Mendadak menjadi perbincangan publik dan menuai pro kontra seputar rencana kepulangan WNI eks ISIS dari Suriah. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada Jumat (7/2/2020) telah meluruskan informasi yang berkembang liar bahwa belum ada keputusan terkait rencana pemulangan mereka. Jumlah 600 sekian hanya informasi dari komunitas luar negeri yang masih membutuhkan verifikasi.
Sebenarnya menjadi pertanyaan awal apakah mereka ini WNI eks ISIS atau Eks WNI ISIS? Akan berbeda pengertian antar kedua. Jika mereka sudah dikatakan eks WNI ISIS berarti mereka adalah orang sudah sadar meninggalkan negara ini dan memilih bergabung dengan ISIS. Namun, jika WNI eks ISIS berarti mereka adalah korban ISIS.
Namun, tentu kita tidak terlalu larut untuk memusingkan istilah. Keputusan dan kebijakan pemerintah akan menjawabnya. Namun, sambil menunggu pemerintah menentukan pilihan yang katanya dilematis antara keamanan dan kemanusiaan, sebaiknya kita mengambil hikmah dari kisah mereka untuk dijadikan pelajaran penting bagi masyarakat ke depan.
Salah satu yang sempat menjadi viral sebagai hasil liputan investigatif Tempo (7/2/2020) adalah WNI bernama samara Aleeyah Mujahid. Ia menceritakan bagaimana pada akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan ISIS di Suriah tanpa sepengetahuan keluarga dan teman-temannya pada tahun 2015 akhir.
Apa yang mendorong Aleeyah dengan kesadaran dan tentunya keyakinan untuk pergi ke Suriah? Ya, Hijrah. Dia mengatakan dengan bahasa gaul : “Tujuan gue? Kehidupan yang lebih baik. Better life di kacamata gue itu bukan soal ekonomi, tapi soal keselamatan agama gue,” kata Aleeyah dalam unggahan di media sosialnya.
Mari kita simak dengan seksama. Terkadang bergabung dalam sebutlah kelompok radikal dan teroris itu bukan semata ekonomi. Teori tentang kemiskinan dalam faktor terorisme mungkin hanya satu variable bukan bersifat generatif. Artinya, motivasi keagamaan untuk berhijrah ke arah lebih baik dalam kacamata agama.
Aleeyah ternyata lulusan Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki. Ia hijrah untuk memperbaiki hidupnya ke arah lebih baik dalam kaca mata agama Islam. Ia ingin berkumpul hanya dengan umat Islam dari seluruh penjuru dunia yang dinaungi oleh hukum Islam. Ia ingin memperbaiki hubungannya dengan Allah dan menjadi muslim yang lebih baik.
Sampai di sini, sebenarnya ungkapan Aleeyah ini cukup mencengangkan. Betapa tidak, pertama, mungkin saja masih banyak anak sebayanya yang masih memikirkan untuk hijrah memperbaiki diri dan menjadi muslim yang lebih baik. Istilah ini populer dikenal dengan hijrah. Perubahan sangat drastis terutama dalam penampilan untuk menunjukkan diri berubah secara simbolik. Bersifat ekslusif untuk hanya berkumpul dengan sesama umat Islam.
Kedua, kenapa keinginan untuk memperbaiki diri dan menjadi muslim yang baik harus berhijrah fisik ke Suriah? Apakah tidak bisa menjadi muslim yang baik ketika berada dalam naungan negeri di mana tempat ia dilahirkan? Tentu, dalam pikiran orang seperti Aleeyah dan yang lain Indonesia bukan negara Islam yang tidak menerapkan hukum Islam.
Pertanyaan berikutnya, apakah tidak banyak sebenarnya Aleeyah-Aleeyah yang lain di Indonesia yang sebenarnya memiliki pemikiran yang sama? Mungkin saja seandainya kesempatan dan jalan yang lebih mudah akan banyak yang berhijrah model Aleeyah untuk menjadi muslim yang baik dengan terbang ke Suriah pada saat itu.
Pelajaran ketiga, sebelummemutuskan hijrah Aleeyah ternyata berusaha untuk membekali diri dengan mencari informasi dan pengetahuan tentang Islam. Pada Agustus 2015 pencarian dia di dunia maya terpapar dengan situs ISIS yang membahas hijrah. Aleeyah disuguhi dengan pemandangan ISIS yang indah dan tentram di bawah naungan khilafah ‘ala minhaj annubuwwah.
Hijrah pun telah menjadi tekad bulat dan berangkat ke Suriah adalah kewajiban. Namun, selama lima bulan menjalani kehidupan di bawah ISIS, janji indah yang pernah ia idamkan dibayar kekecewaan. Justru yang ia saksikan banyak kebohongan dan kedzaliman. ISIS baginya adalah gangster atau kelompok mafia bertopeng Islam.
Kini Ia sudah dua tahun di kamp pengungsian Rojava, Suriah. Ia terus berdoa dan sangat berharap bisa keluar dari Suriah ke tempat yang lebih baik. Ia sangat bersyukur jika bisa kembali ke Indonesia.
Ketiga pelajaran di atas patut menjadi pegangan bagi masyarakat untuk tidak mudah terpedaya. Hijrah yang gagal ala Aleeyah adalah bagian dari cara pandang yang sempit untuk hidup islami tetapi di jalan penuh perang dan tanpa kedamaian. Sejatinya hijrah adalah dari keburukan kepada kebaikan dan dari kondisi penuh siksaan menuju wilayah aman. Namun, tidak yang terjadi dengan Aleeyah. Ia meninggalkan negara yang aman dan damai menuju wilayah perang. Meninggalkan negeri yang menjamin kebebasan untuk menunaikan kewajiban Islam menuju negara yang penuh dengan tindakan yang tidak Islami. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari kejadian ini.