Berbeda untuk Bersaudara

Berbeda untuk Bersaudara

- in Narasi
1119
0

“Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebaikan.”

(QS. al-Maaidah [4]: 48).

Ayat tersebut secara gamblang menegaskan bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam kondisi yang beragam. Bahkan, perbedaan tersebut ada yang berasal dari Allah SWT, tanpa adanya “campur tangan” manusia/makhluk yang bersangkutan. Mari kita renungkan, betapa Allah SWT telah menetapkan seseorang lahir dari suku A, sementara orang lain dari suku B. Allah menakdirkan seseorang lahir dari orang tua beragama Islam, sementara orang lain terlahir dari keluarga non-muslim. Begitu seterusnya, kita bisa memahami betapa Allah SWT menentukan perbedaan ini bahkan tanpa “persetujuan” manusia yang bersangkutan.

Dalam pada itulah, Allah juga tidak pernah memaksa kepada makhluknya untuk menentukan pilihan yang seragam. Allah SWT membebaskan kepada seluruh umat manusia menentukan pilihan hidup masing-masing. Jangankan hanya permasalahan dunia, dalam memilih agama saja, Allah SWT melarang adanya pemaksaan (lihat al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 256). Manusia diberi hak yang sama untuk memilih agama sesuai dengan keyakinan masing-masing.

Dalam perbedaan, Allah SWT memerintahkan kepada manusia agar memupuk tali persaudaraan dan takwa. Dengan kata lain, perbedaan antara satu orang dengan yang lainnya merupakan wahana untuk saling bersaudara dan mendekatkan diri para Allah, bukan untuk saling bermusuhan. Allah SWT sendiri berfirman, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya, orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. al-Hujurat [49]: 13).

Dalam menggapai ketakwaan, siapapun tidak boleh menganggap dirinya paling benar. Karena, jika hal ini terjadi maka sifat sombong akan melanda orang tersebut. padahal, ketika seseorang sudah terhinggapi sifat sombong, maka ia akan merendahkan orang lain. Padahal, belum tentu kebaikan/keunggulan yang diyakini seseorang merupakan kebenaran/keunggulan menurut Allah SWT. Bisa jadi hal yang dianggap tidak benar justru malah yang terbaik. Allah SWT berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. al-Hujurat [49]: 11).

Bermula dari sinilah, marilah kita menjaga persaudaraan dalam perbedaan. Peberdaan yang ada merupakan wahana untuk saling mengenal satu sama lain sehingga menjadi saudara. Perbedaan yang ada merupakan wahana untuk saling berlomba-lomba menuju ridha Allah SWT, bukan untuk saling gontok-gontokan, apalagi saling menyalahkan dengan membawa panji kebesaran agama Islam.

Marilah kita berusaha maksimal melakukan kebaikan sesuai dengan keyakinan kita masing-masing tanpa harus mengganggu atau bahkan menyalahkan keyakinan orang lain. Ketima keyakinan dan amaliah kita tidak nyaman diganggu orang lain, maka orang lain juga demikian. Semua menghendaki adanya ketenangan. Dan ketenangan ini bisa terwujud manakala tercipta adanya persaudaraan dan saling mengerti adanya perbedaan. Wallahu a’lam.

Facebook Comments