Dua Tantangan Besar Pemuda dalam Menangkal Penyebaran Virus Radikalisme

Dua Tantangan Besar Pemuda dalam Menangkal Penyebaran Virus Radikalisme

- in Narasi
16
0
Dua Tantangan Besar Pemuda dalam Menangkal Penyebaran Virus Radikalisme

Pemuda merupakan komponen masyarakat yang memiliki kontribusi besar terhadap warna dan masa depan bangsa. Saat ini, mereka mampu menguasai media, dimana media merupakan unsur utama kehidupan manusia masa kini. Di masa mendatang, pemuda masa kini merupakan calon-calon pemegang estafet kekuasaan. Artinya, pemuda saat ini selalu menjadi salah satu komponen sentral bangsa yang mampu mewarnai sekaligus menentukan arah dan nasib bangsa saat ini dan masa mendatang.

Potensi besar yang ada pada diri pemuda seperti ini tidak lantas dapat berkembang baik dan positif. Potensi yang ada akan mampu memberikan dampak manakala ada pemantik sekaligus stimulasi yang berkelanjutan dari pihak luar. Jika pihak luar memberikan pemantik dan stimulasi positif, maka pemuda pun akan memiliki peran besar terhadap perkembangan bangsa yang bernilai positif. Sebaliknya, apabila nilai-nilai negatif yang terus diterima oleh pemuda, maka pemuda pun akan dengan mudah menjadi kelompok terdepan dalam mewarnai kehidupan negatif bangsa.

Tantangan terbesarnya adalah pemuda merupakan kelompok masyarakat yang menjadi sasaran utama penyebaran sikap intoleran, eksklusif, takfiri, keras dan kasar. Penyebaran ini disusupkan kepada kelompok pemuda yang memiliki dasar pendidikan dan agama yang baik. Sementara, bagi pemuda yang ogah-ogahan dalam menempuh pendidikan dan agama dimanjakan dengan keberadaan narkoba. Keduanya memiliki potensi yang sangat besar dalam menghancurkan mental pemuda. Keduanya merupakan tantangan terbesar pemuda dalam menangkal penyebaran virus radikalisme.

Penyebaran sikap intoleran, eksklusif, takfiri, keras dan kasar dapat dijumpai sejak pemuda mengikuti pendidikan dasar, bahkan usia dini. Mereka mendapatkan pendidikan agama yang tekstualis sehingga tidak mampu diterapkan di lingkungan masyarakat setempat. Mereka dijejali doktrin-doktrin sebagian ajaran agama sesuai dengan kehendak para penyebar virus radikalisme. Masuk pendidikan menengah pertama dan atas, pemuda mendapat fasilitas dengan beragam kegiatan kesiswaan, baik di internal sekolah maupun di luar sekolah. Puncaknya, ketika para pemuda sudah masuk ke bangku perguruan tinggi, mereka mendapatkan fasilitas istimewa sehingga bisa menumbuhsuburkan sikap intoleran, eksklusif, takfiri, keras dan kasar di muka bumi.

Hasil dari penyebaran virus-virus radikalisme ini sangat nyata. Saat ini, konten media massa (media sosial) penuh dengan ujaran kebencian. Survei global menunjukkan bahwa media sosial kini tak hanya digunakan untuk mencari hiburan, informasi, dan terhubung dengan kerabat dan keluarga, tetapi juga menjadi sumber kecemasan banyak masyarakat. Menurut survei tersebut, hampir separuh responden (45 persen) mengatakan bahwa jumlah konten negatif pada feed media sosial mereka sama dengan atau lebih banyak dibandingkan konten positif. (mediaindonesia.com).

Padahal, banyaknya konten negatif media sosial secara tidak langsung akan mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat pengguna media sosial. Netizen yang sering menikmati konten-konten kekerasan akan dengan mudah mempraktekkan kekerasan fisik di lingkungan keluarga dan masyarakat. Jika tidak, menimal mereka akan melakukan kekerasan secara lisan, sehingga akan menyakiti hati tetangga, saudara, hingga orang tua kandung sendiri.

Selain di media sosial, para pemuda yang mendapat asupan penyebaran virus-virus radikalisme juga tidak sedikit yang melakukan aksi kekerasan secara langsung. Mereka melakukan penganiayaan terhadap kelompok (suku, ras, dan/atau agama) yang berbeda. Mereka melukai petugas keamanan negara yang dianggapnya sebagai thaghut. Bahkan, penggunaan bom untuk memusnahkan tempat ibadah sekaligus kerumunan pemeluk agama lain dan tempat keramaian warga merupakan pemandangan yang seringkali dijumpai. Semua ini merupakan potensi pemuda yang disalahgunakan oleh kelompok-kelompok tidak bertanggung jawab.

Belum lagi terkait penggunaan narkoba oleh pemuda. Hasil survei nasional prevalensi penyalahgunaan narkotika tahun 2023 menunjukkan bahwa angka prevalensi sebesar 1,73% atau setara dengan 3,3 juta penduduk Indonesia yang berusia 15-64 tahun. Data ini juga menunjukkan adanya peningkatan penyalahgunaan narkotika secara signifikan pada kalangan kelompok umur 15-24 tahun (bnn.go.id). Data ini menunjukkan bahwa pemuda kita semakin hari semakin banyak yang menggunakan narkoba. Padahal, narkoba merupakan ummul khabaits (induk segala macam kejahatan). Orang yang menggunakan narkoba akan dengan muda melakukan pelecehan seksual, tindak radikal, hingga pembunuhan. Sebagai misal, masih segar dalam ingatan kita, dua orang pengguna narkoba tiba-tiba melakukan penusukan dan penganiayaan terhadap dua santri Krapyak yang notabene tidak kenal sebelumnya dan sedang jajan sate di perempatan jalan Parangtritis-Prawirotaman, Brontokusuman, Kota Jogja, pada Rabu (23/10) malam.

Bermula dari sinilah, dua media penyebaran virus radikalisme di kalangan pemuda tersebut perlu menjadi perhatian bersama. Pemuda harus mendapatkan pendidikan dari orang tua, lingkungan, dan lembaga pendidikan yang utuh. Jangan sampai ada kekosongan peran di antara salah satu dari tiga komponen utama tersebut. Karena, kekosongan ini akan menjadi pintu masuk kelompok radikal untuk menyebarkan virus-virus kejahatan. Di sisi lain, pemerintah juga harus memberikan peraturan dan penegakannya terkait dengan konten media sosial dan peredaran narkoba di kalangan remaja.

Wallahu a’lam.

Facebook Comments