Daerah Perbatasan dan Urgensitas Wawasan Nusantara

Daerah Perbatasan dan Urgensitas Wawasan Nusantara

- in Narasi
527
2
Daerah Perbatasan dan Urgensitas Wawasan Nusantara

Daerah perbatasan sebuah negara merupakan hal yang paling penting dijaga, demi eksistensi sebuah negara. Bela negara yang secara tersurat dalam UUD 1945 Pasal 27-30 juga UU No. 3 Tahun 2002 merupakan hak dan kewajiban setiap anak bangsa. Menjaga daerah perbatasan tentu tidak boleh berhenti pada tataran fisiknya saja, melainkan harus masuk ke dalam ranah terpenting, yakni non-fisik.

Non-fisik yang dimaksud di sini adalah menjaga loyalitas, kesetiaan, nasionalisme, serta berusaha agar terhindar dari pemberontakan dan separatisme. Daerah perbatasan dan pulau terluar yang kaya akan sumber daya alam, sering menjadi bahan incaran beberapa pihak. Kepentingan ekonomi dan politik baik dari “dalam” terlebih-lebih dari “luar” sering mengaburkan akan karakter bangsa dan eksistensi suatu bangsa.

Pasal 30 UUD 1945 memang dinyatakan bahwa usaha dan pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian sebagai komponen utama, rakyat sebagai komponen pendukung. Akan tetapi, dalam realitas di lapangan ada semacam anggapan bahwa menjaga daerah perbatasan dan pulau terluar menurut anggapan masyarakat hanyalah tugas TNI saja. Anggapan ini tentu menyalahi amanat UUD 1945.

Daerah perbatasan dalam konteks kenegaraan adalah kunci aman tidaknya suatu negara. Bila daerah perbatasan lemah dan digerogoti oleh kekuatan luar, apalagi ideologi politik-keagamaan tertentu, maka keamanan dan ketenangan dalam penyelenggaraan negara menjadi tidak maksimal.

Samsul Nizar (2018) menyatakan bahwa banyak persoalan yang berkelindan di daerah perbatasan. Mulai dari penyeludupan via laut, transaksi ekonomi dan budaya yang menggiurkan, transaksi peredaran narkoba yang sangat kronis dan sistematis, TKI Ilegal (human trafficking), illegal fishing, informasi negara tetangga relatif jauh lebih baik membuat masyarakat cenderung memanfaatkan fasilitas negara tetangga, sampai kepada masuknya aliran-aliran sempalan lewat daerah perbatasan.

Baca Juga :Menguatkan Pendidikan Wawasan Kenusantaraan

Masalah-masalah ini jika tidak direspons segera, bisa menimbulkan efek yang berkepanjangan. Dampak yang ditimbulkan –masih menurut penelitian Samsul Nizar –sangat banyak, dan ini bisa mengancam keutuhan NKRI.

Dampak itu di antaranya, adanya ketergantungan dengan negara tetangga, munculnya arogansi negara tetangga dengan memandang rendah masyarakat perbatasan, kesewenang-wenangan atas wilayah perbatasan (dengan mengambil ikan dan penyeludupan di wilayah NKRI), dan munculnya sikap minder complex masyarakat perbatasan. Maka dalam konteks ini, peran melenial dalam ikut serta bela negara di daerah perbatasan sangan diharapkan oleh negara.

Penguatan Kebangsaan

Penguatan ideologi dalam konteks ini perlu digaungkan. Jangan sampai wilayah perbatasan merasa bukan lagi bagian dari NKRI. Penguatan ideologi tentu harus diiringi dengan kebijkan pembangunan yang adil dari pemerintah. Kebijakan Jokowi dengan jargon membangun dari pinggir, merupakan modal utama.

Penguatan ideologi dilaksanakan secara perlahan, tak ada paksaan, dan harus berbasis pada kesadaran. Pentingnya kesatuan, persatuan, terhindar dari intervensi negara asing dan eksploitasi pihak-pihak tertentu menjadi materi yang perlu diinternalisasi.

Dalam teori-teori sosial disebutkan, bahwa pemberontakan dan usaha untuk memisahkan diri kebanyakan berasal dari daerah pinggir. Tentu karena ada alasan, yakni daerah perbatasan adalah wilayah hilir-mudiknya kepentingan ekonomi dan konstasi ideologi politik dan agama.

Dalam konteks ini, anak bangsa –sebagai generasi yang paling banyak masuk dalam bela negara sesuai dengan UUD 1945 –harus berperan aktif. Aksi nyata segenap anak bangsa dalam menanggulangi masalah-masalah yang disebutkan di atas bisa melalui dua cara: tindakan riil di dunia nyata dan pengawasan di dunia maya.

Pertama, tindakan riil di dunia nyata. Ini bisa dilakukan oleh milenial lewat organisasi-organisasi yang fokusnya adalah advokasi dan penyuluhan. Organisasi semacam ini sudah banyak didirikan. Indonesia Mengajar, Gerakan Turun Tangan, dan sederet nama lain bisa dijadikan oleh kalangan anak muda sebagai sarana ambil bagian dalam menjaga eksistensi negara.

Dengan advokasi, penyuluhan, dan pengajaran materi-materi baik itu berkaitan dengan pendidikan anak-anak, pemanfaatan laut, pelestarian hutan, mencegah illegal fishing, maupun dengan memberikan keterampilan kepada masyarakat di daerah perbatasan bisa dijadikan fokus utama.

Program Kerja Kuliah Nyata (KKN) di daerah-daerah perbatasan yang diselenggarakan oleh beberapa Perguruan Tinggi bisa menjadi pertimbangan bagi mahasiswa. Dengan memberikan program yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara sembari diikuti pelatihan-pelatihan yang bisa menambah produktivitas masyarakat perbatasan, atau upaya-upaya yang bisa mengurangi tingkat kemiskinan bisa dijadikan mahasiswa sebagai program utama KKN.

Kedua, pengawasan lewat dunia maya. Ini bisa dilaksanakan oleh milenial dengan memaksimalkan media sosial, baik itu Facebook, YouTube, Instagram, dan sederet nama lainnya sebagai sarana mengontrol, mengawasi, dan memberikan informasi-informasi berkaitan dengan daerah perbatasan.

Tak jarang –bahkan dalam beberapa hal –media sosial adalah alat yang efektif, terutama mempromosikan wisata-wisata di pinggiran Indonesia yang jarang terekspos. Berkat bantuan media sosial milenial, bisa mendongkrakk pendapatan daerah perbatasan, sehingga illegal fishing, pelestarian laut, dan semacamnya bisa terjaga. Dengan itu, keutuhan negara bisa terjaga.

Program Pemerintah dengan slogan Membangun dari Pinggir Indonesia bisa menjadi upaya konkrit dalam mencegah –setidaknya meminimalisir –tindakan-tindakan destruktif, seperti gerakan separatis dan pemberontakan yang bisa mengancam keutuhan negara.

Akan tetapi tanpa aksi nyata itu, rasa-rasanya itu tidak akan berjalan sempurna jika tidak dilakukan secara kolektif dan melibatkan semua pihak. Selain itu, program beasiswa yang digelontorkan oleh negara, bisa dijadikan oleh anak bangsa yang ada di perbatasan untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya, demi mengangkat harkat dan martabat daerahnya. Jika daerah perbatasan aman, sejahtera, maka negara dalam konteks umum sudah barang tentu ikut juga aman.

Facebook Comments