Hadapi Tafsir Politis dengan Mengenalkan Ayat Damai pada Warganet

Hadapi Tafsir Politis dengan Mengenalkan Ayat Damai pada Warganet

- in Narasi
1435
0

Setiap kali memasuki tahun politik, masyarakat Indonesia dituntut untuk waspada dengan kampanye-kampanye terselubung maupun terang-terangan kandidat tertentu. Pasalnya, telah banyak kampanye yang menjadikan ayat-ayat al-Qur’an sebagai legitimasi teologis untuk menyerang lawan politiknya. Di sisi lain, masyarakat kita, terutama masyarakat mengambang yang potensial dijadikan penyumbang suara terbesar, kerapkali gagap dalam merespon ayat-ayat yang ditafsirkan secara politis. Mereka menerima begitu saja ayat-ayat tersebut tanpa dikritisi, misalnya dengan menelusuri latas historis ayat itu diturunkan.

Ada beberapa ayat al-Qur’an yang kerap kali dijadikan landasan teologis sebagai bahan kampanye kandidat tertentu. Misal, dalam surah al-Maidah ayat 44 yang berbunyi: “… Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.”

Ayat lain yang kerap dikutip adalah surah Muhammad ayat 7 yang berbunyi: “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”

Ayat tersebut lalu dimaknai dengan pemaknaan yang ekstrim, yakni bahwa salah satu bentuk menolong agama Allah Swt. adalah dengan jalan menegakkan syariat Islam. Dalam menegakkan syariat tidak sama dengan mayoritas muslim moderat lainnya, yang cenderung menerapkan dalam aspek kultural saja; syariat sebagi nilai yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.

Sementara kelompok garis keras, berupaya untuk menerapkan syariat Islam melalui jalur kekuasaan. Mereka menghendaki pencopotan hukum-hukum yang sudah berlaku, karena dinilai tidak Islami. Sebagai gantinya, syairat Islam lah yang diterapkan, untuk mengatur semua aspek kehidupan masyarakat.

Agaknya menarik jika kita mencermati model penafsiran kelompok Khawarij. Kelompok ini, dalam memahami al-Qur’an dan al-Hadits hanya secara harfiyah dan tertutup, gemar mengkafirkan siapapun yang memiliki sikap atau pemahaman berbeda dengan mereka, dan tidak segan membunuh siapapun yang dikafirkan. (Abdurrahman Wahid (ed): 2009)

Dua sikap terakhir merupakan buah dari cara memahami mereka terhadap nash al-Qur’an dan al-Hadits. Karena mereka memahami secara tekstual, maka latar historis dari sebuah ayat atau hadist diabaikan. Mereka berusaha menerapkan ajaran Islam tanpa melihat kondisi sosial-kemasyarakatan di lingkungannya. Begitu ada perintah untuk amar ma’ruf nahi munkar, mereka segera menjalankan tugasnya dengan jalur pemaksaan. Padahal, kita tahu, Islam sangat melarang seorang muslim memaksa orang lain untuk memeluk Islam.

Dengan begitu, kita mesti mewaspadai jika dalam kampanye politik, ada kandidat atau tim sukses yang menggunakan ayat-ayat al-Qur’an sebagai amunisi mereka. Boleh jadi, mereka tidak terlalu paham mengenai ayat-ayat yang dikutip. Yang menjadi pertimbangan mereka hanyalah aspek pengaruh ayat (yang dipolitisasi) untuk meraup suara masyarakat mengambang, sehingga kandidat bisa memenangi kontestasi politik.

Kenalkan Ayat Damai pada Warganet

Perang di masa sekarang jauh berbeda dengan masa lalu. Jika dulu kita mengangkat pedang dan menunggang kuda, atau menenteng bedil dan meriam, kini cukup dengan memainkan jari-jari di atas keypad gawai. Hal ini juga yang dilakukan oleh tim sukses untuk memenangkan kandidat yang mereka usung. Karena, mereka sadar, masyarakat Indonesia kian mudah akses ke internet, sehingga potensial dijadikan lahan kampanye.

Maka dari itu, tidak ada cara yang lebih efektif selain menawarkan ayat-ayat damai di media sosial. Bahwa dalam kontestasi politik, kita mesti menyadari nilai universal yang mesti dipegang bersama. Nilai universal tersebut juga termaktub dalam al-Qur’an:

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. an-Nahl: 90)

Dalam ayat lain juga dijelaskan, “… dan perdamaian itu lebih baik…” (QS. an-Nisa: 128)

Ayat-ayat tersebut bisa kita jadikan modal untuk meredam kegaduhan yang ada di media sosial. Bahwa dengan alasan apapun, tidak dibenarkan untuk saling hujat, terlebih tuduh sesat atau kafir kepada kandidat tertentu.

Dengan mengurai benang kusut politisasi ayat al-Qur’an, kita akan bisa lebih jernih lagi dalam menilai kandidat yang mencalonkan diri. Kita bisa mencari track record-nya, sebelum memutuskan memilihnya atau tidak, sembari merespon secara kritis ‘kosmetik’ bikinan tim sukses untuk memenangkan kanidatnya. Terlebih, jika kosmetik itu terbuat dari ayat-ayat al-Qur’an yang dipolitisasi. Mari jaga kesucian al-Qur’an, dengan menempatkan ayat-ayatnya di tempat yang semestinya.

Facebook Comments