Hijrah Perilaku Digital: Dari Kubangan Provokasi Menuju Kejernihan Literasi

Hijrah Perilaku Digital: Dari Kubangan Provokasi Menuju Kejernihan Literasi

- in Narasi
8
0
Hijrah Perilaku Digital: Dari Kubangan Provokasi Menuju Kejernihan Literasi

Dalam konteks dunia modern yang serba digital, makna hijrah perlu dimaknai ulang secara lebih relevan. Hijrah hari ini bukan lagi sekadar perpindahan fisik dari satu tempat ke tempat lain, melainkan hijrah nalar dan perilaku—sebuah peralihan dari kebiasaan konsumsi informasi yang serampangan menuju keadaban digital yang tercerahkan.

Dunia maya saat ini telah menjelma menjadi ladang yang penuh dengan informasi, tetapi sekaligus rawan disinformasi. Batas antara fakta dan fiksi, antara opini dan provokasi, menjadi sangat kabur. Di tengah derasnya arus informasi ini, banyak pengguna internet terjebak dalam kubangan hoaks, ujaran kebencian, dan narasi yang menyesatkan.

Dalam Al-Qur’an, hijrah adalah simbol perubahan menuju yang lebih baik. Allah berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah.”(QS. Al-Baqarah: 218)

Dalam penafsiran kontemporer, para ulama memaknai hijrah tidak hanya secara fisik, tapi juga secara psikologis dan intelektual. Hijrah misalnya, menekankan pentingnya meninggalkan kebodohan dan menuju ilmu sebagai bentuk hijrah akal.

Tantangan umat saat ini adalah hijrah cara berpikir, dari nalar sempit menuju pandangan yang inklusif, bijak, dan rasional. Dalam dunia digital hari ini, hijrah itu bisa berarti berpindah dari sikap reaksioner dan emosional menuju sikap selektif, kritis, dan produktif secara digital.

Ruang Digital: Penuh Informasi, Minim Kualitas

Indonesia adalah salah satu negara dengan pengguna internet tertinggi di dunia. Menurut DataReportal (2024), jumlah pengguna internet Indonesia mencapai 215 juta jiwa—sekitar 77% dari total populasi. Namun, peningkatan akses ini tidak serta merta berbanding lurus dengan kualitas perilaku digital masyarakat.

Dalam survei Microsoft Digital Civility Index (DCI) tahun 2020, Indonesia justru menempati peringkat ke-29 dari 32 negara dalam hal keadaban digital. Artinya, Indonesia termasuk salah satu negara dengan netizen paling tidak sopan di dunia maya. Indikator pelanggaran paling tinggi adalah penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan provokasi sektarian.

Data ini bukan hanya menyedihkan, tetapi juga mengkhawatirkan. Sebab perilaku digital yang buruk bisa dengan cepat mengikis kohesi sosial, merusak kepercayaan antarwarga, hingga mengancam ketahanan nasional.

Hijrah Digital: Membangun Keadaban Melalui Nalar

Dalam situasi semacam ini, hijrah digital adalah keniscayaan. Kita perlu bergerak dari ruang digital yang dipenuhi prasangka dan kebencian menuju ruang digital yang sehat, beradab, dan mencerdaskan. Ini bukan sekadar pilihan moral, melainkan keharusan intelektual dan tanggung jawab sosial.

Hijrah digital berarti meninggalkan kebiasaan menyebar konten tanpa verifikasi. Hijrah digital berarti meninggalkan ruang-ruang maya yang memperuncing polarisasi. Dan hijrah digital mengandung arti menghindari narasi yang menyesatkan dan mengganti dengan narasi yang mencerahkan.

Keadaban digital bukan sesuatu yang datang secara otomatis. Ia harus dilatih, dibiasakan, dan dijaga. Dalam Islam, menjaga lisan adalah salah satu bentuk ketakwaan. Di era digital, lisan kita adalah jari-jari kita. Maka, menjaga jari adalah menjaga iman.

Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Kini, “berkata yang baik” juga mencakup semua bentuk aktivitas daring: mengetik, membagikan, me-like, dan me-retweet. Kita dituntut untuk hijrah—dari sekadar menjadi konsumen informasi, menjadi pemilah informasi; dari buzzer kebencian, menjadi penjaga peradaban.

Hijrah digital bukan sekadar tren, tetapi panggilan iman dan akal sehat. Dunia maya hari ini terlalu berisik, terlalu gaduh, dan terlalu rawan. Kita membutuhkan individu yang berani keluar dari zona nyaman digitalnya untuk menjadi pelopor perubahan.

Facebook Comments