Kamis, 21 November, 2024
Informasi Damai
Editorial

Editorial

Agama sebagai Jalan Damai

Agama sebagai Jalan Damai
Editorial
Agama pada mulanya adalah sebuah harapan akan perdamaian. Ajaran agama berbicara kepada seluruh manusia yang mempunyai kecenderungan untuk membuat kerusakan di muka bumi dengan fitnah, kebencian, konflik dan kekerasan. Agama menyapa hati manusia, mengarahkan naluri manusia dan mengembalikan fitrah manusia agar memiliki kecenderungan ke arah perdamaian. Agama sebagai jalan damai. ...
Read more 0

Merawat Persaudaraan: Menghindari Hasutan Pemecah Belah

Merawat Persaudaraan: Menghindari Hasutan Pemecah Belah
Editorial
Di era kecanggihan teknologi dan informasi serta dinamika sosial yang semakin kompleks, persaudaraan adalah harta berharga yang harus kita rawat dengan pemahaman yang mendalam dan bijak. Sebagai masyarakat yang hidup dalam keragaman budaya, agama, dan pandangan politik, menjaga persaudaraan adalah kewajiban untuk menghindari jeratan hasutan pemecah belah. Hasutan pemecah belah ...
Read more 0

Menjernihkan Mekanisme Kontrol Tempat Ibadah

Menjernihkan Mekanisme Kontrol Tempat Ibadah
Editorial
Pernyataan Kepala BNPT, Rycko Amelza Dahniel dalam rapat dengan Komisi III DPR, Senin (4/9/2023) mendapat sorotan. Beberapa media memberikan judul yang kurang relevan dengan mengatakan : BNPT mengusulkan semua tempat ibadah di bawah kontrol pemerintah. Terang saja, pemberitaan ini mendapatkan respon kritik dari berbagai pihak. Pada kesempatan itu, sejatinya, Kepala ...
Read more 0

Belajar dari Teroris Perempuan Pertama di Indonesia; Bagaimana Dia Terpapar?

Belajar dari Teroris Perempuan Pertama di Indonesia; Bagaimana Dia Terpapar?
Editorial
“Ini bukan bom bunuh diri secara saya putus asa ingin mengakhiri hidup saya, tetapi bom bunuh diri ini yang istilahnya istisyhadi ini adalah untuk menggapai ridho Allah dan mendapatkan keutamaan jihad fi sabilillah” demikian pernyataan tegas tanpa sesal dari seorang perempuan narapidana terorisme pada 13 Desember 2016, Dian Yulia Novi, ...
Read more 0

13 Tahun BNPT : Musim Semi Radikalisme dan Tantangan Indonesia Emas

13 Tahun BNPT : Musim Semi Radikalisme dan Tantangan Indonesia Emas
Editorial
Pengalaman adalah guru terbaik. Ungkapan yang lazim kita dengar ini setidaknya tepat untuk dilakukan oleh bangsa ini. Dalam konteks memahami dan mencegah radikal terorisme, bangsa ini harus mengambil pelajaran penting dari berbagai pengalaman masa lalu. Suburnya intoleransi, radikalisme dan terorisme pasca reformasi sejatinya musim semi radikalisme yang tumbuh subur dari ...
Read more 0

