Gempa Cianjur dan Narasi Bualan “Khilafah” yang Menodai Kemanusiaan

Gempa Cianjur dan Narasi Bualan “Khilafah” yang Menodai Kemanusiaan

- in Narasi
474
0
Gempa Cianjur dan Narasi Bualan "Khilafah" yang Menodai Kemanusiaan

Gempa bumi berkekuatan 5,6 Magnitudo mengguncang Cianjur, hari Senin 21 November 2022. Disamping menelan korban jiwa dan korban luka-luka, bangunan-bangunan dan rumah-rumah juga banyak yang roboh. Gempa tersebut menimbulkan duka mendalam bagi korban dan juga bangsa Indonesia.

Berdampak bukan hanya secara fisik dan materi, tetapi juga meninggalkan dampak secara psikologis. Dampak psikologis adalah korban mengalami traumatis yang cukup mendalam karena kehilangan orang terdekat dan harta benda.

Dampak psikologis yang lain adalah kekhawatiran akut, perasaan sedih dan bersalah yang kronis serta perasaan hampa karena kehilangan orang terkasih dan orang-orang dekatnya. Korban gempa juga dilanda perasaan tidak percaya dan stres.

Sangat miris, memalukan dan tak bermanusiawi. Di tengah derita korban dan dampaknya yang memilukan itu, ada pernyataan atas nama agama, bangsa ini diadzab Tuhan karena tidak memakai sistem pemerintahan khilafah dan karena dosa-dosa yang telah diperbuat sampai mereka disiksa dengan gempa.

Korban gempa yang terganggu mentalnya karena tergerus oleh trauma dan dampak psikologis yang telah disebutkan di atas, penderitaan mereka ditambah dengan pernyataan kelompok pro khilafah yang sama sekali tidak memakai nalar dan kewarasan beragama. Artinya, pernyataan pengusung khilafah itu tidak berdasar dan jauh dari kebenaran, hanya menambah penderitaan korban bencana.

Gilanya lagi, menurut penganut sistem khilafah, khilafah itu solusi untuk apa saja, seperti gempa dan segala bencana lain serta solusi untuk semua problem kebangsaan. Mungkin juga nanti penganut sistem khilafah akan berkata, khilafah obat untuk segala penyakit, seperti kanker, diabetes dll.

Sangat naif dan tidak manusiawi, apabila mengatakan musibah tersebut adzab. Menyatakan seperti itu tidak lebih berdasarkan logika cocokologi, yakni mengait-ngaitkan sesuatu dengan sesuatu yang lain secara serampangan. Pada kandungan ayat al Qur’an (Al Anfal (8): 33), bahwa Allah tidak akan mengadzab suatu kaum, selama ada di antara mereka yang mengucapkan istighfar, meminta maaf kepada Allah atas segala kesalahan dan dosa.

Hilangnya Solidaritas Kebangsaan Penganut Khilafah

Persaudaraan sebangsa (ukhuwah wathaniyah) adalah anjuran Islam. Sementara kelompok penganut sistem khilafah menghilangkannya. Tidak ada lagi semangat keindonesiaan yang berdasar atas Pancasila, UUD 45 dan Bhinneka Tunggal Ika. Di dalamnya terdapat semangat kemanusiaan, pluralis, multikulturalis yang dibingkai dalam nilai-nilai ketuhanan. Hal ini tidak akan pernah ada dalam diri kelompok pendukung khilafah, sebab mereka tegas menolak Pancasila karena dianggap bertentangan dengan ajaran al Qur’an maupun hadits.

Sebaliknya, mereka menebarkan fitnah dan purba sangka yang akan menjerumuskan pelakunya pada dosa. Tuduhan pengusung khilafah bahwa gempa dan segala musibah adalah adzab karena anti khilafah merupakan perbuatan doa (Al Hujurat (49):12), dan penistaan terhadap kemanusiaan.

Sikap seperti ini juga mirip dengan perbuatan orang kafir pada saat mereka menuduh menyalahkan para rasul sebagai pembawa petaka dan pembawa sial (Al Naml (27): 47). Suatu sikap tak terpuji yang seharusnya tidak dilakukan oleh umat Islam karena bisa menggerus rasa persaudaraan dan solidaritas kebangsaan. Apalagi kalau tujuannya hanyalah politik kekuasaan belajar untuk mendirikan negara khilafah.

Allah terkadang menurunkan ujian, baik ujian negatif maupun positif. Ujian negatif seperti gempa bukan berarti Allah benci, namun untuk melihat respon manusia terhadap peristiwa tersebut. Sama halnya, ketika menurunkan ujian positif, seperti kemajuan ekonomi, bukan berarti secara otomatis Allah sayang. Ini ditegaskan sendiri oleh al Qur’an (Al Fajr (89): 15-17).

Disaat Allah menurunkan bencana seperti gempa pada dasarnya hendak menguji manusia, bagaimana manusia merespon bencana tersebut. Apakah respon positif atau negatif? Sebagaimana manusia beriman semestinya memberikan respon positif, bukan sebaliknya. Apapun yang diberikan Allah pasti ada hikmah yang manusia tidak mengetahuinya (Al Mulk (68): 2).

Dan, diantara respon positif bagi umat Islam yang tidak ditimpa bencana adalah menumbuhkan sikap solidaritas, membantu korban dengan segala kemampuan yang dimiliki untuk meringankan penderitaan korban, bukan malah menakuti dengan tudingan mereka sedang diadzab.

I’brah (pelajaran) yang bisa diambil dari setiap bencana yang menimpa salah satu saudara sebangsa adalah meningkatkan kembali solidaritas sosial sebagai perwujudan rasa kemanusiaan. Disamping berpahala juga dapat menguatkan persatuan dan kesatuan tanpa melihat latar perbedaan seperti agama dan suku. Bergotong royong membantu korban bencana lebih mulia dari pada menuduh mereka sebagai pendosa. Karena kalau kita melakukan tuduhan itu, maka sejatinya kita sendiri yang sebenarnya pendosa.

Facebook Comments