Cinta-kasih di dalam Islam itu bersifat egalitarianisme-immanent. Kita diwajibkan untuk beribadah sesuai keyakinan kita. Tetapi kita dilarang merusak apalagi mengganggu umat agama lain dalam beribadah yang sesuai dengan keyakinan mereka.
Artinya apa? cinta-kasih Tuhan di dalam Islam itu sejatinya menginginkan kehidupan umat manusia dalam kedamaian dan keamanan. Bukan dipenuhi dengan amoralitas dan pertumpahan-darah. Seperti pada momentum Natal pada 24 Desember 2023, Tuhan memang telah menjadikan prinsip (perbedaan agama) ke dalam “Untukmu agamamu dan untukku agamaku” (Qs. Al-Kafirun:6).
Cinta kasih di dalam Islam itu cenderung mengikat ke dalam aturan-aturan teologis yang bersifat: perintah dan larangan. Misalnya, di dalam (Qs. Al-Baqarah:256) “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah dijelaskan (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat”. Maka, di sinilah cinta-kasih di dalam Islam harus terpancar dalam semangat menjamin hak kebebasan beribadah/beragama atas umat agama lain.
Cinta-kasih di dalam Islam itu selalu menjauhi segala sesuatu yang sifatnya fitnah dan saling menuduh. Jangan sekali-kali menuduh amaliah umat agama lain sebagai tindakan keliru atau sesat. Ini bukan perkara benar atau salah, tetapi perkara cinta-kasih di dalam Islam dalam menghindari konflik. Maka, janganlah gemar menuduh seperti di dalam (Qs. Al-An’am:117) “Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mendapatkan petunjuk”.
Konteks selanjutnya tentang cinta-kasih dalam keislaman, adalah melindungi mereka non-muslim pada saat natal. Islam mengenal istilah amaliah yang berpijak pada hukum karma. Kita berbuat baik seperti menjaga keamanan nonmuslim saat ibadah, maka kita sama-halnya telah berbuat baik kepada diri kita sendiri dan agama, begitu juga sebaliknya. Seperti di dalam (Qs. Al-Isra’:7) “Jika berbuat baik, (berarti) kamu telah berbuat baik untuk dirimu. Jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian dari kejahatan) itu akan kembali pada dirimu sendiri”.
Aturan pasti di dalam Islam itu selalu membawa maslahat dan manfaat. Dua entitas nilai ini secara representatif adalah bentuk dari cinta-kasih itu. Sebagaimana, kita tidak boleh berbuat onar, mengganggu pelaksanaan ibadah umat agama lain dan apalagi mengacaukannya. Karena mereka tidak memerangi umat Islam dan tidak mengusir dari tanah air, dijelaskan dalam (Qs. Al-Mumtahanah:8-9).
Cinta-kasih di dalam Islam diwujudkan dalam tanggung jawab moral sebagai umat Islam. Kita dilarang, mengganggu, merusak apalagi menzhalimi umat agama lain di tempat ibadah mereka. Termaktub dalam (Qs. Al-Baqarah:114) “Lalu, siapakah yang tepat dianggap lebih zhalim dari pada orang-orang yang berusaha melarang dan menghalang-halangi disebutnya nama Tuhan di tempat-tempat peribadatan serta berusaha menghancurkan tempat-tempat tersebut. Padahal, mereka tidak berhak memasuki kecuali dalam keadaan takut kepada Tuhan”.
Kezhaliman itu sebagai sesuatu yang dilaknat oleh Tuhan di dalam Islam. Cinta-kasih di dalam Islam cenderung menyelamatkan jiwa manusia. Ditekankan dalam (Qs. Al-Hud:18) “Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) kepada orang yang zhalim”. Ini merupakan pancaran cinta-kasih dalam konteks tanggung-jawab moral atas kehidupan sosial dan kemanusiaan. Karena perbedaan agama telah menjadi kehendak-Nya yang harus dijaga (Qs. Al-Kafirun:6) “lakum dinukum waliyadin”.
Terakhir, adalah menjaga hubungan kemanusiaan antar umat beragama melalui (kerekatan sosial) yang diekspresikan saling mengucapkan selamat keagamaan. Ucapan selamat natal bukan merusak iman seseorang. Melainkan mengacu kepada prinsip iman untuk melahirkan rasa aman agar tidak saling berpecah-belah dengan mengikat kebersamaan di tengah perbedaan.
Perbedaan agama merupakan hal yang sering menjadi faktor perpecahan. Karena, perpecahan kerap disinyalir oleh kurangnya saling memahami, penuh curiga. Maka, ucapan selamat keagamaan dasarnya adalah cinta. Sebagai nilai kontradiktif dari tindakan berbuat kerusakan seperti melakukan aksi teror.
Islam menebar cinta-kasih dalam setiap aturan-Nya untuk tidak berbuat kerusakan. Karena ini adalah hakikat kebenaran Islam. Seperti di dalam (Qs. Al-A’raf:56) “Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harapan. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik”.