Gus Yaqut dan Optimisme Melawan Radikalisme

Gus Yaqut dan Optimisme Melawan Radikalisme

- in Narasi
1701
0
Gus Yaqut dan Optimisme Melawan Radikalisme

Yaqut Cholil Qoumas yang akrab dipanggil Gus Yaqut resmi menggantikan Fahrul Razi sebagai Menteri Agama. Gus Yaqut adalah salah satu dari enam menteri baru yang diumumkan oleh Presiden Joko Widodo (22/12/2020).

Penunjukan Gus Yaqut sebagai menteri agama langsung mendapat sorotan dari publik, bahkan sempat menjadi trending di twitter. Dari enam orang menteri baru yang diangkat oleh Presiden, mungkin Gus Yaqutlah yang mendapat kontroversi.

Tak lama setelah diumumkan, perbincangan tentang latar belakang, sikap, dan tindakan Gus Yaqut sebelumnya mendapat menjadi perbincangan. Banyak yang setuju dan menaruh harapan besar. Tetapi, tidak sedikit juga yang curiga dan langsung menuduh Gus Yaqut dengan tuduhan yang aneh-aneh.

Selama ini, Gus Yaqut memang dikenal sebagai orang yang vokal menyuarakan kritikan kepada pihak-pihak yang mau merusak NKRI. GP Anshor, di mana beliau sebagai ketua umumnya, menjadi garda terdepan dalam menghentikan laju gerak radikalisme.

Beliau dikenal sebagai pihak yang selalu mengkritik para pengusung dan pangasong khilafah. Kita masih ingat, bagaimana upaya dari Gus Yaqut juga beberapa organisasi lainnya, mendorong pemerintah agar tidak ragu-ragu untuk membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Selain itu, Gus Yaqut bersama GP Anshar tidak pernah absen dalam mengkritik simbol-simbol agama tertentu yang mau dipaksakan di ruang publik. Pendek kata, latar belakang Gus Yaqut adalah pribadai yang membela NKRI, menghargai kebhinekaan, dan menjadikan persaudaraan dan persatuan di atas segalanya.

Optimisme

Melihat latar belakang inilah yang menyebabkan sebagaian pihak untuk sementara waktu merasa bergembira atas dipilihnya Gus Yaqut sebagai menteri agama. Bagi pihak yang menerima, merasa optimis bahwa Gus Yaqut akan menjadi menteri yang bisa mengayomi semua, bukan hanya kelompok tertentu saja.

Banyak harapan diutarakan. Mulai dari menumpas gerakan paham radikal-intoleran yang tidak menghargai keberagamaan; mengamankan ormas yang selama ini sering bikin gaduh, sampai kepada harapan agar moderasi agama bisa dibumikan sebaik mungkin. Tentu harapan itu tak berlebihan. Melihat rekam jejak Gus Yaqut yang sudah biasa dalam mengani isu-isu itu.

Optimisme masyarakat ini juga didukung oleh pernyataan langsung dari Gus Yaqut sendiri setelah diumumkan sebagai menag. Dalam pernyataannya, salah satu upaya yang paling penting dilakukan menurut Gus Yaqut adalah menjadikan agama sebagai inspirasi.

“Saya akan melakukan, bagaimana menjadikan agama itu sebagai inspirasi, bukan aspirasi. Artinya, agama sebisa mungkin tidak lagi digunakan sebagai alat politik, baik untuk menentang pemerintah, maupun merebut kekuasaan, atau tujuan-tujuan lain. biarlah agama menjadi inspirasi, membawa nilai-nilai kebaikan dan kedamaian dalam berbangsa dan bernegara.” jelasnya.

Memang harus diakui, dan ini adalah PR kita semua –terkhusus Kementerian Agama, bagaimana agar menjadikan agama itu sebagai inspirasi. Yang pertontonkan selama ini di ruang publik adalah agama konforntatif-dekstruktif, agama sebagai alat legitimasi politik, agama sebagai tameng untuk menyerang pihak yang dianggap lawan.

Gus Yaqut yang lahir dalam lingkungan pesantren, besar dalam oragnisasi yang dikenal sebagai organisasi moderat, serta sudah lama di lapangan bersama GP Anshar, harapan demi harapan yang diutarakan oleh masyarakat, tentu tidaklah berlebihan.

Cap Anti-Islam

Jika rekam jejak Gus Yaqut melahirkan harapan besar bagi satu pihak, beda halnya dengan pihak yang selama ini tidak terlalu suka dengan NU dan GP Anshar. Bagi pihak ini, penunjukan Gus Yaqut sebagai menag adalah sebuah bencana.

Kita lihat saja, bagaimana komentar PA 212 terhadap penunjukan ini. Mereka menilai Gus Yaqut bukan orang yang tepat. Bagi mereka, Gus Yaqut adalah orang yang belum bisa mengamalkan Pancasila dengan baik.

Wasekjen PA 212, Novel Bakumin, umpamanya mengutip hadis Nabi “Jika jabatan diberikan bukan kepada yang ahlinya maka tinggal tunggu kehancurannya,” untuk mendukung ketidaksetujuannya terhadap Gus Yaqut sebagai menag.

Ketidaksetujuan ini sebenarnya mudah dibaca. Sebab, selama ini Gus Yaqut bersama GP Anshar yang dikomandoinya adalah pihak yang paling vokal mengkritik gerakan yang membenturkan antara Keislaman dan Keindonesiaan. Dan, PA 212 adalah salah satunya.

Bukan hanya PA 212 yang menyatakan keberatannya, beberapa pihak juga merasa keberatan atas penunjukan ini. Bahkan ada sebagian pihak yang menuduh Gus Yaqut nantinya akan keras kepada kelompok Islam tertentu.

Penolakan dan kecurigaan ini bisa muncul karena rekan jejak Gus Yaqut selama ini. Vonis anti-Islam, anti kalimat tauhid, antek-kafir, penjaga gereja, yang selama ini dialamatkan kepada Gus Yaqut tentu menjadi pengganjal dalam melaksanakan tugas secara maksimal.

Belum lagi pihak yang memberi vonis itu adalah pihak yang suka menggoreng issu, membalikkan fakta, dan sangat lihai dalam mendramatis sesuatu. Pada titik ini, ini adalah tantangan bagi Gus Yagut. Terlepas dari pro-kontra, setuju atau tidak, setiap sesuatu –apa pun itu –tentu selalu ada harapan dan tantangan yang akan dihadapi. Apa pun itu, semoga Indonesia lebih baik dan upaya deradikalisasi serta pembumian moderasi agama bisa berjalan lancar. Selamat bekerja, Gus!

Facebook Comments