Guru dan Kurikulum: Media Penting Hadapi Radikalisme

Guru dan Kurikulum: Media Penting Hadapi Radikalisme

- in Narasi
1331
0

Dunia pendidikan melalui guru dan kurikulum penting menjadi garda terdepan penebar perdamaian dan anti radikalisme. Artinya keberadaan institusi pendidikan yang merupakan bagian dari sistem berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila dan UUD 1945, mesti mengambil bagian dan peran menangkal radikalisme.

Meskipun radikalisme bukan fenomena baru, sudah terjadi aksi-aksi serupa pada zaman dahulu. Tetapi radikalisme menjadi bahaya nyata dan dekat di Indonesia karena ada konteks radikalisasi agama yang melatarbelakangi aksi-aksi terorisme. Dan Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia mejadi sangat rentan.

Sehingga melaui pendidikan beserta instrumennya: guru dan kurikulum adalah media yang harus digunakan dalam menghadapi radikalisme. Dengan menanamkan sejak dini kedalam diri setiap peserta didik untuk cinta damai, toleransi, dan menghargai setiap perbedaan baik agama, suku, ras, dan budaya. Tetap satu dalam bingkai NKRI.

Mengapa Guru?

Guru adalah aktor yang berinteraksi dengan peserta didiknya secara langsung face to face. Dan memiliki ruang serta peluang lebih besar dibandingkan yang lainnya dalam mendoktrin anak didiknya untuk diarahkan cinta damai dan anti radikalisme. Baik secara verbal maupun melalui rekomendasi referensi buku bacaan.

Sehingga penting setiap guru memiliki pemahaman kebangsaan dan cinta tanah air. Selain itu juga guru harus memiliki wawasan keagamaan yang meneguhkan nasionalisme dan kemanusiaan. Sehingga tujuan yang diharapkan, bahwa guru menjadi aktor dalam menagkal radikalisme tercapai. Lalu bagaimana cara mengetahui apakah guru tersebut berpaham radikal atau tidak?

Proses rekrutmen guru menjadi pintu utama melihat dan menganalisis apakah calon guru tersebut memiliki pemahaman pancasila. Hal demikian untuk mengantisipasi radikalisme menjalar, dan tumbuh subur di institusi pendidikan yang dipenuhi oleh para generasi penerus bangsa, yang notabenenya menjadi target utama para radikalis.

Kalau gurunya sudah memiliki rasa cinta yang amat sangat terhadap bangsa ini, maka akan terpatri disetiap perkataan dan tindakan salah duanya terealisasi dalam silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran).

pentingnya pendekatan anti-radikalisme dalam kurikulum

Kurikulum yang memuat penjelasan yang radikal akan menjadi pemicu paham-paham kekerasan tumbuh dan berkembang dalam diri peserta didik. Maka menjadi rentan kemudian dimanfaatkan oleh oknum tertentu sebagai media penyebar radikalisme. Disisi lain, sekaligus sebagai pengingat bahwa betapa urgennya institusi pendidikan untuk dijadikan media penangkal paham radikal.

Maka, pentingnya isi kurikulum yang bermuatan materi anti radikalisme dituangkan sebagai pokok bahasan atau sub pokok bahasan. Seperti yang dicontohkan Kisboyanto dalam jurnalnya manajemen kurikulum dalam perspektif anti-radikalisme salah satunya dalam mata pelajaran bahasa inggris, keterangan dalam silabusnya yaitu: penggunaan bahasa inggris sebagai bahasa keilmuan dan komunikasi internasional, bukan sebagai bahasa orang kafir.

Nah, semakin mempertegas bahwa kurikulum tidak boleh statis, apabila monoton akan menjadi materi pengajaran yang tertinggal dengan perkembangan dan kemajuan. Kurikulum harus dinamis, sesuai dengan perkembangan sosial dan mampu menjawab tantangan-tantanagan kontemporer termasuk re-radikalisasi isu-isu radikalisme.

Sejalan dengan yang dikatakan S. Nasution dalam pengembangan dan inovasi kurikulum, bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia harus berwawasan pancasila, mengutamakan nasionalisme kebangsaan yang cinta damai dan berkeadilan sosial.

So, guru dan kurikulum dalam setiap instansi pendidikan harus berperspektif anti-radikalisme untuk Indonesia damai tanpa kekerasan.

Facebook Comments