Hijrah : Memperingati Tahun Kelahiran Peradaban yang Mempersaudarakan

Setiap peradaban besar mempunyai titik tolak dan momentum yang diperingati yang dikenal dengan sistem kalender. Kalender Gregorian adalah yang identik dengan umat Nasrani dan paling umum dikenal secara internasional diperkenalkan Paus Gregorius XIII pada tahun 1582 yang mengawali pada 1 Januari. Bangsa Yahudi dengan kalender Ibrani mengenal tahun baru Rosh Hashanah. Ada juga peradaban Tionghoa berbasis siklus bulan yang dikenal dengan Imlek. Ada pula Kalender Persia yang dikenal sebagai Kalender Iran dengan tahun baru yang disebut Nowruz. Dan tentu saja, peradaban Islam yang dikenal dengan tahun baru Hijriyah, dimulai bulan Muharram. Kenapa Islam akhirnya memutuskan harus mempunyai sistem kalender dan peringatan yang harus diperingati setiap tahun? Bukankah Nabi tidak mengajarkannya? Pertama tentu kita tidak boleh berasumsi Islam dengan ijtihad pemikiran dan kebudayaannya sudah selesai ketika Nabi wafat. Banyak sekali tantangan dan kebutuhan yang harus dilalui dan dilampaui umat Islam. Inovasi, kreasi dan kebaruan bukan bid’ah yang tabu dalam memajukan Islam. Adalah Khalifah Umar bin Khattab yang berinisiatif agar umat Islam mempunyai sistem penanggalan yang jelas karena ketiadaan catatan waktu dari dokumen untuk keperluan admistratif pemerintahan. Dipanggillah tokoh-tokoh untuk mendiskusikan sistem kalender dan awal mula tahun dalam Islam. Singkat kata, Islam mengawali pada momentum perpindahan dari Makkah ke Madinah yang dikenal hijrah. Sistem kalender ini pun dikenal dengan Tahun Hijriyah. Bukan merujuk pada sistem kalender Romawi, Persia dan sebagainya. Bukan pula merujuk pada kelahiran atau wafatnya Nabi. Pilihan cerdas umat Islam adalah momentum hijrah. Jenius dan tepat sekali ketika kalender Islam disandarkan pada momentum hijrah. Setiap tahun umat Islam diingatkan untuk kembali mengambil pesan dan semangat perpindahan mentalitas dan pemikiran dari kejumudan, fanatisme, dan kebencian menuju semangat komunitas Madinah yang dinamis, toleran, terbuka dan yang paling penting terikat dalam persaudaraan. Hijrah Nabi ke Madinah bukan sekedar pelarian dan pencarian suaka politik sebagaimana hijrah sebelumnya. Hijrah kali ini berbeda. Ada misi penyelamatan umat dari cengkraman penyiksaan kaum Qurays sekaligus misi perdamaian di Madinah sebagaimana permintaan para suku-suku yang selalu terlibat pertikaian di sana. Maka, yang paling sukses dan teringat dari hijrah ini adalah ikatan persaudaraan Madinah. Membangun sebuah peradaban yang diikat dengan tali persaudaraan. Tidak ada lagi kekerasan, kebencian dan ekslusifitas, tetapi semua berada dalam naungan konsitusi yang disusun dan diperjanjikan bersama. Sangat brilian apa yang dilakukan Rasulullah dengan gerakan hijrah dan membangun Madinah. Tidak ada yang merasa tersisihkan. Pendatang tidak mengalahkan pribumi. Perbedaan suku dan agama bukan halangan untuk saling melindungi. Negara dengan ide demokrasi yang pada saat bersamaan daratan lain masih bermegah-megah dengan sistem kekaisaran dan kerajaan. Dan tentu saja, tidak mengherankan ketika sahabat Umar, sang Khalifah dan mujtahid ini, tidak diragukan memilih momentum hijrah sebagai penanda awal tahun baru Islam. Bukan tanpa makna dan pesan. Umar tentu saja ingin umat Islam generasi berikutnya yang belum mengalami peristiwa hijrah mampu merasakan energi dan sensasi hijrah. Apa pesannya? Umat Islam diajak untuk melakukan muhasabah. Intropeksi dan refleksi. Meninggalkan kebiasaan penuh dendam, benci dan permusuhan menuju semangat saling bersaudara. Selamat Tahun Baru Islam, Mari Perkokoh Persaudaraan Kebangsaan Kita.
Editorial
Setiap peradaban besar mempunyai titik tolak dan momentum yang diperingati yang dikenal dengan sistem kalender. Kalender Gregorian adalah yang identik dengan umat Nasrani dan paling umum dikenal secara internasional diperkenalkan Paus Gregorius XIII pada tahun 1582 yang mengawali pada 1 Januari. Bangsa Yahudi dengan kalender Ibrani mengenal tahun baru Rosh ...
Read more 0

NII adalah Ibu Kandung Terorisme di Indonesia?

