersebut kita harus mampu belajar dari masa lalu agar hal serupa tidak terulang kembali di Indonesia. .
Tahun 2017 lalu kita disuguhkan dengan banyaknya berita hoax dan ujaran kebencian yang mengakar di media sosial hingga terungkapnya sindikat penyebar ujaran kebencian yang bernama Saracen. Terungkapnya Saracen menjadi salah satu pelajaran penting bagi kita bagaimana dapat memanfaatkan media sosial untuk kebaikan bukan untuk kejahatan. Media sosial menjadi lahan empuk untuk penyebaran berita hoax dan ujaran kebencian apalagi dengan menggoreng isu Sara yang amat sensitif di Indonesia. Tahun 2018 dunia maya terkhusus media sosial harus bersih dari berita hoax dan isu Sara agar terwujud tahun 2018 sebagai tahun perdamaian.
Budaya Tabayyun
Banyaknya kasus-kasus berita hoax hingga Sara yang bersileweran di media sosial seharusnya tidak lantas membuat kita mudah untuk mempercayaianya. Di dalam ajaran Islam sendiri ada namanya tabayyun. Tabayyun adalah mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas benar keadaannya atau yang sering kita kenal dengan Klarifikasi. Tabayyun atau klarifikasi menjadi salah satu ajaran Islam yang dapat menjadi solusi untuk informasi agar tidak terjadi kesalahfahaman. Dilansir dari www.nu.or.id, Tradisi tabayyun merupakan tradisi ajaran Islam yang dapat menjadi solusi dari zaman ke zaman. Terutama bagi informasi-informasi yang berpotensial memunculkan konflik dalam masyarakat. Metode tabayyun merupakan proses klarifikasi sekaligus analisis atas informasi dan situasi serta problem yang dialami umat. Harapannya akan mendapatkan hasil kesimpulan yang lebih bijak, arif dan lebih tepat sesuai keadaan masyarakat sekitarnya.
Oleh karena itu sebagai bangsa yang besar dengan berbagai perbedaan yang ada seharusnya kita dapat saling dewasa dalam menjaring informasi di media sosial. Kita harus mampu belajar dari masa lalu, kemajuan teknologi dan informasi yang amat pesat ini juga harus diikuti dengan kedewasaan berfikir, agar kita tidak mudah termakan dengan berita hoax dan isu Sara yang berpotensi menimbulkan konflik dan perpecahan.
Untuk mewujudkan media sosial yang sehat kita wajib membersihkan dunia maya khususnya media sosial dari berita hoax, ujaran kebencian dan isu Sara. Hal tersebut dapat kita mulai dari diri kita sendiri agar membatasai diri untuk tidak menebar kebencian dan isu Sara di media sosial. Namun sebaliknya kita harus selalu membangun, mengajak serta mengampanyekan berita dan informasi yang sehat di media sosial. Sehingga terwujud pesan damai dalam media sosial dan membersihkannya dari berita hoax hingga Sara.