Esensi Puasa : Mencegah Diri dari Provokasi dan Adu Domba yang Memecah Belah!

Esensi Puasa : Mencegah Diri dari Provokasi dan Adu Domba yang Memecah Belah!

- in Narasi
700
0
Esensi Puasa : Mencegah Diri dari Provokasi dan Adu Domba yang Memecah Belah!

Saat ini umat muslim di seluruh dunia sedang melangsungkan ibadah puasa ramadhan. Yang bagi setiap muslim yang mampu, bersifat wajib. Secara istilah, ibadah puasa memiliki makna ‘menahan atau mencegah diri’ dari makan-minum, hubungan seksual, dan segala perbuatan yang dapat membatalkan atau mengurangi nilai ibadah puasa yang dimulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.

Dalam pengertian yang lain, kalimat “menahan atau mencegah diri” di atas juga memiliki makna yang lain yang lebih luas. Tidak hanya sebatas menahan atau mencegah diri dari makan dan minum dan serta hubungan seksual antara suami dan istri. Tetapi juga bermakna menahan atau mencegah diri dari perbuatan-perbuatan mungkar-ingkar yang dapat menimbulkan masalah secara sosial. Seperti, menahan dan mencegah diri untuk tidak menebar fitnah dan hoaks yang dapat memecah belah kerukunan.

Karena itu, dalam hemat penulis, ibadah puasa yang hari ini sedang dilaksanakan itu harus kita maknai lebih luas lagi. Sesuai konteks dan keadaan kehidupan kita hari ini. Artinya, semangat ibadah puasa kita harus kontekstual. Agar, di samping juga bernilai ibadah, puasa yang kita laksanakan juga memberi dampak yang positif terhadap keberlangsungan kehidupan sosial-kebangsaan kita.

Dan, bagi penulis, salah satu yang memang harus menjadi semangat keberpuasaan kita hari ini, selain menahan diri, juga harus memunculkan semangat pencegahan dalam diri kita untuk tidak menciptakan masalah secara sosial. Sebab, sebagaimana telah mafhum diketahui, dalam konteks kekinian, konflik dan keonaran di media sosial amatlah masif terjadi. Bahkan, berpotensi memecahbelah kerukunan umat dan persatuan bangsa kita.

Sebagai sebuah ibadah yang mengajarkan kita untuk “menahan atau mencegah diri”, penulis rasa puasa yang kita laksanakan sangatlah penting untuk menyentuh aspek ini. Sebab, seperti dikatakan di awal, selain agar puasa kita bernilai ibadah, dengan menyentuh aspek tersebut, diharapkan puasa kita juga mampu memberi dampak positif pada kondisi sosial-kebangsaan kita yang selama ini terkoyak-koyak oleh konflik yang terjadi di media sosial.

Untuk itu, menurut penulis ada beberapa hal yang harus kita lakukan dalam bermedia sosial di bulan suci ramadhan. Pertama, membuat konten-konten positif yang mengedukasi publik dan tidak membuat konten-konten provokatif di media sosial. Konten-konten negatif, yang hal itu dapat memicu ketegangan dan konflik, sebaiknya kita hindari. Agar tidak menimbulkan gejolak konflik dan ketegangan di kalangan para warganet.

Kedua, tidak sembarang berkomentar (menghakimi) miring terhadap konten-konten orang lain. Sebab, di sadari atau tidak, komentar miring kita terhadap konten-konten orang lain sangat berpotensi menciptakan keonaran di media sosial. Sebab, komentar miring yang kita lontarkan terhadap konten orang lain, biasanya akan memunculkan komentar miring yang lainnya, dan seterusnya. Jika itu terjadi, maka jelas keonaran di media sosial akan terus terjadi tanpa henti.

Karena itu, di bulan puasa ini, kita harus benar-benar menahan atau mencegah diri dari aktivitas berkomentar miring terhadap konten orang lain. Agar, kondusifitas, stabilitas, ketenangan, dan kedamaian bisa kita capai di bulan suci penuh berkah ini. Dengan begitu, puasa kita akan lebih menjadi bermakna, memberi manfaat yang tentunya sangatlah berarti bagi kehidupan kita yang selama ini terpecah belah oleh provokasi, konflik, dan adu domba yang terjadi di media sosial.

Facebook Comments