Pondok Pesantren (Ponpes) AL Zaytun di Indramayu baru-baru ini memunculkan kontroversi tidak hanya persoalan tuduhan penistaan agama, tetapi isu lama keterkaitannya dengan gerakan Negara Islam Indonesia (NII). Panji Gumilang menepis dengan menegaskan bahwa sejarah NII telah usai sejak 1962. Betulkah sejarah NII telah selesai? Dua mantan Anggota NII seperti Ken Setiawan dan AL Chaidar menegaskan bahwa NII merupakan ibu kandung dari seluruh kelompok terorisme di Indonesia. Banyak kasus terorisme di Indonesia bersumber dari anggota NII yang berganti baju menjadi JI, JAT, JAD dan lainnya. Bagi mereka, NII telah mencetak kader menjadi mesin pembunuh ketika bergabung dalam kelompok teror yang lebih militan. Jauh sebelum gerakan salafi jihadi yang lahir di Afganistan pada tahun 1980-an melalui berdirinya Al-Qaeda, di Indonesia telah muncul gerakan serupa dalam arti kesamaan ideologi dan gerakan. Gerakan itu adalah kelompok Darul Islam yang mengimpikan berdirinya Negara Islam Indonesia pada 1948. Mei 1948, Kartosuwiryo memproklamirkan diri sebagai imam negara baru bernama Darul Islam. Pada 7 Agustus 1949 di Cisampak, Kecamatan Cilugagar, Kabupaten Tasikmalaya, DI memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia : Kami umat Islam Indonesia menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia. Maka hukum yang berlaku atas Negara Islam Indonesia adalah hukum Islam. Dalam aspek ideologi, DI atau NII berhaluan takfiri dengan menghukumi orang yang menolak pemberlakuan syariat Islam sebagai orang murtad. Kelompok ini juga menetapkan jihad perang melawan pemerintah Indonesia sebagai fardlu ain. Dalam hal pendanaan, konsep fa’i telah menjadi pegangan, yakni kebolehan merampas harta warga sipil yang tidak mau bergabung dalam gerakan ini. Jika salafi jihadi mempunyai doktrin yang berakar dari konsep hakimiyah sebagai doktrin kelompok khawarij yang dihidupkan kembali, NII mempunyai doktrin yang cukup terkenal yang disebut RMU (rububiyah, mulkiayh dan uluhiyah). Doktrin ini menegaskan bahwa Allah merupakan Maha Pencipta segalanya termasuk peraturan dan perundang-undangan. Lalu, apa kaitan antara terorisme di Indonesia dengan NII? Pada tahun 1962, sebagaimana ditegaskan oleh Panji Gumilang bahwa NII telah ditumpas dan selesai dengan ditandai eksekusi mati Kartosuwiryo. Praktis gerakan NII memang telah mati dan tidak ada gerakan pemberontakan lagi. Namun, benar pernyataan bahwa organisasi boleh dilarang dan ditumpas, tetapi ideologi sulit untuk dimusnahkan. Pada tahun 1970-an, bekas orang NII menggaungkan kembali gerakan jihad perang melawan pemerintah Indonesia. Gerakan ini kemudian dikenal dengan Komando Jihad. Gerakan ini dimotori oleh Aceng Kurnia dan Djaja Sidjadi, mantan Keuangan DI yang dikenal sebagai ideologi NII. NII memasuki fase konsolidasi dengan memusatkan pendirian cabang di berbagai daerah dan pengadaan pelatihan militer di Jakarta. Salah satu materi pelatihan adalah merakit bom. Di sinilah fase teror dimulai dengan aksi perampokan, pembunuhan dan aksi bom. NII menandai fase baru perlawanan terhadap pemerintah dengan gerakan bawah tanah layaknya organisasi teror di kemudian hari. Dalam catatan NII Crisis Center, pada tahun 1970-an terdapat beberapa aksi teror yang dilakukan gerakan NII seperti Granat MTQ, Pematang Siantar, Bom RS Immanuel Baptist, Bukit Tinggi, Bom Bar Apollo, Bom Bioskop Riang, Pembunuhan wakil rektor UNS, Perampokan gaji guru dan Pembunuhan anggota TNI. Memasuki tahun 1980-an aksi kelompok ini juga tidak sepi. Beberapa aksi semisal Fa’i, perampokan dan pembunuhan supir taksi, Pembunuhan tentara di Talang Sari, Perampokan di Bandung dan yang cukup terkenal adalah Penyerangan polsek Cicendo dan Bom Borobudur. Aksi teror kelompok NII berlanjut hingga tahun 1990-an dan awal tahun 2000-an seperti Bom Istiqlal dan bom kedubes Australia. Tahun 2000-an, Jamaah Islamiyah bentukan Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir tampil sebagai pemain baru dalam aksi dan jaringan teror di Indonesia. Keduanya merupakan aktivis NII jaringan Solo yang bergabung ke NII melalui Ismail Pranoto sebelumnya akhirnya hijrah ke Malaysia dan berkenalan dengan jaringan global. Dua tokoh inilah melalui JI telah mentransformasikan terorisme domestik ala NII dalam skala regional dan global. Perlawanan pun diperluas dengan memusuhi Barat atau hal yang terafiliasi dengan Barat. Pada tahun 1980-an, keduanya mengembangkan jejaring gerakan dengan memobilisasi anak-anak muda untuk berjihad ke Afganistan. Alumni Afganistan inilah yang pada awal reformasi telah mengobrak-abrik Indonesia dengan rentetan teror yang ditandai dengan Bom Natal dan yang spektakuler adalah Bom Bali. Jika dikatakan bahwa ibu kandung terorisme di Indoesia adalah NII bisa dilihat dari dua aspek. Pertama dalam kesamaan ideologi dan cita-cita gerakan. Kedua, dalam aspek biologis yang memperlihatkan nama-nama terduga terorisme baik yang ditangkap atau tertembak mati memiliki sejarah keterlibatan dalam perjuangan dan gerakan teror NII. Artinya, terorisme yang dikenal saat ini memiliki kesejarahan ideologis dan biologis dari perjuangan sebelumnya yakni NII pada era 1950-an dan gerakan Komando Jihad pada era 1970-an. Lalu, benarkah NII telah mati dan musnah sebagaimana pernyataan Panji Gumilang pada tahun 1962? Benarkah ideologi dan gerakan bawah tanah dari NII dan mantan NII yang bergabung dalam gerakan teror yang lebih besar dan global sudah usai? Kenapa masih tersiar kabar pembaiatan NII di Garut, Lampung dan Sumbar? Nampaknya, NII sebagai organisasi telah usai. Namun, ideologi ini telah menembus batin para pengikutnya. Gerakan ini mengalami transformasi dalam bentuk berdirinya kelompok dengan nama yang berbeda dan mengalami diaspora ke berbagai jaringan yang lebih ekstrem.
Editorial
Pondok Pesantren (Ponpes) AL Zaytun di Indramayu baru-baru ini memunculkan kontroversi tidak hanya persoalan tuduhan penistaan agama, tetapi isu lama keterkaitannya dengan gerakan Negara Islam Indonesia (NII). Panji Gumilang menepis dengan menegaskan bahwa sejarah NII telah usai sejak 1962. Betulkah sejarah NII telah selesai? Dua mantan Anggota NII seperti Ken ...
Read more 0

