Merawat Persaudaraan: Menghindari Hasutan Pemecah Belah

Merawat Persaudaraan: Menghindari Hasutan Pemecah Belah

- in Editorial
496
0
Merawat Persaudaraan: Menghindari Hasutan Pemecah Belah

Di era kecanggihan teknologi dan informasi serta dinamika sosial yang semakin kompleks, persaudaraan adalah harta berharga yang harus kita rawat dengan pemahaman yang mendalam dan bijak. Sebagai masyarakat yang hidup dalam keragaman budaya, agama, dan pandangan politik, menjaga persaudaraan adalah kewajiban untuk menghindari jeratan hasutan pemecah belah.

Hasutan pemecah belah adalah racun yang mengancam fondasi persatuan dan persaudaraan kita. Ia datang dalam berbagai bentuk, seringkali bersembunyi dalam propaganda atau retorika yang merendahkan. Sering kali pula mengatasnamakan kebebasan, tetapi menginjak harkat martabat kemanusiaan.

Banjir informasi di media sosial menyebabkan kita sulit untuk memilah dan memilih sumber dan sandaran berita yang dibutuhkan. Ada yang bertingkah polah membawa risalah suci untuk mewujudkan perubahan. Tidak jarang pula yang mengklaim paling benar di atas kelompok yang lain. Tidak sedikit pula yang merasa terancam dengan kondisi sosial yang ada sehingga harus terus berkoar-koar mengganti sistem dan dasar negara.

Narasi hasutan itu meletakkan cara pandang kita seolah kini sedang terancam. Kita seakan-akan sedang berada di penghujung zaman yang telah rusak dan penuh kedzaliman. Masing-masing bertingkah seperti pahlawan dengan impian dan cita-cita politik suci. Memecah belah persatuan dan munculnya keretakan sosial adalah tujuan yang ingin dicapai sebelumnya akhirnya mengkristal menjadi bencana sosial berupa chaos dan konflik.

Bagaimana melawan tantangan ini? Kita perlu terbiasa dengan menghargai sudut pandang orang lain. Hidup dengan keragaman bukan ancaman, tetapi upaya memproduksi kekayaan perspektif dalam mencapai pemahaman bersama.

Semua tidak akan tercapai tanpa adanya pelibatan diri dalam perjumpaan dan dialog yang terbuka dan jujur. Dialog adalah jalan menuju kesepahaman dan solusi yang adil untuk menghindari penyakit pra sangka dan stereotip sebagai bibit kebencian. Berdialog, berjumpa dan berinteraksi dalam keragaman bukan meleburkan perbedaan atau berkompromi keyakinan. Semata itu bertujuan untuk menghindari ego dan memupuk simpati dan empati dalam menjaga persatuan.

Konteks berdialog adalah menumbuhkan sikap toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan. Toleransi bukanlah kelemahan, melainkan tanda kebijaksanaan. Dalam menghadapi perbedaan pendapat dan keyakinan, kita harus tetap tenang dan menghormati hak setiap individu untuk memiliki pandangan mereka sendiri. Inilah yang membentuk landasan persaudaraan yang kuat.

Provokasi, hasutan, dan propaganda pemecah belah tidak akan tumbuh subur di tengah masyarakat yang dialogis dan toleran. Persaudaraan bukanlah konsep yang terbatas pada kelompok atau komunitas kita sendiri. Ia harus mencakup semua warga negara, termasuk seluruh umat manusia, tanpa memandang agama, suku, atau latar belakang. Inilah wujud dari nilai-nilai universal yang harus kita pegang erat dalam memaknai prinsip kemanusiaan.

Hasutan dan narasi pemecah belah seringkali mengobarkan emosi kita. Kita harus tetap bijaksana dan tenang, menghindari tindakan impulsif atau kata-kata yang merusak persaudaraan. Kita jangan pernah terjebak menjadi tumbal-tumbal hasutan dan narasi pemecah belah.

Akhirnya, mari kita selalu mengutamakan dialog dan toleransi dalam membangun persaudaraan yang kuat. Narasi hasutan dan pemecah belah akan selalu timbul dalam bentuk dan rupa yang beragam. Tetapi, persaudaran yang kokoh tidak akan pernah tergoyahkan dengan narasi murahan yang kadang menjual agama, etnis, suku, dan bangsa demi kepentingan politik kekuasaan.

Facebook Comments