Krisis Palestina-Israel telah lama menjadi masalah yang menguji prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan, dan perdamaian dunia. Solidaritas transnasional menjadi kunci dalam mencari solusi yang adil, salah satunya adalah solusi dua negara yang mengakui eksistensi Palestina dan Israel sebagai dua bangsa yang berdiri sejajar di mata dunia.
Pernyataan Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, dalam Konferensi Internasional Tingkat Tinggi untuk Penyelesaian Damai atas Masalah Palestina dan Implementasi Solusi Dua Negara di New York pada September 2025 menegaskan komitmen Indonesia untuk mendukung pengakuan terhadap negara Palestina, yang merupakan bagian dari upaya besar untuk menciptakan perdamaian yang berkelanjutan di Timur Tengah.
Prabowo menyatakan bahwa Indonesia akan mengakui Israel jika negara tersebut mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Palestina. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat sentimen emosional yang tinggi terhadap sejarah ketidakadilan yang dialami Palestina, diplomasi kenegaraan harus lebih mengedepankan solusi konstruktif untuk masa depan.
Sebagai negara yang menjunjung tinggi semangat UUD 1945, Indonesia memiliki kewajiban untuk menghormati hak hidup keduanya secara setara. Pengakuan terhadap dua negara yang merdeka ini bukan hanya sebuah langkah politik, tetapi juga mencerminkan pandangan agama tentang kesetaraan umat manusia yang harus dihormati oleh seluruh umat manusia.
Pandangan agama memiliki peran penting dalam membentuk cara kita memahami kesetaraan. Banyak agama di dunia, termasuk Islam, Kristen, dan Yahudi, mengajarkan prinsip-prinsip dasar yang menekankan penghormatan terhadap martabat dan hak asasi manusia. Pandangan agama, menjadi dasar moral untuk mendukung perdamaian yang mengedepankan keadilan dan kesetaraan.
Dalam Islam prinsip hak hidup merupakan hal yang tidak bisa dinegosiasikan, di mana setiap individu, baik Muslim maupun non-Muslim, memiliki hak untuk hidup dengan damai tanpa rasa takut atau penindasan. Palestina berjuang untuk mendapatkan kembali hak-haknya yang telah lama dirampas.
Namun, di tengah dorongan solidaritas internasional terhadap Palestina, tidak dapat dipungkiri bahwa sentimen publik terhadap orasi-orasi politik, seperti yang disampaikan oleh Prabowo, sering kali berakar dari emosi yang mendalam akibat sejarah panjang ketidakadilan. Rasa marah dan frustrasi terhadap ketidakadilan yang dialami Palestina telah menumbuhkan kesadaran kolektif di kalangan masyarakat global. Akan tetapi, diplomasi internasional tidak bisa hanya berlandaskan pada amarah masa lalu. Proses perdamaian harus melihat ke depan dan berfokus pada pembangunan masa depan yang lebih baik bagi seluruh pihak yang terlibat.
Solusi dua negara, sebagaimana diusulkan dalam berbagai forum internasional, menawarkan prospek perdamaian yang lebih stabil dan adil, di mana Palestina dan Israel dapat hidup berdampingan sebagai negara yang diakui oleh dunia. Dalam perspektif ini, kedaulatan Palestina bukan hanya hak politik, tetapi juga hak kemanusiaan yang harus diakui oleh semua negara, termasuk Israel. Pengakuan ini menjadi landasan utama bagi pencapaian keadilan sosial, ekonomi, dan politik di wilayah yang telah lama terbelenggu oleh konflik.
Namun, tantangan terbesar yang dihadapi adalah bagaimana menjaga agar perdamaian yang diusulkan oleh solusi dua negara tidak hanya berhenti pada kata-kata, tetapi menjadi kenyataan yang dapat dinikmati oleh generasi mendatang. Keadilan sejati di masa depan adalah melihat anak-anak Palestina tumbuh tanpa mendengar genderang perang yang menggema di sekitar mereka. Oleh karena itu, diperlukan komitmen yang kuat dari seluruh pihak baik Palestina, Israel, maupun masyarakat internasional untuk menegakkan perdamaian yang berbasis pada kesetaraan dan saling menghormati.
Peranan diplomasi internasional, seperti yang ditunjukkan oleh pidato Prabowo di PBB, menunjukkan bahwa upaya diplomatik yang didasarkan pada pengakuan terhadap kedaulatan Palestina dan Israel harus terus didorong. Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar dan pemain penting dalam politik internasional, memiliki peran yang strategis untuk memperjuangkan solusi yang berlandaskan pada prinsip keadilan. Indonesia tidak hanya melihat masalah Palestina dari perspektif konflik regional, tetapi juga sebagai isu kemanusiaan yang membutuhkan perhatian global.
Kesimpulannya, solidaritas terhadap Palestina tidak hanya menjadi tugas moral bagi negara-negara yang mendukungnya, tetapi juga menjadi tantangan diplomatik untuk mewujudkan perdamaian yang langgeng. Mengakui hak Palestina untuk merdeka dan berdiri sejajar dengan Israel adalah langkah pertama menuju perdamaian yang berbasis pada kesetaraan, sebagaimana yang digariskan dalam semangat UUD 45. Dengan semangat ini, Indonesia dapat terus memainkan peran penting dalam mendukung solusi dua negara, yang pada gilirannya akan membuka jalan bagi masa depan yang lebih damai dan adil bagi seluruh umat manusia.