Pancasila yang Dilahirkan

Pancasila yang Dilahirkan
Editorial
Pancasila bukan diciptakan. Ia hanya dilahirkan dari rahim ibu pertiwi sebagai hasil perkawinan nilai-nilai luhur bangsa dan ajaran agama. Pancasila bukan barang asing bagi negeri ini. Sila-sila yang terkandung adalah cerminan jati diri bangsa ini. Pada Sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dalam pembahasan dasar negara 28-Mei hingga ...
Read more 0

Ramadan Rahmatan Lil Alamin

Ramadan Rahmatan Lil Alamin
Editorial
Habibi ya MuhammadAtayta bissalami wal huda, MuhammadHabibi ya, ya MuhammadYa rahmatan lil’alameena ya Muhammad Demikian lirik lagu Maher Zain yang berjudul Rahmatun Lilalameen yang sangat merdu dan menyejukkan. Lagu yang memberikan warna tersendiri di bulan Ramadan 2023. Ya, lirik lagu menyentuh yang menjabarkan tentang kecintaan seorang hamba terhadap Nabi yang ...
Read more 0

Kultur Kekerasan yang Meresahkan

Kultur Kekerasan yang Meresahkan
Editorial
Tidak satu pun yang menghendaki kekerasan. Namun, pada akhirnya tidak sedikit mengambil jalan kekerasan ketimbang jalan damai. Kekerasan memang dibenci, tetapi masih dianggap sebagai solusi. Kekerasan menjadi semakin meresahkan ketika ia menjadi sebuah kultur masyarakat. Anggapan Hobbes mungkin ada benarnya ketika mendefinisikan manusia sebagai makhluk yang dikuasai dorongan irrasional, anarkistis, ...
Read more 0