Pendidikan merupakan salah satu kunci kemajuan bangsa. Sedangkan anak terdidik merupakan masa depan bangsa. Kualitasnya mesti disiapkan sejak dini yaitu melalui pendidikan. Pendidikan juga menjadi salah satu media guna mengantisipasi tindak kekerasan kepada anak.
Lembaga pendidikan mesti menyeimbangkan antara pendidikan dan pengajaran. Bangsa ini tidak kekurangan orang pintar, tapi semakin sedikit dijumpai orang jujur. Pendidikan karakter menjadi kunci mewujudkannya.
Revitalisasi sektor pendidikan penting dilakukan dalam segala lini. Substansi pendidikan karakter yang penting ditanamkan salah satunya adalah doktrinasi anti-radikalisme sejak usia dini. Kualitas pendidikan mesti dijamin secara baik dan terjangkau luas.
Dunia kini memasuki era revolusi industry 4.0. Jepang bahkan mulai mengenalkan masyarakat 5.0. Keniscayaan di era kontemporer bahwa pendidikan karakter mesti dikemas berbasis teknologi informasi atau edutech.
Karakter Pendidikan Karakter
Definisi pendidikan menurut menurut UU No. 20 tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Sedangkan pendidikan karakter merupakan bentuk kegiatan manusia yang di dalamnya terdapat suatu tindakan yang mendidik diperuntukkan bagi generasi selanjutnya. Tujuan pendidikan karakter adalah untuk membentuk penyempurnaan diri individu secara terus-menerus dan melatih kemampuan diri demi menuju kearah hidup yang lebih baik (Kusumah, 2007).
Pendidikan karakter pun dijadikan sebagai wahana sosialisasi karakter yang patut dimiliki setiap individu agar menjadikan mereka sebagai individu yang bermanfaat seluas-luasnya bagi lingkungan sekitar. Pendidikan karakter bagi individu bertujuan agar mengetahui berbagai karakter baik manusia, dapat mengartikan dan menjelaskan berbagai karakter, menunjukkan contoh perilaku berkarakter dalam kehidupan sehari-hari serta memahami sisi baik menjalankan perilaku berkarakter.
Baca juga :Metode Pembelajaran Karakter Generasi Digital
Pendidikan karakter bukan hal baru dalam tradisi pendidikan di Indonesia. Soekarno telah mencoba menerapkan semangat pendidikan karakter sebagai pembentuk kepribadian dan identitas bangsa yang bertujuan menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berkarakter.
(Hidayat, 2008) memaparkan bahwa proses pendidikan di Indonesia yang berorientasi pada pembentukan karakter individu belum dapat dikatakan tercapai. Hal ini dikarenakan dalam prosesnya pendidikan di Indonesia terlalu mengedepankan penilian pencapaian individu dengan tolak ukur tertentu terutama logik-matematik sebagai ukuran utama yang menempatkan seseorang sebagai warga kelas satu. Proses pendidikan karakter yang berorientasi pada moral dikesampingkan dan akibatnya banyak kegagalan nyata pada dimensi pembentukan karakter individu contohnya Indonesia terkenal di pentas dunia karena kisah yang buruk seperti korupsi dengan moralitas yang lemah.
Revitalisasi Digital
Banyak media kontemporer mesti dikembangkan secara menarik guna menggaet simpati generasi gadget. Aplikasi, game online, sebaran konten via medsos, dan beragam media lain penting diimplementasikan. Semua konten digital dapat disisipi pendidikan karakter yang mengarah ke deradikalisasi. Pemeirntah dapat mengeluarkan kebijakan kepada pengembang layanan digital.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah revitalisasi substansi. Segudang permasalahan klasik masih terus menghinggapi pendidikan Indonesia. Seluruh insan pendidikan penting melakukan refleksi dalam rangka revitalisasi pendidikan di Indonesia.
Pertama, apapun yang terjadi pendidikan harus tetap berlangsung dan menjangkau semua anak negeri. Pasal 31 (1) UUD 1945 hasil amandemen IV menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Tidak ada alasan bagi pemerintah membiarkan satu anak saja yang tidak bisa sekolah. Politik anggaran sudah diberikan dengan alokasi 20 persen dari APBN. Optimalisasi berbasis keadilan dan kualitas penting diupayakan dalam memanfaatkan anggaran besar ini.
Kedua, dukungan politik pendidikan yang konsisten dan sistematis. Selama ini ada anggapan setiap berganti kepemimpinan, maka akan berganti kebijakan pendidikan. Estafet keberlanjutan antar rezim belum terlihat baik. Untuk itu mesti disusun peta jalan jangka panjang, menengah, dan pendek terkait sektor pendidikan. Ketiga, mengembangkan pendidikan alternatif atau pendidikan luar sekolah yang terjangkau. Faktanya banyak anak yang susah terjangkau dan tidak sedikit wilayah yang belum berdiri sekolah formal.
Keempat, memberikan perhatian lebih bagi tenaga pengajar dan fasilitas. Pemberian sertifikasi layak diapresiasi namun mesti dievaluasi berkala agar optimal dan tidak justru kontra produktif. Sertifikasi guru pada beberapa kasus ditengarai memunculkan gaya hidup baru guru menjadi konsumtif dan menurunkan konsentrasi mengajarnya. Berikutnya fasilitas sekolah penting mengikuti perkembangan teknologi terkini. Tantangannya selain masalah pemenuhan berbasis kebutuhan juga mendapatkan godaan terkait korupsi. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan selama periode 2003 sampai 2013 terdapat 296 kasus korupsi di bidang pendidikan dengan kerugian negara sekitar Rp. 619 miliar. Kondisi terparah terjadi pada 2011 di mana pendidikan masuk sebagai sektor terkorup.
Pendidikan adalah kunci mencapai kemajuan pembangunan dan daya saing bangsa di kancah global. Banyak tokoh telah memberikan inspirasi bagi pengambil kebijakan dan pelaku pendidikan. Hal yang paling penting bagaimana menyebarkan inspirasi sebagai energi positif pengembangan pendidikan.
Dunia pendidikan mesti mampu mencetak tokoh, kader, dan pegiat pendidikan handal demi pendidikan yang kualitas dan berkeadilan. Kehadiran jutaan guru menjadi modal yang mesti dioptimalkan kualitasnya. Pemerintah wajib memperhatikan kesejahteraan guru demi kebangkitan kualitas pendidikan. Keluarga mesti menjadi pilar utama dalam pendidikan karakter dalam menguatkan anti-radikalisme pada anak.