Kelahiran Nabi Muhammad SAW pada tanggal 12 Rabiul Awal dalam Tahun Gajah memiliki makna mendalam yang tidak hanya berdampak pada perkembangan agama Islam, tetapi juga pada peradaban manusia secara keseluruhan. Sebelum kedatangan Nabi Muhammad, masyarakat Arab hidup dalam masa kegelapan, baik dalam aspek sosial, moral, maupun spiritual.
Era jahiliyah ditandai oleh fanatisme kesukuan yang sering kali diwujudkan dalam tindakan destruktif dan penyebaran kebencian. Salah satu contoh nyata adalah kisah Abrahah yang berusaha menghancurkan Ka’bah, yang merupakan tempat suci dan aset historis bagi umat beragama di Makkah.
Selain itu, masyarakat Arab hidup dalam zaman jahiliyah yang ditandai oleh praktik-praktik yang merusak, seperti penyembelihan bayi perempuan, perbudakan, persaingan suku-suku yang sering berujung pada pertumpahan darah, dan kurangnya norma moral spiritual dan sosial yang kuat.
Kedatangan Nabi Muhammad membawa ajaran Islam yang membawa transformasi besar dalam masyarakat Arab. Islam mengajarkan nilai-nilai moral, keadilan, dan kemanusiaan yang mendorong perubahan sosial yang signifikan. Ajaran-ajaran Islam mengingatkan manusia untuk menghormati hak-hak dasar setiap individu, menghapus praktik perbudakan, dan mempromosikan persatuan antarsuku.
Islam juga mengajarkan konsep Muslim yang kaffah, yaitu individu yang tidak hanya menjalankan ritual ibadah, tetapi juga menjalani kehidupan dengan moralitas yang tinggi, dan mempraktikkan nilai-nilai Islam dalam segala aspek kehidupan mereka. Tanpa kelahiran Sang Nabi, dunia mungkin akan terus menyaksikan tindakan destruktif dan penyebaran kebencian yang mirip dengan apa yang dilakukan oleh pasukan Abrahah.
Merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW menjadi penting sebagai bentuk penghormatan dan cinta kepada sosok yang memiliki pengaruh begitu besar dalam sejarah manusia. Di Indonesia, perayaan kelahiran Nabi ini dilakukan dengan berbagai cara, termasuk akulturasi budaya antara Islam dan tradisi lokal, seperti Grebeg Mulud di Jawa dan Maudu Lompoa di Sulawesi Selatan. Peringatan ini adalah ekspresi kecintaan umat Muslim kepada Nabi Muhammad SAW dan harapan akan syafaat-Nya di Yaumil Hisab, yaitu hari perhitungan amal.
Meskipun begitu, masih ada sekelompok orang yang mengkritik peringatan Maulid Nabi karena dianggap bukan bagian dari ajaran Nabi. Mereka mengklaim bahwa peringatan ini merupakan kemungkaran, bahkan dianggap sebagai tindakan sesat. Penggunaan istilah “sesat” memiliki konsekuensi ideologis yang serius dan dapat memicu perselisihan di antara umat Islam.
Dalam konteks ini, penting untuk memahami sejarah yang melingkupi kelahiran Nabi Muhammad SAW sebagai upaya untuk menginternalisasi nilai-nilai keberagamaan yang baik dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Konsep “kaffah” dalam Islam menekankan keseimbangan dan keutuhan dalam iman dan amal, sehingga kita harus berusaha menjadi individu Muslim yang kaffah.
Dari pada menyibukkan diri dengan membid’ahkan peringatan Maulid Nabi Muhammad, sebaliknya, kita harus mendorong dialog dan pemahaman yang lebih baik antara kelompok-kelompok yang memiliki pandangan berbeda dalam hal ini. Ini adalah kesempatan untuk meningkatkan toleransi dan persaudaraan dalam umat Islam dan memahami bahwa fokus utama haruslah pada nilai-nilai yang diajarkan oleh Nabi Muhammad, yaitu cinta, kedamaian, dan keadilan.
Dalam pandangan Islam, sikap saling menghormati, memahami, dan berusaha untuk memperbaiki diri sendiri adalah nilai-nilai penting yang harus dijunjung tinggi. Ketika kita merayakan kelahiran Nabi Muhammad, kita seharusnya juga merayakan pesan perdamaian, kasih sayang, dan keadilan yang dia bawa ke dunia. Tentu itulah, makna Islam yang rahmatan lil alamin.